Katekese Model Shared Christian Praxis

a. Shared

Shared berarti berdialog atau berkomunikasi timbal balik, berbagi, rasa, berbagi pengalaman, saling mendengarkan pengalaman satu sama lain. Dialog pertama-tama mulai dari diri sendiri, kemudian disharingkan kepada sesama peserta dalam suasana kasih persaudaraan Sumarno DS, 2013: 16. Dalam dialog ada dua unsur penting, yakni membicarakan dan mendengarkan. Membicarakan berarti menyampaikan apa yang menjadi kebenaran dan pengalamanku dan mengatakan apa yang terjadi dalam diriku sebagaimana adanya. Membicarakan itu didasari oleh sikap keterbukaan dan kejujuran serta kerendahan hati untuk mengungkapkan pengalaman dan pengetahuan yang nyata sebagaimana yang terjadi. Mendengarkan itu berarti mendengarkan dengan hati dan rasa tentang apa yang dikomunikasikan oleh orang lain. Paus Fransiskus dalam seruan Apostolik, Evangelii Gaudium Sukacita Injil mengatakan mendengarkan dalam komunikasi adalah keterbukaan hati yang memungkinkan terjadinya perjumpaan rohani. Hanya melalui mendengarkan yang penuh hormat dan bela rasa dapat menemukan pertumbuhan sejati dan membangkitkan kerinduan cita-cita Kristiani EG, art. 171. Dengan mendengarkan orang lain maka peserta dapat menemukan diri sendiri dan menemukan kehendak Tuhan. Mendengarkan melibatkan keseluruhan diri sehingga dalam mendengarkan timbullah gerak hati, empati terhadap apa yang dikomunikasi dengan orang lain Sumarno DS, 2013: 16. Pada model Shared ini baik peserta maupun pendamping dapat menjadi nara sumber. Dalam sharing setiap peserta sesuai dengan gayanya, pengalaman keterlibatanya yang konkret dan kepentingannya memberikan sumbangan yang khas. Hubungan antar subyek yang mendatangkan perjumpaan antar pribadi dapat membawa suatu kesadaran akan pentingnya rasa solidaritas karena memiliki perjuangan visi yang sama Heryatno Wono Wulung 1997: 4. Karena itu semua peserta menjadi partner yang aktif terlibat, dan secara kritis mengolah pengalaman mereka serta keadaan faktual remaja. Bentuk sharing sangat membantu peserta untuk mengalami proses bersama dalam mengolah pengalaman. Bentuk sharing ini cocok dipergunakan dalam pendampingan iman remaja karena mereka diberi kesempatan untuk ambil bagian secara aktif dengan cara saling berbagi pengalaman hidup mereka masing-masing.

b. Christian

Katekese model SCP menekankan unsur Christian dari kekayaan iman Kristiani sepanjang sejarah dan visinya diupayakan terjangkau untuk kehidupan peserta zaman sekarang Heryatno Wono Wulung, 1997: 2. Kekayaan iman Gereja sepanjang sejarah berkembang menjadi pengalaman iman jemaat pada zaman sekarang. Proses ini mengharapkan kekayaan iman Gereja dapat menyentuh kehidupan dan pengalaman umat saat ini. Kekayaan iman yang ditekankan dalam model ini meliputi dua unsur pokok yaitu pengalaman iman hidup Kristiani sepajang sejarah dan visinya. Mengenai tradisi Kristiani dan visinya, Heryatno Wono Wulung 1997: 3 yang menyadur pendapat Thomas H. Groome dalam Shared Christian Praxis : suatu model berkatekese menguraikan demikian: Tradisi Kristiani mengungkapkan realitas iman jemaat Kristiani yang hidup dan sungguh dihidupi. Inilah tanggapan manusia terhadap pewahyuan diri Allah yang terlaksana dalam kehidupan manusia. Dalam konteks tradisi perlu dipahami sebagai perjumpaan antara rahmat Allah dalam Kristus dan tanggapan manusia. Maka dari itu tradisi di sini tidak hanya berupa tradisi pengajaran Gereja tetapi juga meliputi Kitab Suci, spiritualitas, refleksi teologis, sakramen, liturgi, seni, nyanyian rohani, kepemimpinan kehidupan jemaat dan lain-lain. Sebagai realitas iman yang dihidupi dalam konteks hiostorisnya, tradisi Kristiani senantiasa mengundang keterlibatan praktik dan proses pemberian diri. Visi Kristiani mengarisbawahi tuntutan dan janji yang terkandung di dalam tradisi, tanggungjawab dan pengutusan orang kristiani sebagai jalan untuk menghidupi semangat dan sikap kemuridan mereka. Visi Kristiani yang paling hakiki adalah terwujudnya kerajaan Allah di dalam kehidupan manusia. Visi ini menunjuk proses sejarah kehidupan umat Kristiani yang berkesinambungan dan bersifat dinamis, mengundang penilaian, penegasan, pilihan dan keputusan. Berdasarkan pada pengertian Tradisi dan Visi Kristiani tersebut, maka disimpulkan bahwa kata Christian menunjuk seluruh pengalaman iman umat yang merupakan tanggapan manusia terhadap janji Allah. Manusia menanggapi pewahyuan Allah tersebut dalam seluruh gerak hidup hariannya baik sikap maupun perbuatan .

c. Praxis

Praxis sebagai perbuatan atau tindakan meliputi seluruh keterlibatan manusia dalam dunia, segala sesuatu yang diperbuat oleh manusia dengan tujuan tertentu atau dengan sengaja Sumarno DS, 2013: 15. Praxis ini merupakan ungkapan pribadi yang meliputi ungkapan fisik, emosional, intelektual, spiritual dari hidup kita. Tindakan ini meliputi sesuatu yang kumiliki, kurasakan dan kualami, bukan sesuatu yang teoritis. Praxis mempunyai tiga unsur pembentuk yang saling berkaitan: aktivitas, refleksi dan kreatifitas. Aktivitas meliputi kegiatan mental dan fisik, kesadaran, tindakan personal dan sosial, hidup pribadi dan kegiatan publik bersama yang semuanya merupakan medan masa kini untuk perwujudan diri manusia. Refleksi menekankan refleksi kritis terhadap tindakan historis pribadi dan sosial dalam masa lampau, terhadap praxis pribadi dan kehidupan bersama masyarakat serta terhadap”Tradisi” dan “Visi” iman kristiani sepanjang sejarah. Kreatifitas merupakan perpaduan antara aktivitas dan refleksi yang menekankan sifat transenden manusia dalam dinamika menuju masa depan untuk praxis baru Heryatno Wono Wulung, 1997: 2. Unsur- unsur tersebut di atas berfungsi membangkitkan perkembangan imaginasi, meneguhkan kehendak dan mendorong praxis baru yang dapat dipertanggungjawabkan. Praxis yang meliputi aktifitas, refleksi dan kreatifitas dalam pendampingan iman remaja menjadi peluang dan kesempatan yang baik untuk mengarahkan remaja dalam menghadapi permasalahan dirinya. Aktivitas mencakup keseluruhan pribadi remaja dalam seluruh pengalaman hidupnya. Pengalaman ini kemudian direfleksikan sehingga memunculkan kesadaran untuk terlibat dalam kreatifitas baru Heryatno Wono Wulung, 1997: 4.

2. Langkah-Langkah Katekese Model Shared Christian Praxis

Heryatno Wono Wulung, 1997: 5-7 menyadur pendapat Thomas Groome yang mengemukan, terdapat lima langkah Shared Christian Praxis.

a. Langkah Pertama: Pengungkapan Praksis Faktual

Pada langkah pertama ini, para peserta diajak untuk mengungkapkan pengalaman hidup faktual, entah itu pengalaman hidup pribadi atau peristiwa yang terjadi dalam masyarakat. Untuk mempermudah para peserta mengungkapkan pengalamannya, pemandu dapat menggunakan berbagai sarana dalam bentuk ceritera, puisi, tarian, nyanyian, drama pendek atau lambang. Dalam proses pengungkapan itu, peserta dapat menggunakan perasaan mereka, sikap, kepercayaan, dan keyakinan yang melatarbelakanginya Heryatno Wono Wulung, 1997: 5. Dengan cara itu peserta diharapkan menjadi sadar dan bersikap kritis pada pengalaman hidupnya sendiri. Di samping pengalaman pribadi, peserta juga dapat mengungkapakan pengalaman orang lain atau keadaan masyarakatnya. Komunikasi pengalaman konkret para peserta diharapkan dapat melahirkan tema- tema dasar yang akan direflekssikan secara kritis pada langkah berikutnya. Langkah pertama ini bersifat obyektif, mengungkapkan apa yang sesungguhnya terjadi. Langkah pertama ini dalam pendampingan iman kaum remaja merupakan kesempatan yang indah untuk mengungkapkan atau mensharingkan pengalaman yang mereka alami secara leluasa. Sharing menjadi salah satu metode yang disenangi oleh kaum remaja karena mereka merasa diperhatikan, didengarkan, diberi kesempatan untuk mengungkapkan ide atau pendapatnya.

b. Langkah Kedua: Refleksi Kritis Pengalaman Faktual

Langkah kedua ini mendorong peserta untuk lebih aktif, kritis dan kreatif dalam memahami serta mengolah keterlibatan hidup mereka sendiri maupun masyarakatnya. Tujuan langkah ini adalah memperdalam refleksi dan mengantar peserta pada kesadaran kritis akan keterlibatannya. Refleksi tersebut meliputi segi asumsi dan alasan, motivasi, sumber historis, kepentingan dan konsekuesi yang disadari dan hendak diwujudnyatakan Heryatno Wono Wulung, 1997: 6. Pembimbing menciptakan suasana pertemuan yang mendukung dan menghormati serta mengundang peserta untuk berrefleksi secara kritis, mendorong peserta untuk untuk mengadakan dialog dan penegasan bersama. Peserta memperdalam pemahaman kenangan dan imaginasi serta mengajak peserta untuk berani berbicara Sumarno Ds, 2013: 20. Dalam pendampingan iman, langkah ini merupakan kesempatan yang baik untuk mengajak kaum remaja untuk merefleksikan pengalaman hidupnya sehari-hari sehingga mampu menemukan makna dari setiap pengalaman yang mereka alami.

c. Langkah Ketiga: Mengusahakan Supaya Tradisi dan Visi Kristiani Lebih

Terjangkau Tradisi adalah iman Kristiani yang sungguh dihidupi dan diperkembangkan Gereja dalam sejarahnya. Maka Tradisi Gereja tidak terbatas pada pengajaran Gereja dogma tetapi juga mencakup Kitab Suci, spiritualitas, devosi, kebiasaan hidup beriman, aneka kesenian Gereja, liturgi dan kepemimpinan. Visi merefleksikan harapan dan janji, mandat dan tanggungjawab yang muncul dari Tradisi suci yang bertujuan untuk mendorong dan menguhkan iman jemaat dalam keterlibatannya untuk mewujudkan kehadiran nilai-nilai Kerajaan Allah Heryatno Wono Wulung, 1997: 6. Pada langkah ini pendamping memberikan informasi mengenai hal-hal yang bersifat ideal, dengan sumber dari Kitab suci atau dokumen Gereja Sumarno DS, 2013: 20. Langkah ini juga penting bagi pendampingan iman remaja, karena remaja diajak untuk mendalami pengalaman Kristiani sehingga mereka mendapatkan informasi yang benar. Pendamping mempunyai kesempatan untuk memberikan informasi tentang ajaran pokok sehubungan dengan pengalaman Kristiani dari Kitab Suci maupun dari dokumen Gereja.

d. Langkah Keempat: Interprestasi Dialektis antara Praksis dan Visi Peserta

dengan Tradisi dan Visi Kristiani Langkah ini mengajak peserta supaya dapat meneguhkan, mempertanyakan, memperkembangkan, menyempurnakan gagasan penting yang telah ditemukan pada langkah pertama dan kedua. Selanjutnya gagasan penting itu dikonfrontasikan dengan tradisi dan visi Kristiani dari langkah ketiga Heryatno Wono Wulung, 1997: 7. Dari proses konfrontasikan tersebut diharapkan peserta dapat secara aktif menemukan kesadaran atau baru yang hendak diwujudkan. Dengan kesadaran baru itu peserta akan lebih bersemangat dalam mewujudkan imannya dan dengan itu diharapkan supaya nilai-nilai kerajaan Allah semakin dapat dirasakan di tengah-tengah kehidupan bersama. Pendamping hendaknya menghormati kebebasan dan hasil penegasan peserta, termasuk peserta yang menolak tafsiran pendamping. Pendamping membantu peserta untuk meyakinkan peserta bahwa mereka mampu mempertemukan nilai pengalaman hidup dan visi mereka dengan nilai Tradisi dan visi Kristiani. Pendamping mendorong peserta untuk merubah sikap dari pendengar yang pasif menjadi yang aktif dan menyadari bahwa tafsiran pendamping bukan harga mati. Pendamping sangat perlu untuk mendengar dengan hati tanggapan, pendapat, dan pemikiran peserta Sumarno DS, 2013: 22. Pada langkah ini, pendamping berusaha untuk memberi kebebasan kepada para remaja untuk mempertimbangkan, menilai, dan mengambil keputusan sesuai dengan situasi yang meraka alami. Pendamping tidak menentukan pokok-pokok yang harus dipilih sebagai suatu pedomaan dalam kehidupan para remaja, supaya mereka tidak lagi akan merasa tidak bebas Heryatno Wono Wulung, 1997: 33. Dengan proses itu diharapkan hidup iman peserta menjadi lebih aktif, dewasa dan missioner.

e. Langkah Kelima: Keterlibatan baru demi makin terwujudnya Kerajaan

Allah Langkah yang terakhir ini bertujuan mendorong peserta supaya sampai pada keputusan konkret bagaimana menghidupi iman Kristiani pada konteks hidup yang telah dianalisa dan dipahami, direfleksi secara kritis, dinilai secara kreatif dan bertanggung jawab Heryatno Wono Wulung, 1997: 7. Inilah tangapan praktis peserta terhadap situasi konkret mereka yang telah dikonfrontasikan dengan tradisi dan nilai Kristiani. Tanggapan peserta dipengaruhi oleh tema dasar yang direfleksikan, nilai-nilai Kristiani yang diinternalisasi, dan konteks kepentingan religius, politis dan ekonomis peserta. Dalam pendampingan iman remaja langkah ini sangat efektif bagi kaum remaja karena remaja membutuhkan pengakuan akan apa yang diekspresikannya. Langkah ini mengajak remaja untuk melakukan tindakan konkrit. Proses konfrontasi dalam pendampingan iman memotivasi remaja untuk memunculkan ide dan mewujudnyatakan dalam keterlibatan baru demi terwujudnya Kerajaan Allah dalam dunia remaja. Remaja memiliki kemampuan untuk mengambil bagian dalam usaha mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah dalam kehidupan sehari-hari.

3. Alasan menggunakan Katekese Model Shared Christian Praxis

Alasan penulis menggunakan katekese model SCP dalam pendampingan iman di asrama Dharmawati ialah karena penulis sendiri melihat dan mengalami proses proses pendampingan di asrama modelnya kurang bervariasi. SCP dipilih untuk menjadi model pendampingan iman remaja karena model ini mampu membantu remaja yang sedang dalam proses pembentukan menjadi pribadi yang dewasa. Remaja banyak mengalami permasalahan dalam kehidupannya, dan proses katekese SCP berangkat dari pengalaman faktual yang meliputi permasalahan hidup konkret remaja. Kaum remaja diajak untuk mengungkapkan pengalaman hidup kemudian direfleksikan, ditawarkan nilai-nilai visi dan tradisi kristiani dalam bentuk tafsir Kitab Suci, didialogkan untuk mengkonfrontasikan tradisi dan visi kristiani tersebut. SCP memberi kesempatan bagi para remaja untuk menerima masukan mengenai hal-hal yang bersifat ideal sebagi bekal dalam hidup sebagai remaja yang masih dalam proses pencarian identitas diri. Pada proses SCP relasi antara remaja berlangsung sehingga terjadi proses bersama yang membuat mereka sungguh dihargai sebagai subyek yang menemukan sendiri dan tidak lagi merasa didikte oleh pendamping sehingga membantu remaja untuk menuju suatu aksi konkrit ke arah hidup yang lebih baik. Penulis menyakini bahwa model katekse Shared Christian Praxis dapat dipakai untuk pendampingan iman remaja di asrama Dharmawati Sintang.

B. Usaha Peningkatan Pelaksanaan Pendampingan Iman Remaja

1. Pengertian Peningkatan

Menurut seorang ahli bernama Adi S, peningkatan berasal dari kata tingkat, yang berarti lapis atau lapisan dari sesuatu yang kemudian membentuk susunan. Sedangkan peningkatan berarti kemajuan. Secara umum, peningkatan dapat berarti penambahan keterampilan dan kemampuan agar menjadi lebih baik http:www.duniapelajar.com20140808pengertian-peningkatan-menurut-para- ahli akses tanggal 19 Maret, jam 21.00. Berdasarkan pengertian di atas dapat dinyatakan bahwa peningkatan adalah suatu upaya yang dilakukan oleh pendamping untuk membantu remaja semakin bertumbuh dan berkembang menjadi lebih baik. Upaya yang dilakukan melalui proses pelaksanaan pendampingan iman lebih baik, lebih kreatif, lebih menarik sehingga remaja dapat lebih antusias menanggapinya. Pendampingan dikatakan meningkat apabila adanya suatu perubahan dalam proses pendampingan serta hasil pendampingan nampak dalam hidup sehari-hari.

2. Tujuan Peningkatan

Peningkatan pendampingan pada hakikatnya merupakan upaya perubahan. Oleh karena itu, proses perubahan dalam peningkatan pendampingan adalah suatu harapan. Proses perubahan menjadi sangat penting dalam upaya meningkatkan mutu pendampingan. Perubahan tersebut meliputi; remaja, tenaga pendamping, sarana prasarana, model dan metode, suasana, proses pendampingan serta lingkungan asrama. Hal demikian karena pendampingan merupakan kegiatan- kegiatan yang mendorong dan membantu remaja belajar menemukan jati dirinya sebagai pribadi agar kelak mereka mampu menjawab panggilan hidupnya sebagai orang beriman dengan penuh tanggungjawab. Oleh karena itu, usaha peningkatan pendampingan sangat perlu dan penting.

3. Arah Peningkatan

Arah peningkatan pendampingan merupakan panduan hidup asrama yang diterima dan diperjuangkan bersama oleh segenap penghuni asrama Dharmawati Sintang. Dengan panduan ini, kebersamaan dan gerak pendampingan di asrama Dharmawati menjadi makin bermakna dan memberikan kesegaran hidup, sehingga sabda Yesus, “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempu nyainya dalam segala kelimpahan” Yoh 10: 10 makin terwujud dalam kebersamaan hidup sebagai saudara di asrama. Selain itu, peningkatan pendampingan mengarahkan warga asrama menjadi remaja kristiani yang beriman dan bertanggungjawab, berpusat pada Yesus Kristus. Dengan demikian mereka mampu menemukan nilai-nilai kristiani dan mewujudkannya dalam tindakan nyata setiap hari, baik di asrama, sekolah, keluarga serta masyarakat. Arah peningkatan juga merupakan peneguhan jati diri. Jati diri kita sebagai Gereja, seperti dirumuskan oleh Konsili Vatikan II, adalah “persekutuan umat yang terdiri dari orang-orang, yang dipersatukan dalam Kristus, dibimbing oleh Roh Kudus dalam peziarahan menuju Kerajaan Bapa, dan telah menerima warta keselamatan untuk disampaikan kep ada semua orang” Gaudium et Spes, art. 1.

C. Usulan Program Pendampingan 1.

Latar Belakang Usulan Program Pada bab III telah dijelaskan situasi konkrit yang ada di asrama, baik mengenai remaja maupun permasalahan yang dihadapi. Selama ini pendampingan iman di asrama dilaksanakan dalam kelompok besar yang diikuti oleh semua warga asrama. Pendampingan iman tersebut berupa doa bersama, devosi, misa, rekoleksiretret. Pendampingan dalam kelompok besar sukar bagi pendamping untuk mengarahkan serta melibatkan seluruh peserta sehingga terkesan monoton, membosankan dan kurang efektif. Terbatasnya waktu, model dan metode yang kurang bervariasi, kurangnya tenaga pendamping, sarana prasrana serta suasana kurang mendukung dalam pelaksanaan pendampingan. Oleh karenanya pendampingan hendaknya melihat dan memperhatikan situasi konkrit hidup peserta sehingga apa yang menjadi kegiatan pendampingan tercapai yaitu remaja semakin dewasa imannya dan dapat mempertanggungjawabkannya dalam kehidupannya baik di asrama, keluarga serta masyarakat luas. Maka dari itu supaya semua warga asrama ambil bagian secara aktif dalam mengikuti pendampingan iman, penulis mengusulkan dalam pelaksanaan pendampingan dibagi dalam kelompok-kelompok kecil dengan jumlah 20- 35 orang. Pembagian kelompok bermaksud untuk lebih mudah, lebih dekat, akrab satu sama lain serta semuanya dapat terlibat aktif. Pendampingan iman yang digunakan adalah ketekese model Shared Christian Praxis, karena memberikan kesempatan kepada remaja untuk berbicara tentang masalah yang mereka hadapi dan berangkat dari pengalaman konkrit kaum remaja.

Dokumen yang terkait

Usaha meningkatkan pelaksananaan pembinaan iman mantan penderita kusta di lingkungan Sitanala Tangerang Keuskupan Agung Jakarta melalui katekese model Shared Christian Praxis (SCP).

0 1 119

Belajar dari Kitab Ayub: menemukan makna dibalik penderitaan manusia dan aplikasinya melalui katekese pembebasan model Shared Christian Praxis (SCP).

0 4 185

Belajar dari Kitab Ayub menemukan makna dibalik penderitaan manusia dan aplikasinya melalui katekese pembebasan model Shared Christian Praxis (SCP)

0 29 183

Upaya meningkatkan pendampingan iman kaum muda di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa, Soe, Keuskupan Agung Kupang melalui katekese umat model shared christian praxis - USD Repository

0 0 138

SKRIPSI BELAJAR DARI MAZMUR 13: MEMAKNAI PENDERITAAN ORANG BENAR DAN APLIKASINYA MELALUI KATEKESE MODEL SCP (SHARED CHRISTIAN PRAXIS)

0 1 125

PENINGKATAN KESADARAN ORANG TUA AKAN PERANNYA DALAM PENDIDIKAN IMAN ANAK MELALUI KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS DI LINGKUNGAN BRAYAT MINULYO WILAYAH SANTA MARIA KALASAN BARAT PAROKI MARGANINGSIH KALASAN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu S

0 0 146

Pendampingan iman keluarga kawin campur beda agama dalam menghayati hidup perkawinan kristiani di Paroki Santo Paulus, Palu, Sulawesi Tengah, melalui katekese umat model shared christian praxis - USD Repository

0 0 144

Katekese model SCP (Shared Christian Praxis) dalam pembinaan iman remaja Katolik di Paroki St. Maria Assumpta Tanjung, Ketapang Kalimantan Barat - USD Repository

0 2 161

Pembinaan iman mahasiswa Sekolah Tinggi Pastoral , Institut Pastoral Indonesia Malang Kelas Jauh di Nyarumkop Kalimantan Barat, melalui katekese umat model Shared Christian Praxis - USD Repository

0 0 152

PENGARUH KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PENGHAYATAN IMAN KRISTIANI ORANG MUDA KATOLIK DI PAROKI PENYELENGGARAAN ILAHI LUBUKLINGGAU, SUMATERA SELATAN SKRIPSI

1 1 168