tindakan yang sangat longgar dalam menafsirkan dan mengimplementasikan kebijakan. Bila hal ini terjadi maka akan berakibat pada ketidakefektivan
implementasi kebijakan. Menurut Edwards dengan menyelidiki hubungan antara komunikasi dan
implementasi maka kita dapat mengambil generalisasi, yakni bahwa semakin cermat keputusan-keputusan dan perintah-perintah pelaksanaan
diteruskan kepada mereka yang harus melaksanakannya, maka semakin tinggi probabilitas keputusan-keputusan kebijakan dan perintah-perintah
pelaksanaan tersebut dilaksanakan.
2. Sumber Daya
Perintah-perintah implementasi mungkin diteruskan secara cermat, jelas dan konsisten, tetapi jika para pelaksana kekurangan sumber daya yang
diperlukan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan, maka implementasi ini pun cenderung tidak efektif. Dengan demikian, sumber daya dapat menjadi
faktor yang penting dalam melaksanakan kebijakan publik. Sumber daya yang penting meliputi staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk
melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk menerjemahkan usul-usul di atas kertas guna melaksanakan
pelayanan publik. a.
Staf Barangkali sumber yang paling penting dalam melaksanakan kebijakan
adalah staf. Satu hal yang harus diingat adalah bahwa jumlah tidak selalu mempunyai efek positif bagi implementasi kebijakan. Kasus rendahnya
pelayanan birokrasi di Indonesia menjadi contoh kasus yang dapat
Universitas Sumatera Utara
digunakan untuk menjelaskan proporsi ini. Pelayanan publik di Indonesia sering kali dinyatakan lamban dan cenderung tidak efisien. Penyebabnya
bukan terletak pada jumlah staf yang menangani pelayanan publik tersebut, tetapi lebih pada kurangnya sumber daya manusia dan rendahnya motivasi
para pegawai. Dengan demikian tidaklah cukup hanya dengan jumlah pelaksana yang memadai, namun harus disertai dengan keterampilan-
keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan. Salah satu masalah yang dihadapi oleh pemerintah adalah sedikitnya pejabat yang
mempunyai keterampilan-keterampilan pengelolaan. Sering kali mereka yang mempunyai latar belakang profesional yang dinaikkan pangkatnya
sampai mereka menjadi administrator-administrator. Lagi pula mereka sering kali tidak mempunyai keahlian pengelolaan bagi kedudukan mereka
yang baru. Latihan atau training yang diberikan kepada para pelaksana ini sangat minim, sehingga kemampuan profesional mereka mengalami
kenaikan yang cukup lambat. Sementara itu pejabat-pejabat di tingkat atas, yaitu pejabat yang dipilih berdasarkan politik mempunyai kedudukan yang
relatif singkat sehingga kurang menanamkan kemampuan jangka panjang. Kurangnya keterampilan-keterampilan pengelolaan merupakan masalah
besar yang dihadapi oleh pemerintah daerah. Hal ini disebabkan oleh minimnya sumber daya yang digunakan untuk latihan profesional. Faktor
lain adalah kesulitan dalam merekrut dan mempertahankan administrator- administrator yang kompeten karena umumnya gaji, prestise dan jaminan
kerja mereka yang rendah. Dalam banyak kasus, rendahnya jaminan kerja telah mendorong banyak orang untuk menghindari pekerjaan di birokrasi
Universitas Sumatera Utara
pemerintah. Orang-orang yang mempunyai kemampuan cenderung bekerja di sektor swasta atau di luar pemerintah karena mempunyai jaminan kerja
yang baik. b.
Informasi Informasi merupakan sumber penting kedua dalam implementasi kebijakan.
Informasi mempunyai dua bentuk. Pertama, informasi mengenai bagaimana melaksanakan suatu kebijakan. Pelaksana-pelaksana perlu mengetahui apa
yang dilakukan dan bagaimana mereka harus melakukannya. Bentuk kedua dari informasi ini adalah data tentang ketaatan personil-personil lain
terhadap peraturan-peraturan pemerintah. Pelaksana-pelaksana harus mengetahui apakah orang-orang lain yang terlibat dalam pelaksanaan
kebijakan ini menaati undang-undang ataukah tidak. Kurangnya pengetahuan tentang bagaimana mengimplementasikan beberapa kebijakan
mempunyai beberapa konsekuensi langsung, antara lain 1 Beberapa tanggung jawab secara sungguh-sungguh tidak akan dapat dipenuhi atau
tidak dapat dipenuhi tepat pada waktunya. 2 Ketidakefisienan. Kebijakan yang tidak tepat menyebabkan unit-unit pemerintah lain atau organisasi-
organisasi dalam sektor swasta membeli perlengkapan, mengisi formulir atau menghentikan kegiatan-kegiatan yang tidak diperlukan.
c. Wewenang
Wewenang ini akan berbeda-beda dari satu program ke program lainnya serta mempunyai banyak bentuk yang berbeda. Namun demikian, dalam
beberapa hal suatu badan mempunyai wewenang yang terbatas atau kekurangan wewenang untuk melaksanakan suatu kebijakan dengan tepat.
Universitas Sumatera Utara
Bila wewenang formal tidak ada, atau sering disebut dengan wewenang di atas kertas, sering kali salah dimengerti oleh para pengamat dengan
wewenang yang efektif. Padahal keduanya mempunyai perbedaan yang substansial. Wewenang di atas kertas atau wewenang formal adalah suatu
hal, sedangkan apakah wewenang tersebut digunakan secara efektif adalah hal lain. Dengan demikian, bisa saja terjadi suatu badan mempunyai
wewenang formal yang besar, namun tidak efektif dalam menggunakan wewenang tersebut. Menurut Edwards kita dapat memahami mengapa hal
ini terjadi dengan menyelidiki salah satu dari sanksi-sanksi yang paling potensial merusak dari yurisdiksi-yurisdiksi tingkat tinggi, yakni wewenang
menarik kembali dana dari suatu program. Lindblom mengemukakan beberapa ciri kewenangan, yakni: kewenangan selalu bersifat khusus;
kewenangan, baik sukarela maupun paksaan, merupakan konsesi dari mereka yang mau tunduk; kewenangan itu rapuh; dan yang terakhir,
kewenangan diakui karena berbagai sebab. Menurut Lindblom, sebab-sebab kewenangan terdiri dari dua hal pokok, yakni: pertama, sebagian orang
beranggapan bahwa mereka lebih baik jika ada seseorang yang memerintah. Kewenangan mungkin juga ada karena adanya ancaman, teror, dibujuk,
diberi keuntungan dan lain sebagainya. d.
Fasilitas-fasilitas Fasilitas fisik mungkin juga merupakan sumber daya penting dalam
implementasi. Seorang pelaksana mungkin memiliki staf yang memadai, mungkin memahami apa yang harus dilakukan dan mungkin mempunyai
wewenang untuk melakukan tugasnya, tetapi tanpa bangunan sebagai kantor
Universitas Sumatera Utara
untuk melakukan koordinasi, tanpa perlengkapan, tanpa perbekalan, maka besar kemungkinan implementasi yang dicanangkan tidak akan berhasil.
3. Disposisi