54
Dalam Konstitusi KYM, art. 29 dikatakan “sebagai pilihan pribadi suster menerima panggilan ini untuk memberi dan menerima cinta dalam selibat,
tanpa pasangan hidup yang khusus”. Kesendirian yang menyertainya membuat suster lebih siap bagi Allah dan bagi sesamanya. Dalam hal ini, setiap anggota
tarekat harus saling mendukung untuk mewujudkan hidup murni. Hidup bersama dalam sebuah sebuah komunitas, para anggota telah diikat sebagai
saudara satu sama lain. Dalam persaudaraan tersebut, para anggota tarekat memiliki cita-cita yang sama yakni memurnikan dan mensucikan dirinya
setiap hari. Dalam kehidupan sehari-hari penghayatan terhadap kaul kemurnian
tidaklah selalu mudah dilaksanakan. Setiap anggota tarekat menyadari bahwa dalam dirinya ada daya tarik tertentu terhadap lawan jenis, sehingga hal
tersebut membuat para anggota tarekat seperti suster waspada dalam pergaulan. Juga sebagai manusia memang dalam diri ada keinginan untuk
memiliki dan dimiliki oleh orang tertentu terutama lawan jenis. Tetapi kesadaran sebagai orang berkaul selibat membantu suster untuk mengatur
sikap dan terus-menerus untuk saling menyemangati satu sama lain dalam persaudaraan agar suster sungguh setia pada pilihannya Konstitusi KYM, art.
33. Saling mendukung dalam persaudaran seperti menghidupi kaul kemurnian, merupakan hal prinsip yang harus ditunjukkan setiap anggota
tarekat religius. Dengan demikian, para anggota dapat bertumbuh dalam kerohanian yang utuh dalam persaudaraan khususnya dalam penghayatan kaul
kemurnian yang diikrarkannya.
55
c. Kaul Ketaatan
Anggota tarekat religius juga dapat bertumbuh dalam kerohanian yang utuh dalam persaudaraan melalui penghayatan kaul ketaatan. Kaul ketaatan merupakan
salah satu bentuk kerendahan hati, dimana dirinya tidak lagi dengan bebas melakukan apa yang menurutnya baik dan menyenangkan untuk dirinya sendiri
tetapi melaksanakan apa yang dikehendaki oleh Allah melalui hidup bersama dengan anggota tarekat lainnya. Ketaatan yang ditunjukkan oleh anggota tarekat
merupakan perwujudan dari ketaatan Kristus pada Bapa-Nya. Ketika Yesus dicobai dan pada saat tergantung di kayu salib, Yesus menunjukkan ketaatan-Nya
yang sempurna kepada Bapa Martasudjita, 1999: 71. Ketaatan Yesus ini menjadi dasar penghayatan kaul ketaatan anggota tarekat religius seperti KYM.
Kaul ketaatan yang diikrarkan anggota tarekat religius, memiliki konsekuensi hilangnya kepentingan-kepentingan pribadi seperti keinginan untuk
mempertahankan sesuatu seperti benda, harta sebagai hak milik. Ketika pimpinan melihat hal itu dibutuhkan untuk kepentingan bersama, maka anggota tarekat harus
merelakannya dengan mentaati apa yang dianjurkan oleh pimpinan tersebut. Hal yang sama juga dalam hal mempertahankan komunitas atau karya yang dimiliki
anggota tarekat. Apabila pimpinan menilai seorang anggota tarekat harus pindah komunitas, maka anggota tersebut harus tunduk dan taat pada anjuran pimpinan
KOPTARI, 2008: 54. Ketaatan sering begitu mudah dilaksanakan dalam hidup persaudaraan
karena suster sadar bahwa suster yang berkaul dan setiap suster wajib mentaati aturan-aturan dan ketetapan yang disepakati bersama dalam komunitas
Kongregasi KYM, 2003: 10. Tetapi kadang dalam diri suster tidak ada pengontrolan diri sehingga dapat berbuat sesuka hati. Ketaatan sulit diwujudkan
56
dalam hidup jika berhadapan dengan orang yang hanya bisa memberi perintah saja Kongregasi KYM, 2003:.10.
Ketaatan dalam tarekat seperti yang ada dalam tarekat KYM dapat dicontohkan dalam majalah “Taat pada keputusan bersama” seorang mantan
pimpinan yang taat pada komunitasnya mengatakan sebagai berikut: Warga komunitas susteran Mamamia sangat kagum dengan Suster
Teladania. Suster Teladania adalah mantan provincial dan sekarang memegang karya pendidikan yang cukup besar. Ia punya banyak kenalan
orang-orang besar dan orang-orang dihormati oleh orangtua siswa. Ia pun sangat sibuk dengan karya yang dipercayakan tarekat kepadanya. Namun
dalam setiap pertemuan komunitas ia hadir. Ia dengan senang hati ikut menjalankan hasil pertemuan rumah, termasuk hal-hal kecil dalam hidup
bersama yang harus diabaikan atau diremehkan. Bila ia berjanji apapun, selalu menepati. Dan yang lebih mengensankan lagi, perhatiannya pada
setiap anggota komunitas sangat besar. Pada hari ulang tahun teman- temannya, ia tidak lupa memberi kartu ucapan Suparno, 2005: 39.
Pengalaman tersebut dapat menyadarkan para suster dalam sebuah tarekat untuk dapat mencontoh cara hidup suster yang ada dalam cerita di atas. Orang
sibuk mencintai diri dan segala sesuatu hanya dilakukan berdasarkan perhitungan untung rugi bagi dirinya. Seharusnya jika suster memiliki askese batin maka ia
tetap stabil dalam mencintai, ia tetap sanggup mencintai meskipun disakiti dan tidak membalas dendam.
Dari pengalaman dan pergulatan batin suster KYM, dapat dilihat bahwa penghayatan panggilan sangat dipengaruhi oleh situasi batin seseorang. Jika situasi
batin tidak enak, suster tidak akan mewujudkan kesadarannya akan sesuatu yang baik. Dapat dikatakan bahwa penghayatan panggilan sangat dipengaruhi oleh
daya-daya dan kebutuhan psikologis yang ada pada diri setiap orang Mardi Prasetya, 1993: 68.
57
Daya-daya atau unsur kepribadian dalam diri seseorang terdiri dari pikiran, perasaan dan kehendak yang mendorong seseorang dalam bertindak. Kebutuhan
psikologis dalam diri seseorang tidak selamanya mendukung penghayatan panggilan. Kebutuhan psikologis yang tidak mendukung penghayatan panggilan,
kebutuhan yang mendukung tujuan realisasi diri maupun bersifat netral. Kebutuhan yang bersifat netral artinya dapat mendukung penghayatan panggilan
atau sebaliknya, tergantung dari motivasi yang menggerakkan pribadi dalam bertindak Mardi Prasetya, 1992: 72.
Penghayatan kaul-kaul oleh para anggota tarekat bukanlah suatu hal yang mudah dan dapat dilaksanakan secara otomatis. Uraian tersebut di atas telah
memperlihatkan bahwa penghayatan kaul-kaul membutuhkan proses yang terus- menerus dan selalu mendapat dukungan dari anggota tarekat lainnya yang hidup
dalam komunitas persaudaraan. Melalui kaul kemiskinan, ketaatan, dan kemurnian para anggota tarekat berusaha untuk selalu berlatih untuk selalu menghidupinya
dengan dengan keutamaan kerendahan hati Mardi Prasetya, 2001: 50.
2. Kerendahan Hati dalam Komunitas
Hidup persaudaraan merupakan salah satu sarana untuk memperoleh kerendahan hati sebagaimana yang diajarkan oleh St. Vincentius a Paulo itu
sendiri. Hidup persaudaraan menurut St. Vincentius dapat melatih dan menumbuhkan kerendahan hati bagi anggota tarekat. Hidup bersama orang lain
membutuhkan adanya sikap mengalah, mau berkorban demi orang lain yang ada dalam persaudaraan.
58
Kerendahan hati dapat dicapai dalam hidup persaudaraan menurut St. Vincentius a Paulo dapat diperoleh melalui beberapa hal, yakni: a sering
melakukan tindakan untuk merendahkan diri. Hal itu seperti dijelaskan bahwa “marilah berusaha melakukan dengan senang hati tindakan yang mewujudkan
kerendahan hati, baik dalam batin maupun dalam tindakan yang kelihatan” Vincentius, 2010: 59. Seni mengasihi Allah dikembangkan dengan mengasihi
Allah secara nyata; demikian pula seni menghayati kerendahan hati dikembangkan dengan merendahkan diri secara nyata Vincentius 2008: 76. Kebiasaan
merendahkan diri merupakan sarana yang tepat untuk menjadi rendah hati Vincentius, 2007: 181. b mencintai penghinan kecil-kecil. Dalam hidup
persaudaraan setiap anggota harus mampu mencintai penghinaan kecil-kecil; c memerangi kecenderungan kodrat kita untuk meninggalkan diri. Dalam hidup
persaudaraan setiap orang harus mampu memerangi kecenderungan kodrat untuk meninggikan diri sendiri di antara para anggota tarekat lainnya; dan d jangan
segan-segan menyampaikan di depan umum detail-detail yang memalukan kita. Dalam hidup persaudaraan setiap orang dituntut untuk mau dan mampu
menyampaikan di depan umum detail-detail yang dianggap memalukan diri sendiri.
Kehidupan bersama dalam tarekat KYM merupakan suatu hal penting. Kehidupan bersama seperti terjadi dalam komunitas-komunitas bukan sekedar
kumpulan orang-orang yang hidup bersama, tetapi satu kesatuan dari orang-orang yang hidup bersama menurut pola interaksi yang baik dan mengembangkan
Martasujita, 2001: 26.
59
Komunitas religius seperti yang ada pada tarekat KYM merupakan kesatuan orang-orang oleh ikatan panggilang yang sama, dan mengikuti semangat
pribadi yang sama. Komunitas itu juga memiliki visi-misi yang sama atau tujuan hidup yang satu dan sama. Komunitas juga merupakan medan atau lingkungan
hidup yang diwarnai oleh interaksi antar pribadi yang saling meneguhkan hidup dan panggilan, saling memperkuat dan memperkaya satu sama lain atau
berpartisipasi dalam panggilan yang satu dan sama yaitu mengikuti Yesus Kristus. Komunitas religius secara istimewa bernilai sebagai tanda. Yang pokok
bukanlah pelayanan-pelayanan professional para anggotanya, tetapi tanda yang mereka berikan kepada dunia bahwa Kerajaan Persaudaraan telah dating, meski
dunia penuh dengan persaingan, dan bahwa selibat mempersiapkan seorang religius untuk mencintai Allah dan sesama secara penuh Darminta, 2003: 25.
Komunitas dalam tarekat KYM juga memiliki arti yang demikian yakni dipanggil secara khusus untuk membaktikan diri seutuhnya demi kemuliaan Allah
dan pelayanan cinta kasih dapat dilihat bagaimana komunitas KYM terbentuk. Dalam komunitas KYM, sikap rendah hati sangat dibutuhkan khususnya dalam
menjalin kerjasama dengan sesama anggota komunitas lainnya. Di dalam komunitas kerjasama harus bersumber pada persatuan. Karena dalam persatuan,
orang terpanggil untuk selalu bersama, saling peduli, menuju tujuan yang sama, sehingga akan selalu bekerja sama. Kerjasama tanpa persatuan akan menimbulkan
ketegangan dan perselisihan Vanier, 2006: 32. Orang-orang yang berbeda dalam satu komunitas religius biasanya tidak
mempunyai ikatan darah tetapi karena dipanggil Allah dan dipersatukan. Maka
60
diharapkan semua anggota dapat mengakui dan menerima seluruh perbedaan yang ada dalam diri setiap anggota. Akan ada saat-saat gembira dan sedih dalam
pengalaman hidup bersama dan ini menjadi milik bersama artinya suka dan duka sama-sama mengalami karena dipanggil menjadi saudara satu dengan yang lain.
Anggota komunitas harus menciptakan situasi dan lingkungan hidup yang memungkinkan untuk bersatu dan bertumbuh dalam seluruh aspek hidup. Dalam
Konstitusi KYM, dijelaskan: Hal-hal yang membantu hidup berkomunitas adalah: bimbingan yang diberi
dan diterima; rapat-rapat yang terarah kepada pertemuan sejati; minta nasihat dan kesepakatan-kesepakatan bersama; rasa hormat terhadap
rahasia pribadi dan terhadap kebersamaan; rasa hormat terhadap keheningan dan percakapan yang perlu; saat-saat perayaan untuk
meneguhkan dan memurnikan komunitas; evaluasi yang teratur mengenai apa yang kita buat bersama Konstitusi KYM, art. 47.
Hidup persaudaraan dalam komunitas religius bukanlah sekedar sekelompok orang yang hanya mau melayani saja tetapi komunitas religius adalah
orang yang dipanggil oleh Allah agar mereka dapat menikmati anugerah rahmat khusus dalam hidup Gereja LG, art. 43. Oleh karena itu, hidup religius bercirikan
mengikuti Kristus. Dalam menjalani hidup persaudaraan tersebut, dibutuhkan keutamaan
kerendahan hati. Setiap anggota tarekat KYM memiliki sikap dan keinginan yang berbeda-beda. Untuk dapat memahami perbedaan dari masing-masing
anggota tarekat tersebut, setiap orang diharapkan memiliki kerendahan hati sehingga mampu mengalahkan egoisme pribadi dan hanya ingin mendahulukan
kepentingan tarekat sesuai dengan visi dan misinya yang terlibat dalam membangun Gereja. Kerendahan hati para anggota tarekat ini harus dibina
61
secara terus-menerus sehingga setiap suster mampu mengalahkan egoisme pribadi masing-masing. Semangat kerendahan hati ini dapat dibina melalui
tinggal bersama di komunitas-komunitas kecil bersama beberapa orang suster yang tidak diikat berdasarkan hubungan darah tetapi karena dipanggil Allah dan
dipersatukan. Dalam komunitas kecil ini, para suster melatih kerendahan hati untuk saling menerima segala kelebihan dan kekurangan para anggota
komunitas lain.
3. Kerendahan Hati dalam Doa
Doa merupakan salah satu sarana untuk membangun kerendahan hati dalam diri para anggota tarekat KYM. Sebagai salah satu tarekat religius, KYM dalam
menjalankan misi dan visinya di dunia selalu akan diwarnai dengan doa. Karena hidup tarekat KYM tanpa doa yang terus-menerus akan menjadi kering dan tidak
membawa kebahagiaan. Maka dalam setiap komunitas religius akan diatur sedemikian jadwal doa bersama maupun pribadi seperti: doa-doa ibadat harian, doa
Rosario, rekoleksi, retret, penyembahan Sakreman Maha Kudus dan doa-doa lainnya. Semua diatur dengan baik agar semua anggota komunitas dapat hidup
dengan baik dan dengan relasi yang intim dengan Allah melalui doa-doa yang selalu dilakukan dan diusahakan.
Doa yang dimiliki oleh setiap anggota tarekat KYM menunjukkan hubungan khusus dirinya dengan Allah. Dalam berdoa tersebut, para suster harus
mengosongkan dirinya sebagai lambang kerendahan hatinya yang tidak berdaya apa-apa tanpa adanya hubungan yang sangat dekat dengan Allah. Pengosongan diri
pada saat hadir di hadapan Allah adalah simbol kerendahan hati. Agar para suster
62
mampu ke tahap tersebut, maka sejak awal dalam pembinaan di tarekat KYM sudah diajarkan dan dibina hidup doa sejak masuk atau bergabung dengan tarekat
KYM. Terkait dengan doa sebagai sarana kerendahan hati, maka setiap anggota
tarekat KYM harus memiliki semangat doa yang tinggi. Hal itu seperti dijelaskan dalam Konstitusi KYM, art. 38. bahwa “Hidup dalam kaul berarti hidup dalam
iman. Iman tidak datang dengan sendirinya, tetapi merupakan anugerah yang harus kita mohon. Hidup religius kita akan teguh atau jatuh tergantung dari doa-doa di
dalam hidup nyata, di dalam misi kita di dunia.” Setiap anggota komunitas KYM harus memberi waktu yang cukup untuk berdoa dalam membina relasi dengan Allah.
Karena doa merupakan suatu hal yang sangat penting dalam hidup seorang religius maka dalam Konstitusi KYM, art. 38-42. yang menjelaskan tentang hidup doa:
Setiap suster membutuhkan doa. Harus ada waktu untuk itu, yakni untuk keheningan dan refleksi. Yesus memberi kita suatu teladan dalam doa. Dia
berdoa dengan bermacam-macam cara: berdiri, dengan para muridNya, saat bekerja, menempatkan segala sesuatu dalam hubungan dengan Bapa-Nya.
Meskipun ia selalu siap sedia kepada semua orang, Ia Tuhan bagaimana menyendiri. Ia membawa orang kepada Allah dan membawa Allah kepada
orang. Dalam cara ini, bagi kitapun akan ada pengaruh timbal balik antara karya dan doa, sehingga karya kita menjadi lebih ikhlas dan doa kita
menjadi lebih jujur. Setiap orang harus hadir dalam refleksi pada waktu yang ditentukan; dia harus tahu dia sedang sibuk dengan apa. Dalam
keheningan doa, kita sampai kepada keheningan yang perlu, agar diilhami dan mengilhami orang lain Konstitusi KYM, art. 39.
Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa doa merupakan nafas dari tarekat religius. Tanpa doa, maka segala karya yang dimiliki tarekat tidak akan berguna.
Hal ini memperlihatkan bahwa setiap anggota tarekat KYM harus sungguh- sungguh memperhatikan baik doa pribadi maupun doa bersama. Cara-cara doa
pribadi diatur masing-masing. Setiap ornag harus menemukan caranya sendiri dari pengalaman dan bimbingan.
63
Kerendahan hati melalui doa dibutuhkan oleh semua anggota tarekat atau semua suster. Oleh karena itu, apabila ada suster yang tidak lagi peduli dengan
doa, maka dapat dikatakan semangat rendah hati dalam diri suster tersebut sudah tidak ada lagi. Suster yang meninggalkan hidup doa merupakan gambaran
kesombongan diri karena merasa karya kerasulan yang dimiliki menjadi lebih penting daripada menjalin hubungannya secara khusus dengan Tuhan. Para suster
menjadi lebih fokus pada karya yang dipegangnya. Doa seakan-akan menjadi sebuah rutinitas dan kewajiban dan bukan lagi sebagai sebuah kebutuhan. Anggota
tarekat KYM sebagian menjadi kurang waktu yang dimilikinya untuk berdoa. Kecenderungan mengabaikan hidup doa tersebut, membuat para suster merasa diri
sudah tidak lagi membutuhkan doa dan ini menjadi gambaran kesombongan diri yang merasa bahwa kesuksesan yang dimiliki dalam karya kerasulan merupakan
kekuatan dan kehebatan yang dimilikinya.
4. Kerendahan Hati dalam Kerasulan
Karya kerasulan merupakan salah satu cirri dari tarekat KYM. Semua anggota dipanggil untuk terlibat dalam salah satu bentuk karya pelayanan
sebagaimana yang dimiliki oleh tarekat. Hal tersebut seperti dijelaskan dalam Konstitusi KYM bahwa KYM sebagai salah satu tarekat religius, diwajibkan para
anggotanya untuk melakukan karya kerasulan seperti diterangkan dalam Konstitusi Tarekat seperti berikut.
Dalam menerima tugas perutusan, suasana hatiku tidak seperti biasanya, tidak menentu dan rasa cemas menyelubungi hatiku. Apalagi ke tempat
yang asing dan orangnya pun belum kukenal. Sementara itu muncul pertanyaan, apa yang harus saya siapkan agar bisa menjalankan tugas yang
64
diberikan? Dalam kecemasan saya berusaha untuk diam sejenak sambil merenungkan perutusan tersebut. Saya menemukan bahwa saya diutus
untuk membaharui dunia, seperti yang tertulis dalam Konstitusi Konstitusi KYM, art. 1.
Setiap anggota tarekat religius dipanggil untuk melakukan karya kerasulan yakni untuk membaharui dunia. Dalam menjalankan karya kerasulan tersebut,
setiap suster KYM diharapkan mampu mencerminkan keutamaan kerendahan hati seperti yang diwariskan oleh St. Vincentius Vincentius, 2002: 29. Dalam
Konstitusi KYM dijelaskan juga bahwa jabatan atau karya kerasulan yang dimiliki oleh setiap anggota tarekat hanyalah sebagai sarana untuk memberikan pelayanan
kepada orang miskin dan terpinggirkan. Oleh karena itu, setiap karya kerasulan harus didasarkan pada kerendahan hati, yakni menyadari bahwa para suster hanya
sebagai perantara. Setiap suster yang dipercayakan sebuah karya kerasulan tidak boleh
melekat dengan karya tersebut. Karya kerasulan yang dimiliki bukanlah milik pribadinya. Oleh karena itu, setiap suster harus rela melepaskan dan
meninggalkannya bila suatu saat pimpinan menilai karya kerasulan tersebut dapat diteruskan oleh suster lainnya.
5. Kerendahan hati dalam Kepemimpinan
Pimpinan memiliki peran sentral dalam sebuah komunitas religius. Seornag pimpinan harus mampu mengayomi semua anggota tarekat KYM dengan
latar belakang suku, etnis, budaya yang berbeda. Dapat dikatakan bahwa pimpinan merupakan pemersatu persaudaraan dalam komunitas religius. Pimpinan dalam
komunitas, betatapun kecilnya komunitas itu merupakan syarat mutlak untuk terbentuknya komunitas religius. Bila komunitas hidup bersama religius itu pada
65
dasarnya merupakan persekutuan hidup dalam cinta dan pelayanan, pimpinan sebagaimana struktur dan pengaturan, merupakan manifestasi ikatan cinta dan
pelayanan dalam kharisma dan kerohanian bersama. Pimpinan hidup religius merupakan tanda kekuatan ikatan antar anggota dengan komunitas, tarekat,
charisma, Gereja dan Kristus, sekaligus merupakan tanda kesatuan dalam pelayanan Darminta, 1982: 14.
Pimpinan tidak hanya bertanggungjawab atas terlaksananya hidup bersama-sama sehari-hari, maupun kerasulan, tetapi juga bertanggungjawab atas
pertumbuhan dan perkembangan kesucian masing-masing dalam kerohanian dan charisma tarekat. Dari pimpinan diharapkan adanya penyemangatan, penyatuan,
pembinaan dan bimbingan atas komunitas dan anggota untuk mencari dan mengenal kehendak Allah dan melaksanakannya dengan kesatuan hati dan budi.
Sementara dari anggota komunitas dituntut adanya keterbukaan dan kepercayaan kepada pimpinan religius, karena ia akan membantu untuk mengarahkan hidup
bersama dan hidup setiap anggotanya dalam mengejar kesucian dan kesempurnaan hidup. Pimpinan ada demi terwujudnya hidup bersama, demi terlaksananya
penghayatan kaul, dalam pelayanan dan kerasulan. Dengan kata lain, pimpinan merupakan kekuatan hidup religius sendiri.
Dalam melaksanakan tugas dan perannya sebagai pemimpin, seorang pimpinan harus memiliki semangat rendah hati. Menjadi pemimpin bukan berarti
memposisikan diri sebagai penguasa atau memiliki kuasa atas anggota tarekat. Seorang pemimpin adalah seorang pelayan terhadap anggota tarekat religius.
Kerendahan hati dalam diri seorang pemimpin yang demikian merupakan suatu
66
tuntutan dalam kepemimpinan tarekat KYM. Pemimpin harus memiliki keutamaan kerendahan hati seperti yang diwariskan oleh St. Vincentius A Paulo.
Seorang pemimpin dalam persaudaraan sering disebut gembala yang merupakan sosok yang meninggalkan ke-99 ekor dombanya dan yang mencari
seekor yang hilang untuk dibawanya pulang di atas pundaknya. Seorang pemimpin adalah dia yang dapat memberi cinta dan mampu mengajarkan kerendahan hati
kepada anggotanya, dia yang dapat menjadikan dirinya kecil dan rendah, yang dapat berbuat apa yang pernah dilakukan oleh Yesus, yaitu berlutut untuk mencuci
kaki sesamanya Vincentius, 2002: 67.
C. Kerendahan Hati Vincentian dalam Dinamika Persaudaraan
Rendah hati merupakan keutamaan yang selalu ada dan bisa dilihat pada diri Vincentius. Ia mempunyai sikap pasrah kepada penyelenggaraan Ilahi. Bagi
Vincentius rendah hati itu terletak pada sikap yang mencintai yang dihina, yang tidak disenangani oleh orang lain, menghendaki direndahkan dan dihina bergembiralah
demin cinta kepada Yesus Kristus Tondowidjojo, 2003: 95.
1. Kerendahan Hati orang miskin dalam persaudaraan
Salah satu pembinaan kerendahan hati pada tarekat KYM adalah melalui kehidupan bersama atau berkomunitas. Tujuan hidup bersama KYM adalah
menguduskan para anggotanya dengan hidup bersumber pada Yesus Kristus sesuai dengan nasihat Injili dan membaktikan diri pada pelayanan cinta kasih yang
67
konkret kepada sesama terutama mereka yang lemah, kecil, dan miskin demi terciptanya dunia yang layak dihuni dengan semboyan Ora et Labora.
Setiap anggota tarekat ditekankan untuk dapat meneladan atau meniru kesatuan Kristus bersama para murid-Nya seperti dimuat dalam Konstitusi:
Persekutuan dibentuk oleh orang-orang yang meniru teladan dari kesatuan Yesus Kristus bersama murid-muridNya; orang yang seraya mengakui
perbedaan pandangan, watak dan sikap satu sama lain. Mencari tujuan bersama dan menggumulinya bersama; orang-orang yang saling memberi
perhatian, sehingga setiap orang didengar, setiap orang berhak berbicara, setiap orang merasa aman satu sama lain; orang-orang yang menerima diri
sendiri dan orang lain, karena setiap hari menyadari bahwa mereka diterima oleh Allah Konstitusi KYM, art. 44.
Oleh karena itu, demi tujuan bersama yaitu membantu orang-orang yang miskin dan menderita dalam membangun dunia yang lebih baik sangat penting
membangun relasi yang baik dengan siapa saja terutama dengan anggota komunitas agar pelayanan bagi orang miskin dan menderita sungguh dapat
menjawab kebutuhan mereka. Benar untuk membangun komunikasi, masing- masing pribadi harus dapat saling mengerti dan dapat bekerjasama dengan orang
lain. Dengan demikian tujuan yang telah disetujui bersama dapat menjawab kebutuhan mereka yang dilayani.
Rendah hati merupakan keutamaan yang selalu ada dan bisa dilihat pada diri Vincentius. Ia mempunyai sikap pasrah kepada penyelenggaraan Ilahi. Bagi
Vincentius rendah hati itu terletak pada sikap yang mencintai yang dihina, yang tidak disenangi oleh orang lain, menghendaki direndahkan dan dihina
bergembiralah demi cinta kepada Yesus Kristus Tondowidjojo, 1984: 95. Sikap seperti ini dimiliki oleh orang miskin yakni merasa diri serba kekurangan dan tidak
berdaya tanpa pertolongan Tuhan. Semangat seperti ini menjadi sarana untuk
68
mendekatkan diri para anggota tarekat KYM dengan sesamanya. Keterbatasan ini mencerminkan kerendahan hati bahwa dalam setiap suster KYM menyadari
keterbatasannya dan selalu membutuhkan orang lain dalam Kongregasi.
2. Allah Mengangkat orang miskin
Dalam buku Pauperibus Misit Me disebutkan: Vincentius dan kelompok
imam yang dipimpinnya itu memberikan pelayanan kepada orang-orang miskin,
anak-anak yang ditelantarkan oleh orangtuanya, orang-ornag sakit, dan sebagainya. Kemudian ia juga membentuk organisasi para suster untuk melakukan kegiatan
amal. Santo Vincentius diangkat oleh Gereja sebagai pelindung segala karya amal kasih. Para pendiri berharap agar Vincensian terus-menerus berusaha meneladan
hidup dan karya Santo Vincentius yang pada pokoknya adalah: a.
Mengasihi Allah, Bapa kita, dengan mencucurkan keringat kita dan lengan baju tersingsing
b. Melihat Kristus dalam diri orang miskin dan orang miskin dalam Kristus;
c. Ambil bagian dalam belaskasih dan kasih yang membebaskan dari Kristus
penginjil dan pelayan orang miskin; d.
Mendengarkan bimbingan Roh Kudus Ruth, 2010: 3. Kerendahan hati para Vinsensian dengan cara melayani orang miskin, juga
dijelaskan bahwa mereka adalah raja dan penguasa kita, karena Tuhan kita berada dalam kaum miskin. Kaum miskin itu tuan kita, raja kita, kita haruslah
mentaatinya. Oleh sebab itu bukan merupakan suatu yang berlebihan menyebut mereka demikian, karena Tuhan kita berada di dalam mereka. Mereka
menghadirkan pribadi Tuhan kita, yang mengatakan: lalu merekapun akan menjawab, katanya: Tuhan bilamana kami melihat Engkau lapar, atau sebagai
orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani
69
Engkau. Mat 25:37. Sebagai konsekuensinya Tuhan kita benar-benar berada bersama orang miskin. Melayani orang miskin itu juga melanjutkan perutusan
Kristus sendiri di dunia. Tuhan juga melindungi secara materiil meeka yang mencintai kaum miskin. Kristus mencintai kaum miskin dan sebagai
konsekuensinya ia mencintai mereka yang mencintai kaum msikin. Sebab bila kita banyak mencintai seorang pribadi maka kita juga tersentu untuk mencintai teman-
temannya. Sedangkan kaum miskin adalah teman-teman Kristus. Orang miskin adalah raja dan penguasa kita, karena Tuhan kita berada
dalam kaum miskin. Kaum miskin itu tuan kita, raja kita, kita harus mentaatinya. Oleh sebab itu, tidak berlebihan menyebut mereka demikian karena Tuhan kita
berada dalam mereka. Pelayanan itu diberikan kepada Tuhan kita dan lagi ia memandangnya
sebagai suatu kenyataan “cum ipso sum in tribulation”: saya dengan Dia dalam kesulitan “Jika ia sakit, Aku juga sakit, bila ia berada dalam penjara, Aku juga
dipenjara, jika ia menderita luka pada kakinya, AKu juga seperti dia menderita” Mat 25:36.
Para suster KYM juga diingatkan untuk meneladani sikap St. Martinus orang suci ini meskipun masih katekumen meliat minta sedekah, lalu ia
menghunus pedangnya, lalu separoh dari mantolnya dipotong dan diberikannya kepada si miskin. Perbuatan cinta kasih semacam ini benar-benar berkenan pada
Tuhan. Sehingga pada malam berikutnya Tuhan Yesus menamppakan diri kepadanya terselubung dengan mantol yang diberkan kepada si miskin tadi. Gereja
menaroh penghargaan dan penghormatan yang besar pada perbuatan cinta kasih St.
70
Martinus bukannya sebagai Uskup atau Uskup Agung, meskipun jabatan itu begitu luhur Tondowijdojo, 1990 : 11.
Orang-orang miskin adalah majikan-majikan kita, penguasa kita. Kita harus mentaati mereka. Bukannya sesuatu yang berlebihan jika menyebutnya demikian,
karena dalam orang-orang miskin kita memiliki Tuhan dalam diri kita. Sungguh konsep majikan yang biasanya melekat pada orang-orang kaya kini diberikan pada
orang-orang kecil. Vincentius membuat sesuatu yang luar biasa. Kerendahan hatinya ternyata mampu mengubah pandangan kita akan orang-orang kecil.
3. Kuasa Allah dalam Derita Manusia
Allah berkuasa sepenuhnya atas hidup manusia. Apabila manusia mengalami pasang surut, ketika merasa tidak berdaya, Tuhan sanggup memulihkan
keadaan manusia tersebut. Demikian juga pada suster KYM bila sedang mengalami masalah, merasa berat dalam menjalankan karya kerasulan yang
dimiliki, atau mengalami jatuh sakit, Allah dapat memulihkan para suster KYM untuk kuat kembali.
Para Vinsensian yang memiliki semangat spiritualitas St. Vincentius dituntut untuk hanya mengandalkan kekuatan Tuhan. Dalam setiap penderitaan,
permasalahan, suka dan duka yang dialami oleh para suster, hanya Tuhanlah yang menjadi tempat mengadu dan berpasrah. Allah berkuasa atas penderitaan yang
dialami oleh para suster dan Allah juga sanggup memulihkan para suster dari setiap penderitaan yang dialaminya. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada
sejengkalpun para suster mampu keluar dari deritanya tanpa adanya kuasa Allah
71
yang dilimpahkan kepadanya. Kepercayaan kepada kuasa Allah yang sanggup membawa para suster keluar dari setiap derita ini, akan membuat para suster
belajar berpasrah dan semakin memiliki kerendahan hati dalam menjalani hidup persaudaraan.
4. Kerendahan Hati Buah Kedewasaan Iman melalui Usaha Terus-menerus
Kerendahan hati sebagai salah satu keutamaan yang diwariskan oleh St. Vincentius a Paulo tidaklah terjadi dengan sendirinya dimiliki oleh para suster
KYM. Kerendahan hati tersebut merupakan buah dari kedewasaan iman melalui usaha terus-menerus dari setiap suster KYM melalui pengabdian dirinya pada
tarekat. Para suster ketika memutuskan untuk bergabung ke dalam Kongregasi
KYM, banyak belajar dari spiritualitas St. Vincentius salah satunya mengenai kerendahan hati. Kerendahan hati ini diperoleh seiring dengan semakin matangnya
perjalanan suster dalam kongregasi. Panggilan para suster yang semakin bertumbuh dan berkembang dalam ikatan cinta Kristus, juga akan disertai dengan
bertumbuhnya semangat rendah hati seperti yang diwariskan oleh St. Vincentius kepada para Vinsensian.
Hal ini memperlihatkan bahwa semnagat rendah hati berkembang bersama seiring dengan bertumbuhnya iman para suster yang digali secara
terus-menerus. Artinya, terkait dengan kerendahan hati hanya karena iman yang semakin matanglah yang dapat membuat seorang suster KYM memiliki
kerendahan hati. Iman yang semakin dewasa yang dimiliki oleh suster yang diperoleh melalui banyak hak seperti doa, karya kerasulan, dan hidup