untuk melakukan koordinasi, tanpa perlengkapan, tanpa perbekalan, maka besar kemungkinan implementasi yang dicanangkan tidak akan berhasil.
3. Disposisi
Disposisi menunjuk karakteristik yang menempel erat kepada implementor kebijakanprogram. Karakter yang dimiliki oleh implementor
adalah kejujuran, komitmen, dan demokrasi. Implementor yang memiliki komitmen tinggi dan jujur akan senantiasa bertahan di antara hambatan yang
ditemui dalam programkebijakan. Kejujuran mengarahkan implementor untuk tetap berada dalam arus program yang telah digariskan dalam guideline
program.
4. Struktur Organisasi
Struktur organisasi menjadi sangat penting dalam implementasi kebijakan. Aspek struktur organisasi ini mencakup dua hal penting, pertama
adalah mekanisme dan kedua yaitu struktur organisasi pelaksana itu sendiri. Mekanisme implementasi program biasanya sudah ditetapkan melalui Standard
Operational Procedure SOP yang dicantumkan dalam guideline program. SOP yang baik mencantumkan kerangka kerja yang jelas, sistematis, tidak
berbelit dan mudah dipahami oleh siapa pun, karena akan menjadi acuan dalam bekerjanya implementor. Sedangkan struktur organisasi pelaksana pun sejauh
mungkin menghindari hal yang berbelit, panjang, dan kompleks. Struktur organisasi pelaksana harus dapat menjamin adanya pengambilan keputusan
atas kejadian luar biasa dalam program secara tepat. Model implementasi George C. Edwards III inilah yang akan digunakan
penulis di lapangan untuk menganalisis proses implementasi Kredit Usaha Rakyat
Universitas Sumatera Utara
pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Stabat dalam mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Alasan penulis menggunakan model ini adalah karena
variabel ataupun indikator yang dikemukakan oleh George C. Edwards III merupakan variabel yang bisa menjelaskan secara komprehensif tentang kinerja
implementasi dan dapat lebih konkret dalam menjelaskan proses implementasi yang sebenarnya.
1.6.3. Kredit Usaha Rakyat 1.6.3.1. Latar Belakang Kredit Usaha Rakyat
Ketersediaan lapangan pekerjaan pada sektor formal yang terbatas serta krisis ekonomi yang kerap melanda Indonesia membuat masyarakat harus
berjuang lebih keras lagi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Hal ini mendorong masyarakat untuk membuka lapangan pekerjaan baru bagi dirinya dan
orang lain dengan mendirikan usaha sendiri di luar sektor formal. Usaha-usaha dengan skala tidak terlalu besar inilah yang kemudian disebut
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah UMKM. Usaha ini dapat bergerak dalam bidang perdagangan, jasa, konstruksi, transportasi, dan industri, serta jenis usaha
lainnya. UMKM ini telah terbukti dapat bertahan dalam krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997 dan memiliki kontribusi bagi pertumbuhan
ekonomi nasional. Namun, di tengah pertumbuhannya, sektor UMKM yang diharapkan
tersebut tidak bertumbuh secepat dan seluas yang diharapkan. Hal ini dikarenakan tidak semua masyarakat mampu mendirikan dan mengembangkan UMKM. Faktor
utama ketidakmampuan masyarakat untuk mendirikan atau mengembangkan UMKM adalah keterbatasan modal. Di sinilah peran pemerintah kembali
Universitas Sumatera Utara