produk, mikroorganisme,
getaran, inkompatibilitas
fisik, dan
inkompatibilitas kimia National Health Surveilance, 2005. Semakin lama waktu penyimpanan suatu sediaan maka sediaan
tersebut dapat mengalami perubahan organoleptis, perubahan fisika- kimia, mikrobiologi, dan toksisitas. Suhu yang tinggi dapat mempercepat
reaksi fisika dan kimia yang akan menghasilkan perubahan pada komponen, viskositas, dan organoleptis. Sedangkan suhu rendah dapat
mempercepat reaksi fisika seperti kekeruhan, presipitasi, dan kristalisasi. Permasalahan yang ditimbulkan oleh suhu sangat tinggi atau rendah
dapat berasal berasal dari proses pembuatan, penyimpanan, atau distribusi produk yang tidak sesuai. Sediaan yang sensitif dan tidak stabil
terhadap cahaya
sebaiknya dihindarkan
dari cahaya
dengan menggunakan wadah kedap cahaya dan ditambah antioksidan pada
formulasinya untuk memperlambat proses oksidasi National Health Surveilance, 2005.
C. Minyak Daun Sirih
Minyak atsiri merupakan minyak yang menimbulkan bau, menguap pada suhu kamar dan didapatkan pada berbagai bagian tumbuhan. Minyak atsiri dapat
diperoleh dengan cara destilasi. Destilasi adalah cara mendidihkan bahan baku yang dimasukkan ke dalam ketel hingga terdapat uap yang diperlukan atau dengan
cara mengalirkan uap jenuh dari ketel pendidih air ke dalam ketel penyulingan Agusta, 2000.
Salah satu tanaman yang menghasilkan minyak atsiri adalah daun sirih. Daun sirih mengandung 1-4,2 minyak atsiri. Minyak atsiri daun sirih terdiri
senyawa kavikol, kavibetol, estragol, eugenol, metileugenol, karbakrol, terpen, seskuiterpen, fenilpropan, dan tannin Moeljanto and Mulyono, 2003. Minyak
atsiri dari daun sirih mengandung 30 fenol dan beberapa derivatnya termasuk kavikol. Persenyawaan fenol ini diketahui memiliki aktivitas antibakteri dan
minyak atsiri dari daun sirih juga dapat digunakan sebagai antijamur dan antioksidan Depkes RI, 2000. Kavikol memiliki daya bunuh bakteri lima kali
lebih besar dari fenol Sastrohamidjojo, 2004. Minyak atsiri daun sirih hijau mengandung fenol dan senyawa
turunannya. Salah satu senyawa turunannya adalah kavikol yang memiliki aktivitas bakterisida. Senyawa fenol berinteraksi dengan dinding sel
mikroorganisme akan terjadi perubahan struktur protein pada dinding sel bakteri dan meningkatkan permeabilitas sel sehingga pertumbuhan sel terhambat dan
menjadi rusak Moeljanto and Mulyono, 2003.
D. Monografi Bahan-Bahan
1. Karbopol 940
Karbopol atau carbomer gambar 1 adalah polimer sintetik asam akrilat yang memiliki berat molekul besar, berupa serbuk putih halus, berbau
khas, asam, dan higroskopis. Karbopol yang terdispersi dalam air akan membentuk larutan asam keruh dengan pH 2,8-3,2 tetapi tidak larut. Gel
karbopol yang tidak dinetralkan akan menurunkan viskositas karena ikatan
hidrogen pada struktur gel yang tidak dinetralkan mudah putus Rowe, Sheskey, and Quinn, 2009.
Gambar 1. Struktur umum karbopol 940 Rowe et al., 2009
Di dalam gel, karbopol dapat digunakan untuk mengontrol dan meningkatkan viskositas pada pH 3,5 sampai 11. Dispersi karbopol akan
meningkatkan viskositasnya seiring dengan peningkatan konsentrasi polimer Weiner and Bernstein, 1989.
Karbopol yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbopol 940 karena memiliki viskositas 40.000
– 60.000 cP pada 0,5 larutan dengan pH 7,5. Hal ini menunjukkan sifat karbopol 940 yaitu sebagai pengental yang
baik dengan viskositas yang tinggi serta dapat menghasilkan gel yang jernih Allen, 2002. Karbopol 940 digunakan sebagai bahan pembentuk gel pada
konsentrasi 0,5 – 2,0 Rowe et al., 2009.
2. Sorbitol
Humektan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sorbitol. Sorbitol gambar 2 merupakan cairan bening, bersifat higroskopis, berasa
manis, biasanya mele leh pada suhu sekitar 96˚C. Sorbitol mudah larut dalam
air, sukar larut dalam etanol, metanol, dan asam asetat Depkes RI, 1995.
Gambar 2. Struktur umum sorbitol Depkes RI, 1995
Sorbitol sangat tidak larut dalam pelarut organik. Sorbitol bersifat inert, tidak mengiritasi kulit, dan dapat bercampur dengan bahan tambahan
lainnya Loden, 2001. Range konsentrasi sorbitol sebagai humektan yaitu 0,5
–15 . Sifat higroskopis sorbitol lebih rendah dari gliserol Barel, Paye, and Maibach, 2009. Viskositas s
orbitol pada 25˚C adalah 190cP Smith and Hong, 2003.
3. Trietanolamin TEA
Trietanolamin yang memiliki nama kimia 2,2‟,2”-nitrilotrietanol merupakan cairan kental jernih, tidak berwarna sampai kuning muda, berbau
amonia, dan dapat bercampur dengan air dan etanol. Trietanolamin adalah campuran basa yang terdiri dari sebagian besar trietanolamin, dietanolamin,
dan monoetanolamin Depkes RI, 1995. Titik leleh trietanolamin adalah 20- 21˚C dan pH 10,5 Rowe et al, 2009.
Penambahan trietanolamin pada karbopol akan membentuk garam yang tak terion pada pH sekitar 3. Pada pH ini, polimer sangat fleksibel
sehingga akan menggeser kesetimbangan ionik membentuk garam yang larut. Akibatnya, ion tolak menolak dari gugus karboksilat dan polimer menjadi
kaku dan rigid sehingga akan meningkatkan viskositas Osbone, 1990.
4. Natrium metabisulfit
Natrium metabisulfit merupakan serbuk hablur putih kekuningan, berbau balerang dioksida, mudah larut dalam air dan gliserin, sukar larut etanol Depkes
RI, 1995. Natrium metabisulfit digunakan sebagai antioksidan dan pengawet antimikroba Rowe et al, 2009.
5. Aquadest
Aquadest merupakan air yang dimurnikan yang diperoleh melalui destilasi, osmosis balik, atau proses lain yang sesuai. Dibuat dari air yang
memenuhi persyaratan minum. Tidak mengandung zat tambahan lain. Aquadest merupakan cairan jernih, tidak berwarna, dan tidak berbau Depkes
RI, 1995. E.
Desain Faktorial
Desain faktorial merupakan aplikasi sistem regresi yang membandingkan antara respon dengan variabel bebas. Dalam desain faktorial dapat dilihat
hubungan antara variabel bebas yang digunakan untuk menentukan efek dari beberapa faktor dan interaksinya yang berpengaruh secara signifikan. Faktor dan
level faktor yang akan diteliti, serta respon yang akan diukur pada desain faktorial harus diketahui dan didapatkan Kurniawan dan Sulaiman, 2009. Desain faktorial
dua level berarti ada dua faktor misal A dan B yang masing-masing faktor diuji pada dua level yang berbeda, yaitu level rendah dan level tinggi Bolton, 2005.
Notasi dalam faktorial desain yang sering dipakai adalah dua level level tinggi dan level rendah. Faktor yang berada di level tinggi dilambangkan dengan
„+‟, sedangkan yang berada di level rendah dilambangkan dengan „-„. Hal ini penting untuk penentuan interaksi antar faktor Armstrong and James, 1996.
Tabel I. Desain faktorial dengan dua faktor dan dua level Percobaan
Faktor A Faktor B
Interaksi
1 a
b
ab
- +
- +
- -
+ +
+ -
- +
Keterangan : +
: level tinggi -
: level rendah Faktor A dan B : faktor A karbopol dan faktor B sorbitol
Formula 1 : formula dengan level rendah karbopol dan sorbitol
Formula a : formula dengan level tinggi karbopol dan level rendah
sorbitol Formula b
: formula dengan level rendah karbopol dan level tinggi sorbitol
Formula ab : formula dengan level tinggi karbopol dan sorbitol
Kurniawan dan Sulaiman, 2009.
Secara umum, persamaan yang digunakan dalam desain faktorial yaitu: Y = b
+ b
1
X
A
+ b
2
X
B
+ b
12
X
A
X
B
...............................................................1 Keterangan:
Y = respon yang diamati X
A
, X
B
= level faktor A dan faktor B B
, b
1
, b
2
= koefisien, didapat hasil percobaan Bolton, 2005.
F. Escherichia coli
Escherichia coli yaitu bakteri anaerob gram negatif berbentuk batang yang termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Selain berkembang biak di
lingkungan sekitar manusia, bakteri ini merupakan penghuni normal usus. Arisman, 2009. Bakteri Escherichia coli merupakan jasad indikator dalam
substrat air dan bahan makanan yang mampu memfermentasikan laktosa pada temperatur 37°C dengan membentuk asam dan gas di dalam waktu jam. Bakteri
ini berpotensi patogen karena pada keadaan tertentu dapat menyebabkan diare Suriawiria, 1996.
G. Uji Aktivitas Antibakteri