Sorbitol sangat tidak larut dalam pelarut organik. Sorbitol bersifat inert, tidak mengiritasi kulit, dan dapat bercampur dengan bahan tambahan
lainnya Loden, 2001. Range konsentrasi sorbitol sebagai humektan yaitu 0,5
–15 . Sifat higroskopis sorbitol lebih rendah dari gliserol Barel, Paye, and Maibach, 2009. Viskositas s
orbitol pada 25˚C adalah 190cP Smith and Hong, 2003.
3. Trietanolamin TEA
Trietanolamin yang memiliki nama kimia 2,2‟,2”-nitrilotrietanol merupakan cairan kental jernih, tidak berwarna sampai kuning muda, berbau
amonia, dan dapat bercampur dengan air dan etanol. Trietanolamin adalah campuran basa yang terdiri dari sebagian besar trietanolamin, dietanolamin,
dan monoetanolamin Depkes RI, 1995. Titik leleh trietanolamin adalah 20- 21˚C dan pH 10,5 Rowe et al, 2009.
Penambahan trietanolamin pada karbopol akan membentuk garam yang tak terion pada pH sekitar 3. Pada pH ini, polimer sangat fleksibel
sehingga akan menggeser kesetimbangan ionik membentuk garam yang larut. Akibatnya, ion tolak menolak dari gugus karboksilat dan polimer menjadi
kaku dan rigid sehingga akan meningkatkan viskositas Osbone, 1990.
4. Natrium metabisulfit
Natrium metabisulfit merupakan serbuk hablur putih kekuningan, berbau balerang dioksida, mudah larut dalam air dan gliserin, sukar larut etanol Depkes
RI, 1995. Natrium metabisulfit digunakan sebagai antioksidan dan pengawet antimikroba Rowe et al, 2009.
5. Aquadest
Aquadest merupakan air yang dimurnikan yang diperoleh melalui destilasi, osmosis balik, atau proses lain yang sesuai. Dibuat dari air yang
memenuhi persyaratan minum. Tidak mengandung zat tambahan lain. Aquadest merupakan cairan jernih, tidak berwarna, dan tidak berbau Depkes
RI, 1995. E.
Desain Faktorial
Desain faktorial merupakan aplikasi sistem regresi yang membandingkan antara respon dengan variabel bebas. Dalam desain faktorial dapat dilihat
hubungan antara variabel bebas yang digunakan untuk menentukan efek dari beberapa faktor dan interaksinya yang berpengaruh secara signifikan. Faktor dan
level faktor yang akan diteliti, serta respon yang akan diukur pada desain faktorial harus diketahui dan didapatkan Kurniawan dan Sulaiman, 2009. Desain faktorial
dua level berarti ada dua faktor misal A dan B yang masing-masing faktor diuji pada dua level yang berbeda, yaitu level rendah dan level tinggi Bolton, 2005.
Notasi dalam faktorial desain yang sering dipakai adalah dua level level tinggi dan level rendah. Faktor yang berada di level tinggi dilambangkan dengan
„+‟, sedangkan yang berada di level rendah dilambangkan dengan „-„. Hal ini penting untuk penentuan interaksi antar faktor Armstrong and James, 1996.
Tabel I. Desain faktorial dengan dua faktor dan dua level Percobaan
Faktor A Faktor B
Interaksi
1 a
b
ab
- +
- +
- -
+ +
+ -
- +
Keterangan : +
: level tinggi -
: level rendah Faktor A dan B : faktor A karbopol dan faktor B sorbitol
Formula 1 : formula dengan level rendah karbopol dan sorbitol
Formula a : formula dengan level tinggi karbopol dan level rendah
sorbitol Formula b
: formula dengan level rendah karbopol dan level tinggi sorbitol
Formula ab : formula dengan level tinggi karbopol dan sorbitol
Kurniawan dan Sulaiman, 2009.
Secara umum, persamaan yang digunakan dalam desain faktorial yaitu: Y = b
+ b
1
X
A
+ b
2
X
B
+ b
12
X
A
X
B
...............................................................1 Keterangan:
Y = respon yang diamati X
A
, X
B
= level faktor A dan faktor B B
, b
1
, b
2
= koefisien, didapat hasil percobaan Bolton, 2005.
F. Escherichia coli