Balanced Scorecard Pendekatan balanced scorecard sebagai alat penilaian kinerja perusahaan jasa : studi kasus pada PO. Bimo Kadisono, Berbah, Sleman, Yogyakarta telp [0274] 7470643, 7497075.

daya yang digunakan untuk melaksanakan wewenang dan konsumsi sumber daya ini harus dipertanggungjawabkan kepada menajemen puncak dalam pengukuran kinerja. Hasil pengukuran kinerja tersebut dapat digunakan oleh manajemen puncak untuk memperoleh umpan balik mengenai pelaksanaan wewenang dan penggunaan sumber daya yang dilakukan oleh manajer bawah. e. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan. Penghargaan dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu penghargaan intrinsik dan penghargaan ekstrinsik. Penghargaan intrinsik berupa rasa puas diri yang diperoleh seseorang karena telah berhasil melaksanakan kerjanya dengan baik dan telah mencapai sasaran tertentu. Penghargaan ekstrinsik terdiri dari kompensasi yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawannya. Dari kelima manfaat penilaian kinerja tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya keberadaan penilaian kinerja memberikan manfaat bagi perusahaan untuk pengambilan keputusan mengenai Sumber Daya Manusia SDM.

C. Balanced Scorecard

1. Definisi Balanced Scorecard Beberapa definisi Balanced Scorecard adalah sebagai berikut: Menurut Chang and Chow 1993:396, dalam Sulistiyowati 2001:4: The Balanced Scorecard is an integrated set of performance measures comparising both current performance indicatory and drivers of future performance and financial as well as non financial measures. Bahwa Balanced Scorecard merupakan satu kesatuan ukuran hasil yang membandingkan indikator kinerja dan pengendali kinerja yang diukur dari keuangan dan non keuangan. Menurut Kaplan and Norton 1996:24: “The Balanced Scorecard provides executives with a comprehensive framework that translates a company’s vision and strategy into a coherent set of performance measures.“ Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa Balanced Scorecard menyediakan suatu kerangka komprehensif yang menerjemahkan visi dan strategi perusahaan ke dalam seperangkat pengukuran kinerja. Lebih lanjut Kaplan dan Norton 1996:25, mengemukakan bahwa: “The Balanced Scorecard translates mission and strategy into objectives and measures, organized into four different perspectives:financial, customer, internal business process, and learning and growth.” Pernyataan di atas menjelaskan bahwa Balanced Scorecard menerjemahkan misi dan strategi perusahaan ke dalam tujuan-tujuan dan pengukuran-pengukuran yang ditinjau dari empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Sementara menurut Anthony, Banker, Kaplan dan Young 1997:27 dalam Sulistiyowati 2001:2, definisi Balanced Scorecard adalah: “a measurement and management system that views a business unit’s performance from four perspectives: financial, customer, internal business process and learning and growth.” Balanced Scorecard adalah suatu pengukuran dan sistem yang mengandung hasil suatu usaha berdasarkan empat perspektif yaitu: keuangan, konsumen, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Karenanya, Balanced Scorecard merupakan suatu sistem manajemen, pengukuran dan pengembangan yang secara cepat, tepat dan komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajer tentang performance bisnis Yuwono, Sukarno, dan Ichsan, 2002:8. Tujuan dan ukuran dalam Balanced Scorecard lebih dari sekedar sekumpulan ukuran kinerja finansial dan non finansial khusus. Semua tujuan dan ukuran ini diturunkan dari suatu proses atas ke bawah top- down yang digerakkan oleh misi dan strategi perusahaan. 2. Aspek-aspek yang diukur dalam Balanced Scorecard Balanced Scorecard menggabungkan dua aspek penting dalam proses bisnis yaitu keuangan dan non keuangan. Dari dua aspek ini dikembangkan menjadi empat perspektif yang satu sama lain memiliki arti penting yang sama. Konsep pengukuran terhadap empat perspektif tersebut menurut Kaplan dan Norton 2000:41-127 adalah : a. Perspektif Keuangan Perspektif keuangan mengukur kinerja perusahaan dalam memperoleh laba dan nilai pasar. Ukuran keuangan biasanya diwujudkan dalam profitabilitas, pertumbuhan dan nilai bagi pemegang saham. Menurut Kaplan dan Norton 2000:42-43, pada saat organisasi atau perusahaan melakukan pengukuran secara finansial, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah mendeteksi keberadaan industri yang dimilikinya. Kaplan menggolongkan tiga tahap perkembangan industri yaitu: 1 Tahap bertumbuh growth Tahap bertumbuh adalah tahap awal dari siklus hidup perusahaan. Dalam tahap ini perusahaan menghasilkan produk dan jasa yang memiliki nilai potensi dan prospek yang cukup baik untuk berkembang, oleh karena itu perusahaan tersebut mengerahkan segala sumber daya yang ada untuk mendukung produk-produk mereka diantaranya membangun dan memperluas barbagai fasilitas produksi, jaringan distribusi serta prasarana. Investasi yang ditanamkan pada tahap ini sangat tinggi, sehingga tolok ukur yang digunakan adalah tingkat pertumbuhan pendapatan atau penjualan dalam pasar yang telah ditargetkan. 2 Tahap bertahan sustain Tahap bertahan adalah tahap dimana perusahaan masih melakukan investasi dan investasi ulang yang diharapkan mampu menghasilkan tingkat pengembalian yang terbaik. Kebanyakan perusahaan dalam tahap ini perhatiannya terpusat pada bagaimana mempertahankan pangsa pasar yang mereka miliki agar dapat terus meraih laba. Investasi yang dilakukan lebih ditujukan untuk mengatasi berbagai kemacetan, perluasan kapasitas dan penyempurnaan proses produksi. Tolok ukur yang digunakan diantaranya besarnya laba operasi, besarnya laba kotor dan tingkat pengembalian ROI, Return on Capital Employed ROCE dan Economic Value Added EVA. 3 Tahap menuai harvest Tahap menuai adalah suatu tahap dimana perusahaan melakukan penuaian terhadap terhadap investasi mereka. Perusahaan tidak lagi melakukan investasi dalam skala besar kecuali biaya-biaya pemeliharaan dan perbaikan fasilitas, tidak untuk ekspansi atau membangun kemampuan baru. Perusahaan dalam tahap ini telah mencapai titik jenuh dalam menghasilkan produk. Pada situasi demikian investasi dalam jumlah besar sudah tidak diperlukan lagi, yang menjadi titik perhatian adalah bagaimana caranya meningkatkan pendayagunaan harta perusahaan. Tolok ukur keuangan yang digunakan adalah besarnya arus kas masuk dari kegiatan operasi perusahaan dan tingkat penurunan modal kerja. b. Perspektif Pelanggan Customer Pelanggan adalah sumber keuangan bagi sebuah perusahaan dalam mencapai tujuan finansial. Perspektif ini penting mengingat adanya keterkaitan dengan kepuasan pelanggan. Menurut Yuwono,dkk 2003:33-35, tolok ukur konsumen dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok yang pertama disebut pengukuran inti konsumen customer core measurement dan kelompok kedua disebut proposisi nilai pelanggan customer value proposition. Pada kelompok pertama dalam pengukuran inti konsumen customer core measurement dapat dilakukan dengan pengukuran lima aspek utama yaitu : 1 Pangsa pasar market share Mengukur seberapa besar proporsi segmen pasar tertentu dari keseluruhan pasar yang ada yang dikuasai oleh perusahaan atau organisasi seperti: jumlah pelanggan, jumlah penjualan, dan volume unit penjualan. 2 Retensi pelanggan customer retention Mengukur kemampuan unit bisnis untuk mempertahankan hubungan dengan pelanngan yang ada untuk mempertahankan loyalitas pelanggan perusahaan selalu bersih, memelihara hubungan yang sudah baik. Pengukuran ini dapat dilakukan dengan mengetahui besarnya persentase pertumbuhan bisnis dengan jumlah pelanggan yang saat ini dimiliki oleh perusahaan atau organisasi. 3 Akuisisi pelanggan customer acquisition Mengukur tingkat kemampuan perusahaan dalam menarik pelanggan baru, melakukan strategi promosional yang meliputi: pengiklanan antara lain melalui brosur-brosur, spanduk-spanduk, dan sebagainya. 4 Kepuasan pelanggan customer satisfaction Merupakan ukuran-ukuran untuk tingkat kepuasan pelanggan atas konsumsi terhadap produk perusahaan. Pelayanan yang bermutu merupakan hal yang sangat ditekankan perusahaan dalam menawarkan produknya agar pelanggan puas. Kepuasan pelanggan dapat diukur dengan menghitung indeks kepuasan pelanggan yang dikembangkan sendiri oleh perusahaan. Perusahan harus mampu memberikan kepuasan lebih dari apa yang diharapkan pelanggan, hal ini akan mempermudah dalam pencapaian tujuan finansial yang telah ditetapkan. 5 Profitabilitas pelanggan customer profitability Merupakan suatu tingkat laba bersih yang diperoleh perusahaan dari seorang pelanggan segmen pasar yang dilayani setelah dikurangi dengan biaya yang khusus diperlukan untuk mendukung pelanggan tersebut.. Dalam pengukuran terhadap customer profitability dapat dilakukan dengan Activity Based Costing ABC. Pada kelompok kedua adalah proposisi nilai pelanggan customer value proposition yang merupakan pengukuran yang dilakukan pada atribut yang memicu kerja inti. Menurut Yuwono, dkk 2003:33-35, atribut ini dibagi dalam tiga kategori yaitu : a Atribut produk atau jasa productservice attribute Atribut produk atau jasa meliputi fungsi dari produk atau jasa, harga dan kualitas. Pelanggan memiliki pandangan yang berbeda- beda terhadap produk atau jasa yang ditawarkan. Ada yang mengutamakan fungsi dari produk, kualitas, atau harga yang murah. b Hubungan pelanggan customer relationship Menyangkut perasaan pelanggan terhadap proses pembelian. Perasaan konsumen dapat dipengaruhi oleh tingkat responsivitas dan komitmen perusahaan terhadap pelanggan. Tolok ukur yang dapat digunakan antara lain: ketersediaan produk maupun jasa yang diinginkan pelanggan, penampilan fisik dan mutu layanan yang diberikan serta penampilan fisik fasilitas penjualannya kebersihan, keamanan, kenyamanan, keserasian dekorasi, dan sebagainya c Citra atau reputasi image and reputation Menggambarkan faktor-faktor intangible yang menarik seorang konsumen untuk berhubungan dengan perusahaan. Membangun image dan reputasi dapat dilakukan melalui iklan dan menjaga kualitas seperti yang dijanjikan. c. Perspektif Proses Bisnis Internal Dalam perspektif ini perusahaan melakukan pengukuran terhadap semua aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan baik manajer maupun karyawan untuk menciptakan suatu produk yang dapat memberikan kepuasan bagi konsumen dan para pemegang saham. Kinerja perusahaan diukur dari bagaimana perusahaan dapat menghasilkan produk atau jasa secara efektif dan efisien. Menurut Kaplan dan Norton 2000:83-92, dalam perspektif ini perusahaan berfokus pada tiga proses bisnis utama, yaitu : 1. Proses Inovasi Pada tahap ini perusahaan mengidentifikasi keinginan dan kebutuhan para pelanggan baik para pelanggan yang sekarang dimiliki maupun para pelanggan potensial dimasa kini dan masa mendatang serta menciptakan produk atau jasa untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan tersebut. Tolok ukur yang dipakai dalam tahap ini antara lain: kapabilitas proses produksi, waktu yang diperlukan untuk menjual produk berikutnya, persentase penjualan produk baru dan sebagainya. 2. Proses Operasi Merupakan penyampaian produk atau jasa yang ada saat ini. Pada proses operasi lebih menitikberatkan pada penyampaian produk dan jasa kepada pelanggan yang ada secara efisien, konsisten, dan tepat waktu. Tolok ukur yang dipakai perusahaan dalam proses ini adalah lama siklus, mutu, biaya proses operasi dan sebagainya. 3. Proses pelayanan purna jual Merupakan aktivitas penciptaan nilai pada pelanggan atas penggunaan produk atau jasa perusahaan yang telah ditawarkan. Untuk memaksimalkan nilai yang diterima pelanggan, perusahaan tetap memperhatikan kualitas pelayanannya meskipun pelanggan sudah tidak mengkonsumsi produk dengan memberikan fasilitas layanan purna jual. Dalam pengukuran layanan ini perusahaan dapat menggunakan tolok ukur persentase komplain tak terselesaikan. Ini harus disiapkan dan diarahkan untuk mencapai tujuan sehubungan dengan perspektif pelanggan yang telah ditetapkan. Pelanggan akan merasa puas jika mereka mendapatkan produk yang menghasilkan nilai bagi mereka. d. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran Tujuan di dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah menyediakan infrastruktur yang memungkinkan tujuan ambisius dalam tiga perspektif lainnya dapat dicapai. Perspektif ini merupakan faktor pendorong dihasilkannya kinerja yang istimewa dalam tiga perspektif scorecard yang pertama. Perusahaan harus melakukan investasi dalam infrastruktur yaitu para pekerja dan sistem atau prosedur jika ingin mencapai tujuan pertumbuhan keuangan jangka panjang. Dalam perspektif ini menurut Kaplan dan Norton 2000:110-124 terdapat tiga dimensi penting yang harus diperhatikan untuk melakukan pengukuran, yaitu: 1. Kemampuan karyawan Perusahaan harus mempertahankan kinerja dan melakukan perbaikan secara terus menerus. Perbaikan dapat dicapai apabila perusahaan melibatkan karyawan secara langsung terkait dalam proses bisnis internal. Pengukuran terhadap kemampuan karyawan dilakukan atas tiga hal pokok yaitu pengukuran terhadap kepuasan karyawan, pengukuran terhadap perputaran karyawan dalam perusahaan, dan pengukuran terhadap produktivitas karyawan. a Kepuasan karyawan Merupakan pemicu bagi ukuran retensi dan produktivitas karyawan karena karyawan yang puas akan menyebabkan karyawan yang loyal terhadap perusahaan dan memacu karyawan untuk lebih produktif dalam bekerja. Elemen-elemen yang menentukan tingkat kepuasan karyawan menurut Kaplan dan Norton 1996:130 adalah keterlibatan karyawan dalam proses pengambilan keputusan, penghargaan terhadap pencapaian kinerja yang baik, kemudahan memperoleh informasi untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik. b Retensi karyawan Retensi karyawan adalah kemampuan perusahaan untuk mempertahankan karyawan untuk terus berada dalam perusahaan. Sumber daya berkualitas merupakan asset bagi perusahaan karena mereka merupakan penentu keberhasilan dan penggerak jalannya usaha perusahaan. Untuk mengukur retensi karyawan, perusahaan dapat melihat seberapa besar perputaran karyawannya. c Produktivitas karyawan Produktivitas karyawan adalah suatu ukuran hasil. Tujuannya adalah membandingkan keluaran yang dihasilkan oleh para karyawan dengan jumlah karyawan. Secara sederhana dapat diukur dengan rasio pendapatan per karyawan revenue per employee. 2. Kapabilitas sistem informasi Peningkatan kualitas karyawan dan produktivitas karyawan juga dipengaruhi oleh akses terhadap sistem informasi yang dimiliki oleh perusahaan. Semakin mudah informasi diperoleh maka karyawan akan memiliki kinerja yang yang semakin baik. Tolok ukur yang dapat digunakan adalah tingkat ketersediaan informasi yang dibutuhkan dan jangka waktu untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan. 3. Motivasi, pemberdayaan dan keselarasan Meskipun pekerja yang terampil dilengkapi dengan akses informasi yang luas, tidak akan memberi kontribusi pada keberhasilan perusahaan jika mereka tidak termotivasi untuk bertindak demi kepentingan perusahaan, atau jika mereka tidak diberikan kebebasan membuat keputusan dan mengambil tindakan. Tujuan faktor ke tiga ini adalah memberikan fokus pada iklim perusahaan agar mendorong timbulnya motivasi dan inisiatif pekerja. Pengukuran terhadap motivasi karyawan dapat dilakukan melalui beberapa dimensi yaitu : 1. Pengukuran terhadap saran yang diberikan kepada perusahaan dan di implementasikan yang dilakukan melalui pengukuran berapa jumlah saran yang disampaikan oleh masing-masing karyawan kepada perusahaan terutama pengukuran terhadap saran-saran yang mendukung peningkatan kualitas dan penigkatan income perusahan. 2. Pengukuran atas perbaikan dan peningkatan kinerja karyawan Pengukuran dapat dilakukan dengan mendeteksi seberapa besar biaya yang terbuang akibat adanya keterlambatan pengiriman, jumlah produk yang rusak, bahan sisa dan kehadiran karyawan. 3. Pengukuran terhadap keterbatasan indivudu dalam organisasi Terdiri dari dua hal yaitu pengukuran terhadap keseluruhan prosedur yang berlaku dalam perusahaan dalam rangka peningkatan kinerja dan pengukuran terhadap kinerja tim. 3. Keunggulan Balanced Scorecard Balanced Scorecard memiliki keunggulan yang menjadikan manajemen strategik sekarang berbeda secara signifikan dengan sistem manajemen strategik tradisional. Menurut Mulyadi 2000:11-15, ada empat keunggulan Balanced Scorecard, yaitu: a. Komprehensif Balanced Scorecard menekankan pengukuran kinerja tidak hanya pada aspek kuantitatif saja tetapi juga aspek kualitatif. Perluasan perspektif rencana strategi ke perspektif non keuangan tersebut menghasilkan manfaat sebagai berikut : 1 Menyajikan kinerja keuangan yang berlipat ganda dan berjangka panjang 2 Memampukan karyawan untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks b. Koheren Kekoherenan berarti dibangunnya hubungan sebab akibat atau causal relationship. Setiap sasaran strategik yang dipilih dalam perspektif keuangan diarahkan untuk mewujudkan sasaran strategik non keuangan lain atau secara langsung diartikan untuk mewujudkan sasaran strategik di perspektif keuangan. Dengan demikian kekoherenan sasaran strategik menjanjikan pelipatgandaan kinerja keuangan yang sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompetitif. c. Seimbang Keseimbangan sasaran startegik yang dirumuskan dalam perencanaan strategik diarahkan pada perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan. Apabila keempat perspektif tersebut tidak seimbang maka akan mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuangan dalam jangka panjang. Keseimbangan yang perlu diusahakan dalam menetapkan sasaran-sasaran strategik pada keempat perspektif dapat dilihat pada gambar berikut: Process-Centric Internal Focus External Focus People-Centric Gambar 2.1 Keseimbangan Sasaran-Sasaran Strategik yang Ditetapkan dalam Perencanaan Strategik d. Terukur Sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik akan ditentukan ukurannya, baik untuk sasaran strategik di perspektif keuangan maupun non keuangan. Balanced Scorecard mengukur sasaran-sasaran yang sulit untuk diukur agar dapat dikelola sehingga dapat diwujudkan. Dengan demikian keterukuran sasaran strategik di ketiga perspektif tersebut menjanjikan perwujudan berbagai sasaran Human capital, Information Capital, and Orgaization Capital Customer Value Productive and Cost Effective Process Long-term Shareholder Value strategi keuangan, sehingga kinerja keuangan dapat berlipatganda dan berkesinambungan. 4. Kelemahan Balanced Scorecard Menurut Abdul Halim 2000:217 masalah-masalah yang dapat mengurangi manfaat dari Balanced Scorecard adalah: a. Kurangnya hubungan antara ukuran dan hasil non keuangan. Tidak bisa dijamin bahwa tingkat keuntungan masa depan akan mengikuti pencapaian target setiap bidang non keuangan. Hal ini merupakan masalah besar pada Balanced Scorecard karena adanya asumsi bahwa tingkat keuntungan masa depan akan berasal dari pencapaian ukuran- ukuran Balanced Scorecard. Menentukan hubungan sebab akibat dari berbagai ukuran lebih mudah diucapkan daripada dilaksanakan. b. Fixation on financial results. Pencapaian ukuran keuangan sering tidak dikaitkan dengan program insentif sehimgga tekanan dari pemegang saham maupun dewan direksi akan berpengaruh pada pencapaian target. c. Tidak adanya mekanisme perbaikan. Perusahaan sering tidak memiliki mekanisme perbaikan jika ukuran-ukuran hasil tidak ada. d. Ukuran-ukurannya tidak diperbaharui. Banyak perusahaan tidak memiliki mekanisme formal untuk memperbaharui ukuran-ukuran agar segaris dengan perubahan strategi. Hal ini menghasilkan perusahaan melaksanakan ukuran berdasarkan strategi sebelumnya. e. Pengukuran terlalu berlebihan. Berapa kali ukuran kritis dapat dilakukan pada manajer tanpa kehilangan fokus. f. Kesulitan dalam menentukan trade-off. 5. Penerapan Balanced Scorecard Menurut Abdul Halim 2000:215, penerapan Balanced Scorecard dapat dirangkum dalam empat langkah, yaitu: a. Menentukan strategi Balanced Scorecard membuat suatu jaringan antara strategi dan tindakan operasional sehingga memerlukan proses penentuan strategi organisasi. Pada tahap ini harus dipahami tujuan organisasi yang dijelaskan secara eksplisit dan target yang ingin dicapai telah dikembangkan. b. Menentukan ukuran strategi Pada tahap ini dikembangkan ukuran-ukuran dalam mendukung strategi yang telah ditetapkan. Organisasi harus fokus pada ukuran- ukuran penting dari strategi dan perlu mengetahui ukuran-ukuran individual dengan yang lain sebagai hubungan sebab akibat. Ukuran- ukuran tersebut kemudian disatukan kedalam sistem manajemen. Balanced Scorecard harus disatukan dengan struktur formal dan informal organisasi, budaya, dan praktik-praktik sumber dayanya. c. Menelaah ukuran dan hasil Jika Balanced Scorecard berjalan, maka secara konsisten harus ditelaah oleh manajemen puncak. Aspek penting dari telaah ini adalah: 1 Telaah memberitahukan manajemen apakah strategi telah diterapkan. 2 Telaah menunjukkan bahwa manajemen serius terhadap ukuran- ukuran yang ada 3 Telaah tetap menggariskan ukuran terhadap strategi yang berubah 4 Telaah memperbaiki pengukuran. Sementara menurut Mattson 1992:2, dalam Ciptani 2000:33 menyebutkan bahwa ada empat langkah utama yang harus ditempuh oleh perusahaan apabila akan menerapkan konsep Balanced Scorecard, yaitu: a. Memperoleh kesempatan dan komitmen antara pihak manajemen puncak perusahaan. b. Mendesain sebuah model kerangka Balanced Scorecard, yang memungkinkan perusahaan untuk menentukan beberapa faktor penentu seperti tujuan strategik, perspektif bisnis, indikator-indikator kunci penilaian kinerja. c. Mengembangkan suatu program pendekatan yang paling tepat digunakan oleh perusahaan sehingga Balanced Scorecard menjadi bagian dari kultur organisasi yang bersangkutan. Konsep Balanced Scorecard yang dikembangkan dapat dijadikan sebagai salah satu pengendali jika terjadi perubahan kultur dalam perusahaan. Dengan kata lain perusahaan harus memperhitungkan apakah penerapan Balanced Scorecard akan mengakibatkan perubahan yang cukup besar dalam organisasi. d. Aspek penggunaan teknologi. Banyak perusahaan sudah mulai menggunakan software komputer untuk menentukan elemen-elemen scorecard dan mengotomatisasikan pendistribusian data ke dalam scorecard. Data-data scorecard yang berwujud angka-angka pengukuran tersebut, akan direview dari periode ke periode secara terus-menerus. 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian