Sikap Etnosentris dalam Kelompok Etnis

sederhana, kaku dan tidak akurat. Ketidakakuratan ini terjadi akibat adanya overgeneralisasi dari pengalaman pribadi atau informasi yang masuk sehingga individu cenderung untuk bergaul dengan anggota dalam kelompok etnisnya Dayakisni dan Yuniardi, 2004. Saat teman kita dari Batak berbicara dengan suara lantang dan keras, maka selanjutnya kita menggeneralisasi bahwa semua orang Batak memiliki watak yang keras dan suara yang lantang. Bahasa merupakan salah satu jembatan untuk berpartisipasi dalam lembaga sosial dan ekonomi masyarakat. Persoalan yang paling penting yang berkaitan dengan bahasa dalam masyarakat majemuk adalah pelestarian bahasa. Pelestarian bahasa dalam kelompok etnis adakalanya dipengaruhi oleh keinginan anggota kelompok untuk melestarikan bahasa mereka dalam masyarakat dominan dengan menggunakan bahasa itu sendiri dan mengajarkannya kepada keturunannya Berry,1999. Bahasa yang pertama dipelajari seseorang adalah bahasa ibu, yang seterusnya akan memberikan sumbangan bagi pembentukan diri dan pengembangan kepribadian individu. Bahasa merupakan salah satu unsur warisan budaya yang khas. Hal ini membuat masyarakat sadar untuk mempertahankan dan melestarikan bahasa sebagai sesuatu yang berdiri sendiri dan membedakan mereka dari individu yang lain Yulia, 1997. Salah satu contoh yang dapat dilihat adalah budaya Tionghoa, mereka tetap melestarikan bahasa dan budayanya. Etnis Tionghoa menggunakan bahasa Tionghoa dalam berkomunikasi dengan sesama etnis mereka. Berkomunikasi dengan bahasa Tionghoa membuat etnis Tionghoa merasa bersaudara satu sama lainnya. Agar tetap terpelihara, bahasa Tionghoa tetap 13 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dipertahankan oleh etnis Tionghoa. Bahasa merupakan cerminan dari terpeliharanya suatu budaya. Bahasa merupakan salah satu aspek dari sikap etnosentris yang mengandung dimensi negatif. Hal ini dikarenakan etnis tersebut menggunakan bahasa yang berasal dari budayanya dan tidak menggunakan bahasa dominan dimana etnis tersebut berada. Bentuk pelestarian bahasa akan menyebabkan komunikasi dan kontak sosial terhadap kelompok lain menjadi tidak harmonis. Misalnya, setiap etnis yang ada di Indonesia berkomunikasi dengan bahasa yang terdapat pada etnis mereka masing- masing, setiap etnis merasa bahasa yang terdapat pada etnisnya lebih baik daripada etnis lain dan merendahkan bahasa dari etnis lain. Hal ini menimbulkan sikap etnosentris pada kelompok etnis. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap etnosentris mengandung dua dimensi yaitu, dimensi negatif dan dimensi positif. Aspek- aspek yang terdapat pada sikap etnosentris seperi norma kultural, jatidiri etnis, pergaulan dan bahasa masing-masing memiliki dimensi positif dan dimensi negatif.

c. Pembentukan Sikap Etnosentris

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap etnosentris adalah: 1 Lingkungan keluarga Menurut Helmi 1990, sikap etnosentris terbentuk melalui interaksi nilai-nilai yang ada dalam diri individu dan pengaruh lingkungan melalui proses belajar. Hal lain yang juga berkaitan dengan terbentuknya sikap etnosentris adalah ditanamkannya perasaan in- 14 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI group yang kuat sejak tahap-tahap awal perkembangan manusia. Media yang sangat berpengaruh atas proses sosialisasi adalah lembaga keluarga Helmi, 1990. Sejak masih kanak-kanak, individu secara alamiah mampu untuk membedakan dirinya berdasarkan keanggotaan kelompok, yakni menjadi bagian dari sebuah keluarga. Sumner dalam Brewer dan Miller, 1996 mengistilahkan hal tersebut dengan in-group dan out- group, yakni pengelompokan sosial yang dilakukan individu apakah menjadi bagian atau bukan merupakan bagian dari suatu kelompok sosial. Tajfel dalam Brewer dan Miller, 1996 menyatakan, perasaan in-group sudah nampak sejak usia anak-anak. Pada usia 6 atau 7 tahun, misalnya anak-anak sudah memperlihatkan kecintaan yang kuat pada bangsanya, meskipun mereka belum mengerti apa arti bangsa itu sendiri. Orang tua merupakan dasar dari perkembangan etnosentrisme. 2 Lingkungan masyarakat atau tempat tinggal Setiap manusia lahir membawa potensi perilaku dan berada dalam suatu kondisi sosial. Kondisi sosial masing-masing individu berbeda dengan individu lainnya. Perbedaan ini termasuk dalam hal nilai-nilai yang mengatur perilaku mana yang boleh dipelajari dan tidak boleh dipelajari. Hal ini mengartikan bahwa manusia diajar oleh lingkungan sosialnya untuk dapat membuat respon tertentu dan tidak merespon yang lain. Oleh Segall dalam Dayakisni dan Yuniardi, 2004 hal ini dinamakan sosialisasi. 15 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Child dalam Dayakisni dan Yuniardi, 2004 berpendapat bahwa sosialisasi sebagai proses dalam diri individu, dimana individu tersebut dilahirkan dengan potensi perilaku yang luas, yang mengarah pada pengembangan perilaku nyata yang dibatasi lebih sempit pada suatu kebiasaan dan dapat diterima oleh individu dengan standar nilai- nilai yang ada pada kelompoknya. Proses sosialisasi biasanya melibatkan reinforcement didalamnya. Adanya reward sosial dan punishment sosial, membuat individu belajar perilaku mana yang boleh dilakukan dan dilarang untuk dilakukan. Individu akan diberi penghargaan jika perilakunya diterima oleh lingkungan sosialnya dan hukuman terhadap perilaku yang tidak diinginkan atau dilarang oleh lingkungan sosialnya Dayakisni dan Yuniardi, 2004. Dengan demikian, lingkungan sosial dapat memperkuat atau memperlemah terbentuknya sikap etnosentris melalui adanya reward sosial dan punishment sosial yang dibentuk sesuai dengan aturan dan standar nilai yang ada pada masing-masing kelompok sosial. 3 Lingkungan sekolah atau pendidikan Sistem pendidikan tidak hanya sebagai institusi untuk meningkatkan kemampuan dalam berpikir dan pengetahuan. Tetapi juga merupakan institusi yang mensosialisasikan individu, mengajarinya dan memperkuat nilai-nilai budaya yang penting. Pada sistem pendidikan penanaman nilai-nilai budaya dan pensosialisasian individu dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu 16 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 1 materi yang yang diajarkan sekolah merefleksikan pilihan-pilihan yang secara apriori melalui anggapan yang dihargai oleh suatu budaya atau masyarakat tentang apa yang diyakini penting untuk dipelajari. 2 Setting lingkungan dimana pendidikan itu berjalan perlu untuk dipertimbangkan. Tanpa memperhatikan setting lingkungan, sarana yang memungkinkan pendidikan terjadi akan memperkuat tipe nilai- nilai budaya tertentu pada sipenerima pendidikan itu. Organisasi, perencanaan dan pelaksanaan dari rencana pelajaran merupakan bagian yang penting dari faktor sosialisasi Dayakisni dan Yuniardi, 2004. Di sekolah, sebagian besar hidup individu dihabiskan tidak dengan orang tua mereka. Proses sosialisasi yang awalnya terbentuk pada hubungan dengan orang tua berlanjut dengan teman sebaya dalam situasi bergaul, bekerjasama dan sekolah Matsumoto, 2004. Sekolah melembagakan nilai-nilai budaya dan merupakan kontributor perkembangan intelektual serta perkembangan sosial dan emosi individu. Dengan demikian, perkembangan sikap etnosentris pada individu dapat berbeda-beda tergantung dari internalisasi nilai-nilai budaya yang diajarkan dalam sistem pendidikan pada individu.

B. Etnis Tionghoa

1. Sejarah Etnis Tionghoa sampai ke Indonesia

Orang Cina yang pertama kali datang di Indonesia adalah seorang pendeta agama Buddha bernama Fa Hien. Ia singgah di Pulau Jawa pada tahun 413. Daerah yang pertama kali didatangi adalah Palembang. Pada masa itu Palembang merupakan pusat perdagangan kerajaan Sriwijaya Hidayat, 1977. 17 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI