Obat antidiabetik Obat antiinfeksi

11. Obat antidiabetik

Kelas terapi obat antidiabetik digunakan pada pasien ulkus DM untuk mengendalikan kadar glukosa darah agar tidak terlalu tinggi. Kadar glukosa darah pasien ulkus DM harus dijaga agar tidak terlalu tinggi dan dalam kondisi stabil. Hal ini dimaksudkan untuk mempercepat proses penyembuhan luka dan infeksi. Tingginya kadar glukosa darah akan mengurangi kemampuan tubuh untuk menyingkirkan penyebab infeksi sehingga memperlambat proses penyembuhan infeksi. Persentase golongan dan jenis obat antidiabetik yang digunakan oleh pasien ulkus DM disajikan dalam tabel XVI. Tabel XVI. Golongan dan jenis obat antidiabetik pada pasien ulkus DM di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2005 No. Golongan obat Jenis obat Jumlah kasus Persentase 1. Insulin regular insulin RI atau insulin kerja singkat short–acting 30 71,43 gliklazid 7 16,67 glibenklamid 5 11,90 glipizid 4 9,52 glikuidon 2 4,76 2. Sulfonilurea glimepirida 2 4,76 3. Biguanid metformin hidroklorida 8 19,05 4. Antidiabetik lain akarbosa 2 4,76 5. Antidiabetik kombinasi glibenklamid dan metformin hidroklorida 8 19,05 6. Meglitinid repaglinid 6 14,29 7. Thiazolidinedione pioglitazone 1 2,38 Obat antidiabetik yang paling banyak digunakan oleh pasien ulkus DM dalam penelitian ini adalah insulin. Pada kondisi patologis tertentu seperti infeksi, koma, dan trauma, pemberian insulin diperlukan bersama dengan antidiabetika oral untuk membantu mempertahankan kadar glukosa darah agar stabil sehingga dapat mempermudah proses pemulihan kondisi pasien.

12. Obat antiinfeksi

Persentase golongan dan jenis obat antiinfeksi yang digunakan pasien ulkus DM disajikan dalam tabel XVII. Tabel XVII. Golongan dan jenis obat antiinfeksi pada pasien ulkus DM di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2005 No. Golongan obat Jenis obat Jumlah kasus Persentase amoksisilin 9 21,43 1. Penisilin spektrum luas amoksisilin–asam klavulanat 1 2,38 2. Penisilin antipseudomonas sulbenisilin 2 4,76 3. Sefalosporin generasi pertama sefadroksil 3 7,14 sefiksim 1 2,38 sefotaksim 4 9,52 seftazidim 7 16,67 seftriakson 17 40,48 4. Sefalosporin generasi ketiga sefotiam 1 2,38 5. Sefalosporin generasi keempat sefepim 2 4,76 6. Betalaktam lain imipenem 6 14,29 amikasin 1 2,38 7. Aminoglikosida gentamisin 3 7,14 ofloksasin 2 4,76 siprofloksasin 12 28,57 gatifloksasin 4 9,52 pefloksasin 2 4,76 8. Kuinolon levofloksasin 5 11,90 9. Sulfonamid dan trimetoprim kotrimoksasol 3 7,14 klindamisin 1 2,38 linkomisin 3 7,14 10. Antibiotika anaerob metronidazol 15 35,71 flukonazol 1 2,38 itrakonazol 1 2,38 bifonazol 1 2,38 mikonazol nitrat 1 2,38 11. Antijamur tiokonazol 1 2,38 Antibiotika hanya efektif mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Infeksi pada ulkus DM umumnya multibakteri yaitu disebabkan oleh bakteri Gram negatif, Gram positif, bakteri anaerob, stafilokokus, dan streptokokus. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Bakteri anaerob banyak menginfeksi ulkus DM. Hal ini diakibatkan pada pasien DM terjadi gangguan sirkulasi darah karena terbentuknya trombus pada dinding arteri yang diakibatkan oleh tingginya kadar glukosa darah. Gangguan sirkulasi darah ini mengakibatkan jaringan-jaringan pada daerah sekitar luka kekurangan pasokan oksigen sehingga bakteri anaerob yang hidup dan tumbuh dalam keadaan tidak ada oksigen molekuler akan banyak tumbuh dan berkembang. Antibiotika yang paling banyak digunakan dalam kasus ini adalah obat golongan sefalosporin generasi ketiga jenis obatnya seftriakson. Sefalosporin generasi ketiga merupakan antibiotika pilihan ulkus DM. Selain sefalosporin generasi ketiga, penanganan infeksi juga dapat dilakukan dengan memberikan siprofloksasin golongan kuinolon dan hasilnya cukup berhasil. Sefalosporin generasi ketiga dan kuinolon digunakan untuk pengobatan infeksi bakteri Gram negatif aerob sedangkan antistafilokokus infeksi bakteri Gram positif aerob digunakan penisilin dan sefalosporin generasi pertama. Untuk membasmi bakteri anaerob digunakan antibiotika anaerob yaitu klindamisin, linkomisin, atau metronidazol. Hasil penelitian yang diperoleh sudah sesuai dengan teori. Seftriakson dan siprofloksasin banyak digunakan untuk membasmi bakteri Gram negatif aerob yang menginfeksi ulkus DM. Staphylococcus aureus yang menginfeksi ulkus DM dibasmi dengan amoksisilin dan sefalosporin generasi pertama jenis obatnya sefadroksil. Metronidazol banyak digunakan untuk membasmi bakteri anaerob yang banyak menginfeksi ulkus DM. Kultur dan sensitivitas tes sebaiknya dilakukan pada terapi antibiotika untuk mengetahui jenis kuman penginfeksi dan kepekaan kuman terhadap antibiotika. Sebagai permulaan terapi, dokter akan memberikan terapi empirik berdasarkan penelitian dan pengetahuan pola kuman yang ada di daerah tersebut. Pemberian antibiotika akan lebih tepat membasmi kuman jika sesuai dengan hasil kultur dan sensitivitas tes. Namun kultur dan sensitivitas tes tidak selalu dilakukan pada terapi antibiotika. Hal ini dapat dikarenakan kultur dan sensitivitas tes membutuhkan waktu yang lama yaitu kurang lebih hasilnya diperoleh selama 1 minggu tergantung pertumbuhan bakterinya, terapi antibiotika empirik yang diberikan pada pasien sudah dapat menyembuhkan luka dan infeksi yang terjadi, dan keterbatasan biaya pasien untuk melakukan kultur dan sensitivitas tes. Persentase kultur dan sensitivitas tes pada pasien ulkus DM di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta periode 2005 disajikan dalam tabel XVIII. Tabel XVIII. Persentase kultur dan sensitivitas tes pada pasien ulkus DM di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2005 Kultur dan sensitivitas tes Jumlah kasus Persentase Dilakukan 23 54,76 Tidak dilakukan 19 45,24 Jumlah 42 100 Terapi antibiotika yang dilakukan berdasarkan hasil kultur dan sensitivitas tes disebut sebagai terapi antibiotika absolut. Meskipun sudah ada hasil kultur dan sensitivitas tes, dalam praktek klinis banyak dijumpai pemberian antibiotika tidak sesuai hasil kultur dan sensitivitas tes tersebut. Hal ini mengakibatkan antibiotika tidak sensitif membasmi kuman penginfeksi dan dapat mengakibatkan resistensi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI mikroba terhadap antibiotika. Persentase terapi antibiotika yang diberikan pada pasien ulkus DM disajikan dalam tabel XIX. Tabel XIX. Terapi antibiotika pada pasien ulkus DM di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2005 Terapi antibiotika Jumlah kasus Persentase Absolut 14 33,33 Empirik 28 66,67 Jumlah 42 100 Tujuan terapi antibiotika pada pasien ulkus DM adalah kuratif untuk mengobati infeksi. Hal ini disebabkan pada ulkus DM pasti terjadi infeksi karena masuknya kuman penginfeksi ke dalam luka tersebut. Kondisi infeksi tersebut bermacam–macam yaitu ringan, sedang, atau berat yang dapat ditentukan berdasarkan kondisi klinis dan hasil laboratorium pasien. Antibiotika dapat diberikan secara tunggal atau kombinasi. Kombinasi antibiotika ditujukan untuk memperluas spektrum antikuman, mengobati infeksi polimikroba, mencegah resistensi, dan memperoleh efek sinergis. Persentase penggunaan antibiotika tunggal dan kombinasi disajikan dalam tabel XX. Tabel XX. Penggunaan antibiotika pada pasien ulkus DM di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2005 Penggunaan antibiotika Jumlah kasus Persentase Kombinasi 30 71,43 Tunggal 12 28,57 Jumlah 42 100 Penggunaan antibiotika dalam penelitian ini tidak semuanya rasional. Pada beberapa kasus dijumpai kuman sudah resisten terhadap suatu antibiotika tetapi antibiotika tersebut tetap digunakan dalam terapi. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya superinfeksi atau meningkatkan resistensi kuman terhadap antibiotika tersebut. Penggunaan antibiotika dalam penelitian ini juga tidak semuanya sesuai dengan standar terapi antibiotika yang digunakan. Kesesuaian penggunaan antibiotika dengan standar terapi yang digunakan disajikan dalam tabel XXI. Tabel XXI. Kesesuaian terapi antibiotika dengan standar terapi pada pasien ulkus DM di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta periode 2005 Kesesuaian dengan standar terapi Jumlah kasus Persentase Terapi antibiotika absolut Sesuai standar terapi 14 33,33 Tidak sesuai standar terapi - - Terapi antibiotika empirik Sesuai standar terapi 24 57,14 Tidak sesuai standar terapi 4 9,53 Jumlah 42 100

C. Drug Related Problems DRP

Dokumen yang terkait

Evaluasi drug related problems pada pengobatan pasien stroke di instalansi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005.

0 5 127

Evaluasi penatalaksanaan terapi pasien diabetes mellitus komplikasi hipertensi rawat inap periode 2005 Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.

1 18 117

Evaluasi pemilihan dan penggunaan obat antidiabetes pada kasus diabetes mellitus instalansi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari-Desember 2005.

0 1 108

Evaluasi pengobatan pasien diabetes melitus dengan komplikasi ulkus/gangren di instalansi rawat inap Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Juli-Desember 2005.

2 6 161

Evaluasi penatalaksanaan terapi pasien diabetes mellitus dengan komplikasi stroke di instalansi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih periode tahun 2005.

0 1 101

Kajian interaksi obat pada pasien penyakit jantung koroner di instalansi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2005.

1 20 96

Evaluasi penatalaksanaan terapi pasien diabetes mellitus dengan komplikasi stroke di instalansi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih periode tahun 2005 - USD Repository

0 0 99

Evaluasi pemilihan dan penggunaan obat antidiabetes pada kasus diabetes mellitus instalansi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari-Desember 2005 - USD Repository

0 0 106

Evaluasi penatalaksanaan terapi pasien diabetes mellitus komplikasi hipertensi rawat inap periode 2005 Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta - USD Repository

0 0 115

Evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien ulkus kaki diabetika di instalasi rawat inap rumah sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2012 - USD Repository

0 1 69