Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari delapan subbab, yaitu latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, spesifikasi produk yang diharapkan, manfaat pengembangan, batasan pengembangan, batasan istilah, dan sistematika penyajian.

1.1 Latar Belakang Masalah

Penilaian merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari proses pembelajaran. Tanpa adanya penilaian, guru tidak akan mengetahui hasil belajar siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Padahal, penting bagi guru untuk mengetahui hasil dari pembelajaran yang telah berlangsung. Melalui hasil pembelajaran, dapat diketahui tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran yang telah disusun. Dari hasil pembelajaran pula guru dapat mengetahui apakah materi, metode, dan media yang ia gunakan dalam pembelajaran telah sesuai dengan kebutuhan dan karakter siswa. Dengan mengetahui hasil penilaian siswa, guru dapat membuat keputusan untuk perlu tidaknya mengadakan perbaikan baik terhadap prestasi siswa maupun proses pembelajaran yang telah dilakukannya. Dengan kata lain, keberhasilan belajar siswa dan kegiatan pembelajaran di kelas sangat bergantung pada hasil penilaian belajar siswa. Pernyataan di atas berdasarkan pada pendapat Haryati 2008:13 yang menyatakan bahwa penilaian selain untuk mengamati proses, perkembangan dan 2 kemajuan hasil belajar siswa, juga digunakan sebagai tolok ukur bagi guru untuk menyempurnakan perencanaan dan kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Nurgiyantoro 2010:15 dalam bukunya juga mengatakan bahwa penilaian bermanfaat untuk menentukan keberhasilan belajar siswa sekaligus menilai pelaksanaan pembelajaran itu sendiri. Karena itulah, sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi, penilaian hasil belajar merupakan hal yang harus dilakukan dalam proses pembelajaran dan perlu mendapat perhatian dari semua yang berkepentingan dengan pendidikan agar penilaian dapat mencapai tujuannya dengan baik. Salah satu prinsip dasar penilaian adalah prinsip keseluruhan atau komprehensif. Komprehensif berarti bahwa penilaian yang baik adalah penilaian yang dilaksanakan secara bulat, utuh atau menyeluruh, tidak boleh secara terpisah atau terpotong-potong. Dengan kata lain, penilaian hasil belajar harus mencakup semua aspek yang dapat menggambarkan perkembangan perilaku dan kemampuan siswa. Dalam konteks pembelajaran di kelas, penilaian dikatakan komprehensif jika guru tidak hanya mampu menilai tingkat kemampuan berpikir kognitif siswa saja, melainkan juga sikap, perasaan afektif, dan keterampilan psikomotorik siswa Sudijono, 2011:31-32. Ketiga aspek tersebut sangat penting dalam proses belajar siswa dan saling mempengaruhi satu sama lain. Dengan mengetahui kemampuan siswa dari ketiga aspek tersebut, guru dapat membuat keputusan yang tepat sesuai aspek masing-masing sehingga bisa lebih meningkatkan prestasi siswa. Meskipun dalam melakukan penilaian hasil belajar harus didasarkan pada prinsip komprehensif, dalam kenyataannya di lapangan, prinsip ini belum diterapkan 3 dengan benar. Sistem penilaian yang diterapkan saat ini sebagian besar masih berat sebelah yaitu didominasi pada aspek kemampuan kognitif siswa saja, sedangkan untuk aspek afektif dan psikomotorik masih belum banyak mendapat perhatian Nurgiantoro, 2010:58. Padahal, aspek afektif dan psikomotorik tidak kalah pentingnya dengan aspek kognitif . Aspek afektif merupakan aspek penentu bagi keberhasilan kedua aspek lainnya karena tanpa minat dan sikap yang positif terhadap suatu pelajaran, siswa akan kesulitan dalam menguasai kemampuan kognitif dan psikomotoriknya. Kemampuan psikomotorik juga perlu mendapatkan penekanan penting. Nurgiyantoro 2008:13 menyebutkan bahwa dalam kurikulum yang berlaku saat ini, siswa diharuskan mampu mendemonstrasikan keterampilan atau doing something. Untuk itulah, guru dalam mengembangkan instrumen penilaian hasil belajar harus menekankan ketiga aspek ini secara seimbang agar seluruh kemampuan siswa dapat berkembang secara maksimal. Dalam pembelajaran bahasa, terdapat aspek-aspek atau kemampuan- kemampuan berbahasa yang diajarkan dan diteskan. Aspek-aspek tersebut meliputi kompetensi bahasa struktur gramatikal dan kosakata, kompetensi berbahasa reseptif dan produktif, dan kompetensi bersastra. Aspek-aspek tersebut saling terkait sehingga akan menghilangkan sifat alami bahasa jika aspek-aspek tersebut diteskan terpisah satu sama lain. Oleh karena itu, penilaian pembelajaran bahasa hendaknya dilakukan secara integratif, yang berarti melakukan pengukuran berbagai aspek atau kemampuan berbahasa dalam satu waktu Nurgiyantoro, 2010:280-290. 4 Dari analisis kebutuhan yang telah dilakukan di SMAN 1 Wates, peneliti menyimpulkan bahwa guru mata pelajaran Bahasa Indonesia lebih berfokus pada ranah kognitif dalam menyusun instrumen penilaian yang tercermin pada kisi-kisi soal dan rubrik penilaian. Meskipun penilaian afektif dan psikomotorik dilakukan terhadap siswa, guru tidak mempersiapkan secara detail bagaimana rubrik penilaiannya. Keintegrasian antara kemampuan menulis dengan kemampuan berbahasa yang lain juga belum begitu jelas. Guru juga belum begitu memperhatikan pengintegrasian unsur-unsur kebahasaan dalam soal-soal yang disusun. Berpijak pada uraian-uraian di atas, peneliti melakukan penelitian yang berjudul Pengembangan Instrumen Penilaian Integratif dalam Pembelajaran Menulis Kelas X Semester 1 SMA Negeri 1 Wates Kulon Progo Tahun Ajaran 2012 2013 . Penelitian untuk mengembangkan instrumen penilaian hasil belajar dirasa penting karena besarnya peran penilaian terhadap keberhasilan siswa dan proses pembelajaran secara keseluruhan. Pengembangan instrumen penilaian hasil belajar dilakukan secara menyeluruh dimaksudkan untuk membantu mengatasi ketimpangan yang terjadi dalam proses penilaian hasil belajar selama ini karena praktik prinsip komprehensif yang belum maksimal. Peneliti memilih berkonsentrasi pada keterampilan menulis karena sebagai salah satu kemampuan berbahasa yang produktif, menulis merupakan keterampilan yang dirasa sulit dan tidak dikuasai oleh setiap orang. Kunci seseorang untuk dapat menghasilkan tulisan yang baik dan benar adalah latihan Zainurrahman, 2011:2. Oleh karena itu, peneliti terdorong untuk mengembangkan instrumen penilaian 5 keterampilan menulis agar siswa terbiasa berlatih dengan aktivitas menulis yang sebenarnya. Instrumen penilaian pembelajaran menulis yang dikembangkan oleh peneliti disusun secara integratif dengan menggabungkan beberapa aspek atau kemampuan-kemampuan berbahasa yang lain agar tidak menghilangkan sifat alami bahasa sebagai satu kesatuan yang padu. Peneliti tertarik untuk memilih siswa kelas X Semester 1 sebagai subjek penelitian karena kelas X semester 1 masih berada dalam tahap transisi dari SMP ke SMA, sehingga membutuhkan soal-soal yang menarik dan banyak melatih keaktifan siswa. Dengan begitu, diharapkan siswa akan lebih termotivasi dan bersemangat untuk belajar. SMA Negeri 1 Wates Kulon Progo dipilih sebagai tempat pelaksanaan penelitian ini karena di sekolah ini pelaksanaan penilaian secara komprehensif dan integratif belum begitu maksimal. Pendapat ini didasarkan pada hasil analisis dokumen penilaian guru bahasa Indonesia di SMAN 1 Wates dan wawancara yang dilakukan peneliti dengan guru. Selain itu, sepengetahuan peneliti belum ada penelitian tentang pengembangan instrumen penilaian pembelajaran menulis secara integratif di SMA Negeri 1 Wates. Berdasarkan pada alasan-alasan tersebut, peneliti terdorong untuk mengembangkan instrumen penilaian pembelajaran menulis secara integratif untuk siswa kelas X semester 1 di SMAN 1 Wates yang terdiri dari kisi-kisi soal, butir-butir soal, serta rubrik penilaiannya. Dengan pengembangan instrumen penilaian pembelajaran menulis ini, diharapkan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia terdorong untuk meningkatkan 6 kemampuannya dalam menyusun instrumen penilaian pembelajaran secara menyeluruh dan integratif, khususnya untuk keterampilan menulis. Dengan mengetahui perkembangan kemampuan siswa dari berbagai aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dan diintegrasikan dengan berbagai kemampuan berbahasa, guru dapat menyusun tindakan secara tepat sesuai kebutuhan sehingga dapat meningkatkan keberhasilan belajar siswa maupun proses pembelajaran itu sendiri.

1.2 Rumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Peningkatan keterampilan mebaca intensif dengan metode kooperatif jingsaw pada siswa kelas VII Madasah Tsanawiyah (MTs) Al-Mujahidin Cikarang tahun ajaran 2011-2012

0 3 100

Peningkatan keterampilan menyimak melalui penerapan metode bercerita pada siswa kelas II SDN Pamulang Permai Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014

20 223 100

Upaya meningkatkan keterampilan menyimak metode bermain peran pada siswa kelas III MI Muhammadiyah 02 Depok

1 6 93

Peningkatan pemahaman unsur interinsik pada cerpen melaui metode kooperatif tipe student teams achievement division (stad) (penelitian tindakan kelas pada siswa kelas X MA As-Syafi'iyah 01 Jkarta semester Ganjil, Tahun ajaran 2011/2012)

0 37 181

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) untuk meningkatkan motivasi belajar matematika siswa SD/MI (penelitian tindakan kelas di SDN Cengkareng Timur 01 Pagi - Jakarta Barat)

0 4 165

Peningkatan hasil belajar siswa melalui model kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) pada mata pelajaran IPS Kelas IV MI Al-Karimiyah Jakarta

0 5 158

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) dalam meningkatkan hasil belajar akidah akhlak: penelitian tindakan kelas di MA Nihayatul Amal Karawang

0 10 156

Meningkatkan Hasil Belajar IPS Melalui Model Student Teams Achievement Divisions (STAD) Siswa Kelas VI SDN 2 Banua Hanyar Kecamatan Pandawan

0 0 6

Efektivitas Pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) Berbantuan Komik pada Siswa SD

0 0 11

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) menggunakan peta konsep terhadap hasil belajar siswa pada materi struktur dan fungsi tubuh tumbuhan di Kelas VIII MTs Miftahul Jannah Palangka Raya tahun ajaran 2015/2016

1 0 16