Pembentukan Sikap Etnosentris Etnosentrisme

1 materi yang yang diajarkan sekolah merefleksikan pilihan-pilihan yang secara apriori melalui anggapan yang dihargai oleh suatu budaya atau masyarakat tentang apa yang diyakini penting untuk dipelajari. 2 Setting lingkungan dimana pendidikan itu berjalan perlu untuk dipertimbangkan. Tanpa memperhatikan setting lingkungan, sarana yang memungkinkan pendidikan terjadi akan memperkuat tipe nilai- nilai budaya tertentu pada sipenerima pendidikan itu. Organisasi, perencanaan dan pelaksanaan dari rencana pelajaran merupakan bagian yang penting dari faktor sosialisasi Dayakisni dan Yuniardi, 2004. Di sekolah, sebagian besar hidup individu dihabiskan tidak dengan orang tua mereka. Proses sosialisasi yang awalnya terbentuk pada hubungan dengan orang tua berlanjut dengan teman sebaya dalam situasi bergaul, bekerjasama dan sekolah Matsumoto, 2004. Sekolah melembagakan nilai-nilai budaya dan merupakan kontributor perkembangan intelektual serta perkembangan sosial dan emosi individu. Dengan demikian, perkembangan sikap etnosentris pada individu dapat berbeda-beda tergantung dari internalisasi nilai-nilai budaya yang diajarkan dalam sistem pendidikan pada individu.

B. Etnis Tionghoa

1. Sejarah Etnis Tionghoa sampai ke Indonesia

Orang Cina yang pertama kali datang di Indonesia adalah seorang pendeta agama Buddha bernama Fa Hien. Ia singgah di Pulau Jawa pada tahun 413. Daerah yang pertama kali didatangi adalah Palembang. Pada masa itu Palembang merupakan pusat perdagangan kerajaan Sriwijaya Hidayat, 1977. 17 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Orang Cina yang merantau saat itu kemudian menetap secara tersebar di daerah-daerah yang merupakan tempat penting dalam perdagangan di Indonesia. Objek perdagangan pada masa itu adalah beras, lada dan gula Hidayat, 1977. Belanda dan bangsa-bangsa Barat lainnya seperti Inggris dan Portugis masuk ke Indonesia dan melakukan penjajahan politik dan ekonomi. Pemerintah Hindia Belanda berusaha meningkatkan perdagangan antar pulau dan mulailah terjadi perdagangan besar-besaran antar pulau di seluruh Indonesia oleh VOC. Berhubung orang Cina umumnya merantau sebagai pedagang maka kesempatan ini digunakan oleh orang Cina untuk migrasi secara besar-besaran ke indonesia. Pada abad ke-19 dengan berkembangnya perdagangan antar pulau, kedatangan para migran asal Cina ini makin besar, bahkan bila semula yang datang hanya laki- laki sehingga menyebabkan sering terjadinya perkawinan dengan penduduk Pribumi, maka sekarang mereka datang berbondong-bondong membawa anak isteri dan membentuk perkampungan sendiri yang umumnya terdiri dari penduduk dari ras Cina peCinan. Kedatangan rombongan orang Cina ini lebih-lebih terjadi dengan pembukaan perkebunan-perkebunan yang luas di Sumatera oleh pemerintah Hindia Belanda. Banyak orang Cina yang terdiri dari kaum buruh, hijrah ke Indonesia dan bermukim di sepanjang pantai Timur Sumatera, pulau Bangka dan Belitung. Pengelompokan penduduk ras tertentu secara demikian menghasilkan kelompok-kelompok ras Cina yang hidup secara eksklusif dan menyuburkan tradisi budaya pre mordial Cina. Ini menghalangi proses asimilasi selanjutnya. Situasi eksklusivisme CinaTionghoa bukan hanya terjadi secara alamiah, sebab pemerintah Cina demi alasan ekonomi ikut mendorong pelestarian budaya Cina dimana masyarakat Cina yang merantau dapat membantu pemerintah Cina dalam hal 18 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ekonomi. Situasi ini bertambah parah lagi karena pemerintah kolonial ikut pula melestarikan budaya eksklusif ini dengan politik adu-dombanya. Pemerintah kolonial menginginkan agar orang Cina tidak terlalu dekat dengan orang Pribumi sehingga orang Cina tidak menjadi pesaing bagi pemerintah kolonial tetapi dapat dijadikan pelaku dagang yang menguntungkan Belanda . Potensi dagang orang Cina mengkhawatirkan pemerintahan kolonial Belanda yang berada di Indonesia. Bila orang-orang Cina yang sangat berbakat dagang itu bersatu dengan orang-orang Pribumi maka kedudukan pemerintah kolonial pasti terancam. Itulah sebabnya oleh Belanda orang-orang Cina diadu dan dijadikan perisai dalam menghadapi orang-orang Pribumi khususnya dalam hal perdagangan. Tuduhan eksklusivisme orang Cina menebal dengan adanya kerinduan sebagian besar orang Cina untuk mencari uang sebanyak-banyaknya di tanah seberang dan mengirimkan kepada keluarga mereka di Cina. Memasuki abad ke-XX dimana-mana timbul kesadaran nasionalisme, baik di Cina maupun Indonesia. Situasi ini dihadapi oleh pemerintah Belanda dengan mempertajam politik adu-dombanya, lebih-lebih jumlah orang Cina di Indonesia pada awal abad itu sudah mencapai lebih dari satu juta jiwa. Orang Cina memang merupakan dilema bagi orang Belanda. Disatu pihak mereka merupakan pesaing dagang, di pihak lain mereka diperlukan sebagai perantara bahkan perisai untuk menghadapi orang Pribumi Koentjaraningrat, 2002. Banyak orang Cina dijadikan sebagai penarik pajak dari orang Pribumi dan banyak diantaranya menggunakan tugas itu untuk keuntungan diri sendiri pula. Itulah sebabnya kemudian orang Cina dianggap warga negara kelas-2 oleh Belanda, dan Belanda menganggap dirinya sebagai warga negara kelas-1 bersama orang Barat 19 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI lainnya. Ini untuk menghadapi orang Pribumi yang dianggap sebagai warga negara kelas-3 Herlianto, 2001. Sekalipun demikian banyak orang Cina yang memang pada dasarnya adalah pedagang bebas tidak mau begitu saja direndahkan sekedar menjadi pedagang perantara. Banyak diantaranya kemudian menjadi penyelundup dan berdagang langsung dengan penduduk Pribumi. Makin besarnya jumlah orang Cina, membuat kesadaran nasionalisme pada orang-orang Cina meningkat, hal ini dapat dilihat dengan didirikannya sekolah- sekolah Cina di Indonesia. Perkembangan tersebut membuat orang Cina lebih senang menyebut diri mereka sebagai Tionghoa untuk mengaitkan diri dengan tanah leluhur Tiongkok. Pemerintah Hindia Belanda juga mendirikan sekolah-sekolah eksklusif yang dinamakan Holandse Chinese School dengan status subsidi pada tahun 1908 yang dibedakan dengan Holandse Indische School untuk orang-orang Pribumi. Sekolah CinaTionghoa memiliki kurikulum yang disamakan dengan sekolah-sekolah Belanda dan dengan bahasa pengantar Belanda. Pada tahun 1917 pemerintah Belanda menyamakan hukum orang Cina dengan Belanda dan meninggikan status orang Cina daripada Pribumi. Sejak itu orang Cina mendapat tiga kursi wakil dalam Volksraad DPR Herlianto, 2001. Kedekatan orang Cina dengan Belanda juga dipicu oleh banyaknya orang- orang Cina yang kemudian masuk agama Kristen dan Katolik yang sama dengan agama orang-orang Belanda. Pada tahun 1920 orang-orang Cina yang berpendidikan Belanda mendirikan organisasi Chung Hua Hui yang mendapat perwakilan di Volksraad pada tahun 1939. Pada tahun 1940 banyak orang Cina belajar ke negeri Belanda sehingga menambah jumlah golongan orang Cina yang berorientasi ke 20 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI