penyerahan diri secara total kepada kehendak Allah yang menyelenggarakan hidupnya dan masa depannya.
Bunda Maria adalah teladan dalam beriman Luk 1: 26-45. Perawan Maria menghayati ketaatan iman yang paling sempurna. Oleh karena ia percaya
bahwa bagi Allah “tidak ada yang mustahil” Luk 13:37, maka ia menerima pemberitahuan dan janji yang disampaikan oleh malaikat dengan penuh iman dan
memberikan persetujuannya: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” Luk 1:38. Elisabeth memberi salam
kepadanya: “Berbahagialah ia yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan dari Tuhan akan terlaksana” Luk 1:45. Demi iman ini segala bangsa akan
menyatakannya bahagia. Dalam peristiwa penyembuhan hamba seorang perwira di Kapernaum
Yesus menyatakan : Aku berkata kepadamu, iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai, sekalipun di antara orang Israel Luk 7:9. Juga dalam peristiwa
penyembuhan seorang yang sakit pendarahan, Yesus menegaskan: Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau. Pergilah dengan selamat dan sembuhlah
dari penyakitmu Mrk 5:34. Peristiwa penyembuhan mata dua orang buta disertai pertanyaan Yesus: Percayakah kamu, bahwa Aku dapat melakukannya?
Mereka menjawab: Ya Tuhan, kami percaya. Lalu Yesus menjamah mata mereka sambil berkata: Jadilah kepadamu menurut imanmu. Mat 9:27-31.
Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Sebab oleh imanlah telah diberikan kesaksian kepada
nenek moyang kita. Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah
dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak d
apat kita lihat” Ibr 11:1-3.
b. Iman menurut Dokumen Gereja
Salah satu dokumen Konsili Vatikan II, Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi, dikatakan:
Kepada Allah yang menyampaikan wahyu manusia wajib menyatakan ketaatan iman. Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri
seutuhnya ke pada Allah, dengan mempersembahkan “kepatuhan akal budi
serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan, dan dengan secara sukarela menerima sebagai kebenaran wahyu yang
dikurniakan oleh-Nya. Supaya orang dapat beriman seperti itu, diperlukan rahmat Allah yang mendahului serta menolong, pun juga bantuan batin
Roh Kudus, yang menggerakkan hati dan membalikkannya kepada Allah,
membuka mata budi, dan menimbulkan “pada semua orang rasa manis dalam menyetujui da
n mempercayai kebenaran”. Supaya semakin mendalamlah pengertian akan wahyu, Roh Kudus itu juga senantiasa
menyempurnakan iman melalui kurnia-kurnia-Nya DV, art. 5. Dari kutipan di atas dapat dikatakan bahwa iman merupakan rahmat Allah
yang dipercayakan kepada manusia. Dari pihak manusia menanggapi rahmat yang dipercayakan tersebut dengan bebas. Manusia mampu beriman karena rahmat
Allah. Manusia sangat tergantung pada kasih dan kebaikan Allah. Manusia beriman dengan segenap hati dan menjalin relasi pribadi yang mendalam dengan
Allah. Rahmat Allah itu mendahului iman. Rahmat yang mendahului iman itu tak lain adalah Roh Kudus yang berperan untuk membawa manusia menyadari karya
Allah dalam hatinya. Roh Kuduslah yang membuka mata budi dan menimbulkan iman pada setiap orang. Dari DV artikel 5 dapat dikatakan bahwa: iman
merupakan rahmat Allah, iman juga merupakan jawaban bebas dari manusia terhadap Allah, iman mengandung unsur pengertian manusia akal budi. Dengan
kata lain, dalam peristiwa iman ada 3 unsur yaitu : rahmat, akal budi dan kehendak bebas manusia.
Katekismus Gereja Katolik KGK no. 153, no. 179, no. 234 merumuskan
iman adalah karunia, rahmat Allah. Karena iman adalah karunia Tuhan untuk membantu kita menuju keselamatan, maka sudah seharusnya kita memelihara dan
menjaga iman kita dengan bijaksana setiap saat. Agar kita dapat hidup, bertumbuh dan setia pada iman kita sampai akhir, maka kita perlu: a disegarkan dengan
Firman Allah dan doa; b minta kepada Tuhan untuk menambah iman kita; c terus bertumbuh dalam perbuatan kasih yang berdasarkan iman. Pertumbuhan dan
kemantapan iman perlu didukung dengan pengertian yang benar tentang iman, sehingga diperlukan sikap iman yang mencari pengertian.
c. Iman menurut Para Ahli
Iman merupakan hubungan manusia dengan Allah. Dalam hubungan itu manusia terlibat penuh penyerahan kepada Allah yang telah mewahyukan
kehendak dan rencana-Nya Banawiratma dan Suharyo, 1990: 60. Menurut Fowler 1995: 48 iman adalah
perbuatan percaya yang intens, fundamental dan sangat pribadi di mana saya sendiri secara kreatif percaya akan nilai-nilai yang paling akhir dan
akan hal transenden yang ultim, dengan penuh cinta dan kesetiaan. Iman adalah oreintasi seluruh pribadi dan merupakan cara fundamental untuk
percaya dan menanggapi hidup.
Sedangkan menurut Hardjana 1989: 57-58 iman adalah anugerah Tuhan yang diimani jauh mengatasi manusia yang mengimani-Nya. Tuhan adalah mahatinggi
dan tak terjangkau oleh manusia. Oleh karena itu manusia mampu beriman,
mengenal dan berhubungan dengan Tuhan terjadi karena kebaikan Tuhan semata- mata.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat dikatakan bahwa iman
merupakan anugerah Allah yang diberikan kepada manusia. Iman juga merupakan jawaban manusia atas sapaan Allah dan penyerahan diri manusia kepada Allah
dan percaya akan kebenaran-Nya. Manusia mampu beriman, mengenal Tuhan, menjawab sapaanNya, merasakan kehadiranNya bukan karena kehebatan
manusia, melainkan karena kebaikan Tuhan.
3. Pendampingan Iman
Pendampingan iman merupakan suatu usaha untuk membantu orang semakin bertumbuh dan berkembang dalam menghidupi imannya sehingga
semakin serupa dengan Kristus 2Kor 3: 18. Pendampingan merupakan usaha menolong orang lain untuk menumbuhkan dan mengaktualisasikan dirinya secara
penuh dan merupakan suatu proses perkembangan seseorang dengan sesamanya. Pendampingan ini terjadi dalam tahapan-tahapan perkembangan seperti proses
terjadinya suatu persahabatan. Persahabatan dapat terjalin dengan baik jika antara satu dengan yang lain ada saling percaya dan terbuka sehingga persahabatan itu
mendalam dan bermutu, begitu juga dengan pendampingan Tangdilintin, 1984: 16. Iman merupakan suatu tanggapan manusia atas sapaan Tuhan, hendaknya
selalu dipupuk dan diperjuangkan dari waktu ke waktu. Dalam menanggapi sapaan Tuhan manusia perlu terbuka dan bebas menjawab sapaan tersebut DV,
art. 4.
Manusia mengaktualisasikan imannya dalam kehidupan sehari-hari dengan sikap dan perbuatan yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Jadi pendampingan
iman yang dimaksud adalah usaha untuk menolong kaum remaja agar bertumbuh dan berkembang dalam menghidupi imannya dan menanggapi sapaan Tuhan
dengan bebas. Dengan demikian remaja dapat mewujudkan imannya lewat sikap dan perbuatan mereka dalam kehidupan sehari-hari.
4. Tujuan Pendampingan Kaum Remaja
Tujuan pendampingan membantu kaum muda mendapatkan ilmu, pengetahuan, informasi, kecakapan, sikap, perbuatan, perilaku hidup yang
memadai dalam segi-segi pokok yang berhubungan dengan hidup pribadi, kebersamaan dengan orang lain, peran dalam masyarakat, bangsa dan dunia
Mangunhardjana, 1986: 25-28. Tujuan pendampingan juga tidak hanya sekedar
menyampaikan ilmu
dan informasi
tetapi jugas
kecakapan untuk
memperkembangkan ilmu pengetahuan, mendapatkan informasi baru dan
kemampuan untuk mencari dan mengolah lebih lanjut apa yang sudah didapat
Berdasarkan tujuan tersebut dapat diutarakan bahwa pendampingan mencakup segala daya upaya dan segi kehidupan kaum remaja: budi, hati,
kehendak, sikap, kecakapan, perbuatan, perilaku hidup. Pribadi yang mampu mengaktualkan dan mempraktekkan ilmu yang mereka dapat dalam kehidupannya
sehari-hari sebagai orang muda sesuai dengan situasi yang mereka hadapi. Pendampingan juga mampu mengantar kaum remaja ambil bagian dalam
kehidupan sosial, di mana pun mereka berada.
B. Gambaran Umum Kaum Remaja
1.
Pengertian Remaja
Istilah remaja atau adolescence berasal dari kata Latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Dalam perkembangan yang
lebih lanjut, istilah adolescence sebenarnya memiliki arti yang cukup luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik Hurlock, 1990:206.
Pandangan ini didukung oleh Piaget Hurlock, 1990:206, yang mengatakan bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia di mana individu menjadi
terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia di mana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah di tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa
sama, atau paling tidak sejajar. Menurut Santrock 2007: 20-21 masa remaja adolescence sebagai
periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosioemosional.
Sarlito Wirawan Sarwono 2012: 12, mengutip World Health Organization WHO mendefinisikan remaja adalah suatu masa di mana:
a Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda- tanda
seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. b
Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.
c Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada
keadaan yang relatif lebih mandiri. Berdasarkan beberapa pengertian remaja yang telah dikemukakan para ahli di
atas, maka dapat dikatakan bahwa remaja adalah individu yang sedang berada
pada masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa dan ditandai dengan perkembangan yang sangat cepat dari aspek fisik, psikis dan sosial.
2. Ciri-ciri Masa Remaja
Pada dasarnya setiap usia mempunyai ciri-ciri baik usia anak-anak, remaja, dewasa, dan usia tua. Adapun ciri-ciri masa remaja menurut ahli psikologi remaja
Hurlock 1980, antara lain :
a. Masa remaja sebagai periode yang penting
Perubahan-perubahan yang dialami remaja akan memberikan dampak langsung pada individu yang bersangkutan dan akan mempengaruhi perkembangan
selanjutnya Hurlock 1980:207
b. Masa remaja sebagai periode peralihan
Pada periode ini perkembangan masa tidak kanak-kanak lagi dan belum dapat dianggap sebagai orang dewasa. Status remaja tidak jelas, keadaan ini
memberi waktu padanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya
Hurlock 1980: 207 c.
Masa remaja sebagai periode perubahan Ada empat perubahan yang hampir bersifat universal. Pertama,
meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Kedua, perubahan tubuh, minat dan peran yang
diharapkan oleh kelompok sosial, menimbulkan masalah baru. Bagi remaja masalah baru yang timbul tampaknya lebih banyak dan remaja akan tetap merasa
ditimbuni masalah, sampai ia sendiri menyelesaikannya menurut kepuasannya. Ketiga, berubahnya nilai-nilai, apa yang di masa anak-anak dianggap penting
sekarang setelah hampir dewasa tidak penting lagi. Keempat, sebagaian besar remaja bersifat ambivalen terhadap setiap perubahan, mereka menginginkan
perubahan dan menuntut kebebasan, tetapi mereka sering takut bertanggung jawab akan akibatnya Hurlock 1980: 207.
d. Masa remaja sebagai usia bermasalah
Masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi. Terdapat dua alasan bagi kesulitan itu. Pertama, sepanjang masa kanak-kanak, masalah
anak-anak sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, para remaja
merasa diri mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru-guru Hurlock 1980: 208.
e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas
Salah satu cara untuk mencoba mengangkat diri sendiri sebagai individu adalah dengan menggunakan simbol status dalam bentuk mobil, pakaian,
pemilihan barang-barang yang mudah terlihat. Dengan cara ini, remaja menarik perhatian pada diri sendiri agar dipandang sebagai individu. Pada saat yang sama
ia mempertahankan identitas dirinya terhadap kelompok sebaya Hurlock 1980: 208.
f. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan
Seperti disampaikan oleh Majeres yang dikutip oleh Hurlock dalam psikologi perkembangan 1990: 208, disebutkan bahwa banyak anggapan