Kebudayaan etnis Tionghoa Etnis Tionghoa

hidupnya dengan membuang diri kedalam sungai Nilo di provinsi Hunan, karena putus asa melihat negaranya dihancurkan oleh saudara Ciu. Upacara ini dilakukan setiap tanggal lima bulan lima tahun Imlek. 5 Ting Ciu, suatu perayaan pada tanggal lima belas bulan delapan tahun Imlek, yaitu pada musim gugur di negara Cina. 6 Tang Ce, perayaan pada tanggal pertengahan bulan sebelas tahun Imlek. e Bahasa Orang Tionghoa yang berada di Indonesia bukan berasal dari satu kelompok daerah di Cina, melainkan berasal dari beberapa suku yang berasal dari 2 provinsi yang ada di Cina yaitu Fukien dan Kwantung yang sangat terpencar-pencar daerahnya Koentjaraningrat, 2002. Setiap imigran Tionghoa yang datang ke Indonesia masing-masing membawa kebudayaan dari suku bangsanya sendiri-sendiri. Suku bangsa yang ada memiliki bahasanya masing-masing. Ada 4 bahasa Cina yang ada di Indonesia yaitu bahasa Mandarin, Hokkien, Teo-Chiu, Hakka dan Kanton. Setiap bahasa memiliki perbedaan sehingga pembicara dari bahasa yang satu tidak dapat mengerti bahasa dari pembicara yang lain Koentjaraningrat, 2002. Etnis Tionghoa di Indonesia saat ini sebagian besar tidak mampu secara aktif menggunakan bahasa Tionghoa. Kebanyakan dari etnis Tionghoa menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa daerah setempat. 26 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI f Mata pencaharian Sebagian besar etnis Tionghoa di Indonesia bermata pencaharian sebagai pedagang. Selain berdagang, orang-orang etnis Tionghoa juga membuka perusahaan ataupun toko sebagai lahan usaha. Namun, dalam perkembangannya tidak sedikit juga dari etnis Tionghoa yang bekerja sebagai orang kantoran, guru, dokter, petani, buruh serta pekerjaan professional lainnya Suryadinata, 1984. g Perkampungan atau tempat tinggal Sebagian besar orang Tionghoa di Indonesia tinggal di kota, biasanya perkampungan atau tempat tinggal orang Tionghoa merupakan deretan rumah yang berhadap-hadapan dan terletak di daerah pusat pertokoan Koentjaraningrat, 2002. Biasanya orang Tionghoa hidup terpisah dari penduduk asli Indonesia. Walaupun tinggal diantara penduduk asli, etnis Tionghoa tinggal didaerah-daerah tempat budaya “penduduk asli” tidak berkembang. Keinginan etnis Tionghoa sangat besar untuk berada dengan sesama kelompok etnisnya Suryadinata, 1984. Secara nyata dapat dilihat bahwa etnis Tionghoa di seluruh dunia memiliki perkampungan Cina yang dinamakan”Pecinan”. Perkampungan ini merupakan bentuk pelestarian budaya Tionghoa oleh para etnis Tionghoa.

3. Pengelompokan etnis Tionghoa

EtnisTionghoa yang ada di Indonesia sebenarnya tidak merupakan satu kelompok yang berasal dari suatu daerah di negara Cina, tetapi terdiri dari beberapa suku bangsa yang berasal dari dua provinsi yaitu Fukien dan Kwantung, yang sangat 27 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI terpencar daerah-daerahnya. Mereka berasal dari suku yang berbeda-beda ada yang berasal dari suku bangsa Hokkien, Teo-Chiu, Hakka dan Kanton Koentjaraningrat, 2002. Keberagaman suku bangsa etnis Tionghoa ini membuat bahasa Tionghoa sendiri yang ada di Indonesia menjadi beraneka ragam. Ada empat bahasa Tionghoa di Indonesia, yaitu bahasa Hokkien, Teo-Chiu, Hakka dan Kanton yang demikian besar perbedaannya, sehingga pembicara dari bahasa yang satu tak dapat mengerti pembicara yang lain Koentjaraningrat, 2002. Pengelompokan terhadap masyarakat Tionghoa di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar yaitu etnis Tionghoa asli atau biasa juga disebut sebagai etnis Tionghoa Totok dan etnis Tionghoa peranakan Tan, 1979 ; Skinner 1979. Berdasarkan kriteria orientasi budaya dan identifikasi sosialnya, kedua kelompok ini merupakan satu garis kontinum.

a. Etnis Tionghoa totok

Kaum Tionghoa totok atau asli merupakan pendatang baru yang tiba di Indonesia. Mereka datang ke Indonesia menjelang akhir abad ke-19 dan awal abad ke- 20. Hal ini terjadi sewaktu berlangsungnya pergolakan politik di negara Cina dan juga bersamaan dengan menaiknya permintaan akan tenaga manusia di negara-negara jajahan di Asia Tenggara Suryadinata, 1984. Mayoritas etnis Tionghoa totok bermata pencaharian di bidang perdagangan dan perusahaan yang mempunyai pola pemukiman terpisah dari penduduk asli disebut sebagai daerah Pecinan. Keyakinan agama mereka berasal dari Cina Selatan, dengan bersembahyang di kuil-kuil Cina, menjalankan pemujaan kepada nenek 28 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI moyang, beragama Buddha, Kung Fu-Tse dan Tao. Sistem perkawinan yang dianut adalah monogami Hidayat, 1977. Berbeda dengan keadaan sesudah perang etnis Tionghoa totok generasi ini banyak lahir di Indonesia. Awalnya etnis Tionghoa totok bersekolah di tempat yang berbahasa pengantar Cina, namun sejak tahun 1966 mereka hanya memperoleh pendidikan Indonesia karena semua sekolah Cina harus ditutup. Oleh karena itu orang-orang etnis Tionghoa asli hanya dapat berbicara bahasa Cina di rumah, dan memakai bahasa campuran Indonesia dan Cina di luar rumah Suryadinata, 1984. Orang-orang etnis Tionghoa totok masih banyak bermukim di daerah Kalimantan Barat, Sumatera Timur Bagan Siapiapi dan Kepulauan Riau. Kini di daerah tersebut perkampungan-perkampungan Tionghoa masih banyak yang wujudnya kurang lebih sama dengan desa-desa di provinsi Cina selatan. Walaupun banyak diantara etnis Tionghoa di Kalimantan Barat dan Sumatera Timur itu mungkin sudah banyak juga yang lahir di Indonesia, tetapi mereka masih akan disebut orang Tionghoa totok oleh orang Indonesia asli Koentjaraningrat, 2002. Dari segi sosial ekonomi etnis Tionghoa totok dikenal lebih hemat dan rajin, hal ini terlihat dari pekerjaan yang mereka lakukan. Mereka cenderung untuk bekerja sendiri. Mengenai pekerjaan, etnis Tionghoa totok lebih sukses dalam usaha perdagangan dan industri Hidayat, 1977. Sistem kekerabatan yang dianut oleh etnis Tionghoa totok adalah sistem patrilineal, yaitu sistem dimana yang memegang peranan penting dan kekuasaan dalam keluarga inti adalah ayah dan anak laki-laki Hidayat, 1977. Anak laki-laki dalam keluarga etnis Tionghoa akan menerima harta warisan yang paling banyak, sedangkan anak perempuan tidak mendapat harta warisan. 29 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

b. Tionghoa Peranakan

Etnis tionghoa peranakan adalah mereka yang lahir dari perkawinan campuran antara orang tionghoa dan Indonesia Koentjaraningrat, 2002. Orang tionghoa yang datang ke Indonesia sebagian besar adalah laki-laki. Mereka lalu menikah dengan wanita setempat Suryadinata, 1984. Dilihat dari sejarahnya, etnis Tionghoa peranakan kebanyakan berasal dari imigran suku Hokkien Cina Morse dalam Suryadinata, 1984. Penggunaan bahasa Cina mereka sudah tidak aktif lagi. Umumnya, mereka menggunakan bahasa Melayu- Cina sebagai bahasa percakapan, yaitu bahasa dengan struktur Melayu, tetapi memakai istilah-istilah suku Hokkien-Cina dan Belanda. Mata pencaharian etnik Tionghoa peranakan pada umumnya juga berdagang, sama halnya dengan etnis Tionghoa totok, walaupun mulai pada abad ke-20, banyak juga etnis Tionghoa peranakan yang bekerja di kantor, tetapi masih banyak juga yang masih berkecimpung dibidang perdagangan Suryadinata, 1984. Keyakinan agama etnik Tionghoa peranakan ini bermacam-macam, namun kebanyakan menganut pemujaan kepada nenek moyang semacam agama rakyat Cina yang telah bercampur dengan adat pribumi Indonesia. Hanya sejumlah kecil saja etnik Tionghoa peranakan yang menganut agama Islam, Kristen dan Katholik Suryadinata, 1984. Etnis Tionghoa peranakan banyak bermukim di daerah pulau Jawa yaitu daerah Jawa Timur dan Tengah. Rata-rata dari etnis Tionghoa peranakan ini sudah lupa akan bahasa asalnya. Mereka mengalami penurunan dalam penyesuaian kebudayaan dan bahkan dalam ciri-ciri fisiknya sudah menyerupai orang Indonesia Asli Koentjaraningrat, 2002. Berbeda dengan etnis Tionghoa Totok asli yang 30 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI