ditimbuni masalah, sampai ia sendiri menyelesaikannya menurut kepuasannya. Ketiga, berubahnya nilai-nilai, apa yang di masa anak-anak dianggap penting
sekarang setelah hampir dewasa tidak penting lagi. Keempat, sebagaian besar remaja bersifat ambivalen terhadap setiap perubahan, mereka menginginkan
perubahan dan menuntut kebebasan, tetapi mereka sering takut bertanggung jawab akan akibatnya Hurlock 1980: 207.
d. Masa remaja sebagai usia bermasalah
Masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi. Terdapat dua alasan bagi kesulitan itu. Pertama, sepanjang masa kanak-kanak, masalah
anak-anak sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, para remaja
merasa diri mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru-guru Hurlock 1980: 208.
e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas
Salah satu cara untuk mencoba mengangkat diri sendiri sebagai individu adalah dengan menggunakan simbol status dalam bentuk mobil, pakaian,
pemilihan barang-barang yang mudah terlihat. Dengan cara ini, remaja menarik perhatian pada diri sendiri agar dipandang sebagai individu. Pada saat yang sama
ia mempertahankan identitas dirinya terhadap kelompok sebaya Hurlock 1980: 208.
f. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan
Seperti disampaikan oleh Majeres yang dikutip oleh Hurlock dalam psikologi perkembangan 1990: 208, disebutkan bahwa banyak anggapan
populer tentang remaja mempunyai arti yang bernilai dan sayangnya, banyak yang bersikap negatif. Ini gambaran bahwa usia remaja merupakan usia yang
membawa kekhawatiran dan ketakutan para orang tua. Stereotip ini mempengaruhi konsep diri dan memberikan dampak pada pendalaman pribadi dan
sikap remaja terhadap dirinya sendiri. g.
Masa remaja adalah masa yang tidak realistik Remaja cenderung memandang kehidupan dari kacamata berwarna merah
jambu, melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita. Cita-cita yang tidak realistik
ini, tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarga dan teman-temannya menyebabkan meningginya emosi yang merupakan ciri awal masa remaja
Hurlock 1980: 209. h.
Masa remaja sebagai ambang masa dewasa Makin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi
gelisah untuk meninggalkan stroetip belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Berpakaian dan bertindak seperti orang
dewasa ternyata belumlah cukup. Oleh karena itu, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa yaitu dengan minum-
minuman keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perilaku seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka
inginkan Hurlock 1980: 209. Adanya perubahan fisik maupun psikis pada diri remaja, kecenderungan
remaja akan mengalami masalah dalam penyesuaian diri dengan lingkungan. Hal
ini diharapkan agar remaja dapat menjalani tugas perkembangan dengan baik dan penuh tanggung jawab.
3. Minat-minat Remaja
Pada masa remaja terdapat minat-minat pada bidang kegiatan tertentu yang sangat beragam. Hal ini tergantung pada jenis kelamin, kecerdasan, lingkungan
tempat tinggal mereka, kesempatan yang dimiliki untuk mengembangkan minat. Minat remaja dipengaruhi oleh minat teman sebayanya, status dalam kelompok
sosial, kemampuan bawaan, minat keluarganya dan beberapa faktor lainnya. Menurut Hurlock 1980: 217-222, minat-minat remaja dapat dikategorikan
menjadi : a.
Minat rekreasi Pada masa ini sudah muncul minat rekreasi seperti halnya orang dewasa.
Banyaknya kegiatan dan tuntutan baik di sekolah maupun di rumah dirasakan penting memiliki sarana rekreasi bagi remaja, Misalnya: permainan dan olah raga,
santai, bepergian, hobi, menari, membaca, film, radio, televisi dan melamun. b.
Minat sosial Perkembangan minat sosial tergantung pada kesempatan yang dimiliki
remaja untuk mengembangkan minat ini dan sebagian tergantung seberapa populer dia di dalam kelompok sebayanya. Seorang remaja yang status
sosioekonomis keluarganya rendah, misalnya mempunyai sedikit kesempatan untuk mengembangkan minat pada pesta dibandingkan dengan remaja dengan
latar belakang keluarga yang lebih baik.
c. Minat pribadi
Minat pada dirinya sendiri merupakan minat terkuat pada masa remaja. Hal ini disebabkan karena mereka menyadari bahwa dukungan sosial sangat besar
dipengaruhi oleh penampilan umum mereka, misalnya : penampilan, pakaian, prestasi, kemandirian, dan uang yang merupakan simbol status.
d. Minat terhadap pendidikan
Pada umumnya remaja memberikan kritik atas sekolah secara umum dan mengenai larangan, pekerjaan rumah, kursus-kursus wajib, makanan di kantin dan
cara pengelolaan sekolah. Mereka bersikap kritis terhadap guru dan cara mereka mengajar. Pada remaja akhir sikap terhadap pendidikan lebih banyak dipengaruhi
oleh minat pekerjaannya. e.
Minat terhadap pekerjaan Pada masa ini baik remaja laki-laki maupun perempuan mulai memikirkan
masa depan mereka secara bersungguh-sungguh. Anak laki-laki lebih perhatian terhadap pekerjaan di masa depan dibanding anak perempuan. Anak laki-laki
lebih menginginkan pekerjaan yang mewah, menarik dan menggairahkan memiliki gengsi yang tinggi. Anak perempuan pada umumnya lebih memilih
pekerjaan yang memberikan rasa aman dan yang tidak banyak menuntut waktu. Dalam memilih pekerjaan, anak perempuan menekankan unsur melayani orang
lain seperti mengajar dan merawat. f.
Minat pada agama Menurut Wagner sebagaimana dikutip Hurlock 1980: 222, remaja
meminati untuk mendalami agama karena kebutuhan emosional dan intelektual.
Remaja menerima agama sebagai sesuatu yang bermakna berdasarkan keinginan mereka untuk mandiri dan bebas menentukan keputusan-keputusan mereka
sendiri. Menurut Hurlock 1980: 222, perkembangan minat remaja pada agama adalah sebagai berikut: Tahap kesadaran religius; remaja membandingkan
keyakinannya dengan keyakinan teman-teman, atau menganalisis keyakinannya secara kritis sesuai dengan meningkatnya pengetahuan mereka. Tahap keraguan
religius; pada saat yang sama, remaja mengalami keragu-raguan akan kebenaran- kebenaran agama karena sifat-sifat kritis dan karena pesatnya perkembangan
intelektualitas mereka. Tahap rekonstruksi agama; jika dibina dan diarahkan secara baik, remaja akan bisa membangun imannya.
g. Minat dalam simbol status
Simbol status merupakan simbol prestise yang menunjukan bahwa orang memilkinya lebih tinggi atau lebih mempunyai status yang lebih tinggi dalam
kelompok. Pada masa remaja simbol status memiliki empat fungsi penting yaitu : mengatakan pada orang lain bahwa mereka memiliki status sosio ekonomi yang
lebih tinggi dari yang lain, remaja yang superior dinilai memiliki prestasi oleh kelompoknya, remaja diterima oleh kelompoknya karena kesamaan tampilan dan
tindakan, dan remaja memiliki status yang mendekati dewasa di dalam masyarakat.
4. Perkembangan Remaja
a. Perkembangan Fisik Remaja
Perubahan fisik yang terjadi pada masa pubertas ini merupakan peristiwa yang paling penting, berlangsung cepat, drastis, tidak beraturan dan terjadi pada
sisitem reproduksi. Hormon-hormon mulai diproduksi dan mempengaruhi organ reproduksi untuk memulai siklus reproduksi serta mempengaruhi terjadinya
perubahan tubuh. Menurut Santrock 2003: 91 perubahan fisik yang terjadi pada remaja terlihat nampak pada saat masa pubertas yaitu meningkatnya tinggi dan
berat badan serta kematangan sosial. Di antara perubahan fisik itu, yang terbesar pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh badan
menjadi semakin panjang dan tinggi. Selanjutnya, mulai berfungsinya alat-alat reproduksi ditandai dengan haid pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki dan
tanda-tanda seksual sekunder yang tumbuh Sarlito Wirawan Sarwono, 2012: 62.
b Perkembangan Mental Remaja
Perkembangan mental nampak pada gejala-gejala perubahan intelektual dalam cara berpikir. Dengan meninggalkan masa kanak-kanak kaum remaja
meninggalkan cara berpikir sebagai kanak-kanak dan mulai berpikir sebagai orang dewasa. Remaja tidak lagi melulu berpikir konsep-konsep konkret, tetapi dengan
konsep-konsep lebih abstrak Mangunhardjana, 1986: 13. Hal demikian kelihatan pada kata-kata yang mereka ucapkan dan mereka
pergunakan, mereka mulai berpikir secara kritis. Dengan kecakapan berpikir kritis dan abstrak itu, kaum remaja menggali pengertian tentang diri mereka sendiri,
membentuk gambaran diri, peran yang diharapkan dari mereka, panggilan dan hidup masa depan mereka.
c. Perkembangan Sosial Remaja
Santrock 2003: 24, mengungkapkan bahwa pada transisi sosial remaja mengalami perubahan dalam hubungan individu dengan manusia lain yaitu dalam
emosi, dalam kepribadian, dan dalam peran dari konteks sosial dalam perkembangan. Santrock 2003: 125 mengutip pendapat John Flavell
menyebutkan bahwa kemampuan remaja untuk memantau kognisi sosial mereka secara efektif merupakan petunjuk penting mengenai adanya kematangan dan
kompetensi sosial mereka. Perkembangan sosial telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja.
Hubungan sosial pertama-tama masih sangat terbatas dengan orang tuanya dalam kehidupan keluarga, khususnya dengan ibu dan berkembang semakin
meluas dengan anggota keluarga lain, teman bermain dan teman sejenis maupun lain jenis. Remaja mulai belajar mengenai pola hubungan yang timbal balik dan
setara melalui interaksi dengan teman sebaya. Menurut Santrock, teman sebaya peers adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan
yang sama. Sedangkan hubungan dengan orang tua, Santrock 2003: 42 mengutip
pendapat Collins mengemukakan bahwa banyak orang tua melihat remaja mereka
berubah dari seorang anak yang selalu menjadi seseorang yang tidak mau menurut, melawan, dan menantang standar-standar orang tua.
d. Perkembangan Emosi
Perkembangan emosi remaja nampak pada semangat yang meletup-letup, perpindahan gejolak hati yang cepat, munculnya sikap masa bodoh, keras kepala
dan tidak jarang tingkah laku yang hingar-bingar Mangunhardjana, 1986: 13. Menurut Rosenblum Lewis sebagaimana yang dikutip Santrock 2007: 201,
remaja memiliki suasana hati yang berubah-ubah. Remaja dapat merasakan perasaan senang sedih, marah, dan takut dalam waktu yang cepat. Pengaruh
perubahan hormon dan lingkungan di sekitar mempengaruhi kondisi emosional pada remaja. Sedangkan menurut Hurlock 1990:
212 “secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan, suatu masa di mana
ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar”. Senada dengan pendapat Hall yang dikutip Santrock 2007: 201, sudah sejak
lama masa remaja dinyatakan sebagai masa badai emosional. Berdasarkan pemaparan para ahli, dapat dikatakan masa perkembangan
remaja ialah masa di mana individu sedang mengalami perkembangan emosi yang memuncak. Artinya sangat mudah untuk berubah-ubah, mudah meledak. Keadaan
ini berlangsung lebih sering sebagai akibat dari perubahan dan pertumbuhan fisik.
e. Perkembangan Moral
Menurut Gibss, Walker dan Pitts sebagaimana yang dikutip Santrock, 2007: 301, mengemukakan perkembangan moral moral development
melibatkan pemikiran, perilaku dan perasaan dalam mempertimbangkan mengenai benar salah. Patokan mana yang dipegang orang untuk menentukan mana yang
baik dan benar serta mana yang tidak baik dan tidak benar berbeda-beda Mangunhardjana, 1986: 15.
Berdasarkan rumusan di atas dapat dikatakan bahwa perkembangan moral merupakan suatu yang berkaitan dengan aturan mengenai apa yang harus
dilakukan manusia dalam berinteraksi dengan orang lain. Pengalaman berinteraksi dengan orang lain menjadi pemicu dalam memahami prilaku mana yang baik
dikerjakan dan yang tidak baik dikerjakan.
f. Perkembangan Iman Remaja menurut James Fowler.
Fowler mengatakan: iman menyangkut upaya mental untuk ”menciptakan, memelihara, dan mentransformasikan arti”. Iman yang menolong seseorang untuk
mengambil posisi dan menentukan sikap dalam menghadapi suatu permasalahan. Manusia adalah mahkluk yang terbatas. Kesadaran akan kondisi-kondisi yang
terbatas tersebut pun dapat dilihat melalui kacamata iman. James Fowler
Santrock, 2007: 330 mengatakan bahwa perkembangan religius berfokus pada motivasi untuk menemukan makna hidup, baik di dalam maupun di luar konteks
agama. Fowler Santrock, 2007: 330-331 mengajukan enam tahap perkembangan
religius yang berkaitan dengan teori perkembangan Erikson, Piaget dan Kohlber :
1. Tahap 1. Iman Intuitif-proyektif atau intuitive-projective faith masa kanak- kanak awal.
Setelah bayi belajar mempercayai pengasuhnya perumusan Erikson mereka menemukan gambaran intuitifnya sendiri mengenai apa yang baik dan
jahat. Ketika anak-anak mulai memasuki tahap praoperasional seperti dalam teori Piaget, dunia kognitif mereka mulai terbuka terhadap berbagai kemungkinan baru.
Benar dan salah dilihat menurut konsekuensi bagi dirinya sendiri. Anak- anak mulai percaya akan adanya malaikat dan hal-hal gaib. Tahap ini pada usia 3-
7 tahun. 2.
Tahap 2. Iman mistis-literal atau mythical-literal masa kanak-kanak pertengahan dan akhir
Ketika anak-anak mulai memasuki tahap operasional konkret menurut Piaget, mereka mulai bernalar secara lebih logis,konkret namun tidak abstrak.
Mereka memandang dunia secara lebih teratur. Anak-anak usia sekolah mengintepretasikan kisah-kisah religius secara literalis, dan pandangan mereka
mengenai orang tua yang memberikan hadiah untuk kebaikan yang dilakukan dan memberikan hukuman untuk keburukan yang dilakukan. Tahap ini pada usia 7-12
tahun. 3. Tahap 3. Iman sintesis-konvensional atau synthetic-conventional faith transisi
antara masa kanak-kanak dan remaja, remaja awal. Pada tahap ini remaja mulai mengembangkan pemikiran operasional
formal dan mulai mengintegrasikan hal-hal yang pernah dipelajari mengenai agama ke dalam suatu sistem keyakinan yang koheren. Fowler mengatakan
meskipun iman sintesis konvensional lebih abstrak dibandingkan dua tahap sebelumnya, remaja muda masih cenderung patuh terhadap keyakinan religius
orang lain sebagaimana dinyatakan dalam tahap moralitas konvensional menurut Kohlber dan belum mampu menganalisis ideologi alternatif secara memadai.
Benar salahnya perilaku seseorang ditinjau menurut apakah perilaku itu membahayakan relasi atau mengenai apa yang akan dikatakan orang lain. Iman
remaja seringkali membentuk sebuah relasi pribadi dengan Tuhan. Tuhan dipandang sebagai sosok yang hadir untukku. Tahap ini pada usia 12-20 tahun.
4. Tahap 4. Iman individuatif-reflektif atau individuative-reflective faith transisi masa remaja dan masa dewasa, dewasa awal.
Fowler mengatakan bahwa ditahap ini untuk pertama kalinya individu mampu sepenuhnya bertanggung jawab terhadap kondisi religiusnya. Tahap ini
seringkali didahului oleh pengalaman di mana orang muda mulai bertanggung
jawab akan kehidupannya sendiri dan mereka harus memperluas usahanya untuk mengikuti rangkaian kehidupan tertentu. Pemikiran dan intelektual operasional
formal yang menantang nilai-nilai dan ideologi religius individu yang sering kali muncul di lingkungan sekolah atau kampus merupakan hal yang penting untuk
mengembangkan iman individuatif-reflektif. Pada tahap ini usia 20-35 tahun. 5.
Tahap 5. Iman konjungtif atau conjunctive faith masa dewasa pertengahan. Menurut Fowler, jumlah orang dewasa yang memasuki tahap ini hanya
sedikit. Tahap ini lebih terbuka terhadap paradoks dan mengandung berbagai sudut pandang yang saling bertolak belakang. Keterbukaan ini beranjak dari
kesadaran seseorang mengenai keterbatasan mereka. Pada tahap ini usia 35- 45 tahun.
6. Tahap 6. Iman universal atau universal faith masa dewasa pertengahan atau
dewasa akhir. Fowler mengatakan, tahap tertinggi dari perkembangan religious yang
melibatkan transendensi
dari system
keyakinan tertentu
untuk mencapai penghayatan kesatuan dengan semua keberadaan dan komitmen untuk
mengatasi berbagai rintangan yang memecah belah kesatuan dengan orang lain. Fowler menganggap hanya sangat sedikit orang yang bisa mencapai tahap
perkembangan religius yang tertinggi ini. Tiga orang yang menurut Fowler bisa mencapai tahap ini adalah Mahatma Gandhi, Bunda Theresa dan Martin Luther
King. Berdasarkan keterangan di atas, posisi remaja pada tahap sintesis
– konvensional Usia 12-20 tahun. Pada tahap ini muncullah berbagai macam
kemampuan kognitif yang mendorong remaja untuk kembali meninjau pandangannya. Gaya kognitif memungkinkan terjadinya suatu cara interaksi baru.
Akibatnya, ego harus berhadapan dengan aneka ragam bayangan diri yang kadang-kadang sangat bertentangan satu sama lain. Hal ini yang membingungkan
remaja dan menimbulkan pertanyaan dalam hati individu tentang siapakah dirinya. Pertanyaan mengenai jati diri mulai menghantui pikiran sehingga perlu
mengintegrasikan berbagai macam bayangan diri serta menjadikannya satu kesatuan indentitas diri yang dapat berfungsi dengan baik.
5. Lingkungan Hidup Remaja
Menurut Sarlito Wirawan Sarwono 2012: 138-159, ada tiga lingkungan yang sangat bepengaruh dalam hidup remaja dalam masa pertumbuhan dan
perkembangannya yaitu lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
a. Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan primer setiap individu, sejak dia lahir sampai datang masanya ia meninggalkan rumah untuk membentuk keluarga
sendiri. Sebagai lingkungan primer, hubungan antar manusia yang paling intensif dan paling awal terjadi dalam keluarga. Sebelum seorang anak mengenal
lingkungan yang lebih luas, ia terlebih dahulu mengenal lingkungan keluarganya. Karena itu sebelum ia mengenal norma-norma dan nilai-nilai dari masyarakat
umum, pertama kali ia menyerap norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam keluarganya untuk dijadikan kepribadiannya. Jika orang tua menanamkan nilai-
nilai dan norma-norma yang positif, maka anaknya berkembang secara positif, sebaliknya jika orang tua menanamkan nilai-nilai dan norma-norma yang negatif,
maka anak juga menyerap hal-hal yang negatif.
b. Lingkungan Sekolah
Lingkungan sekolah adalah adalah lingkungan pendidikan sekunder. Bagi anak yang sudah bersekolah, lingkungan yang setiap hari dimasukinya selain
lingkungan rumah adalah lingkungan sekolahnya. Sebagai lembaga pendidikan, sebagaimana halnya dalam keluarga, sekolah juga mengajarkan nilai-nilai dan
norma-norma yang berlaku dalam masyarakat di samping mengajarkan berbagai keterampilan dan kepandaian kepada para siswanya. Teman serta guru menjadi
orang yang sangat penting baginya, karena di situlah individu menemukan nilai- nilai dan norma baru.
Bagi remaja sekolah lebih berpengaruh dari pada keluarga, sebab sekolah mempunyai lebih banyak cara pendekatan, dan lebih obyektif dalam menilai
remaja. Guru adalah orang yang penting baginya, karenadi situlah individu bertemu dengan pemikiran-pemikiran dan nili-nilai baru yang dengan sengaja
dihadapkan kepadanya. Kehidupan di sekolah memungkinkan timbulnya persabatan-pesahabatan. Salah satu segi dari perkembangan ialah perkembangan
minat. Minat sebagai suatu hasil pengalaman yang tumbuh dalam individu dan dianggapnya bernilai merupakan kekuatan yang mendorong idividu untuk berbuat
sesuatu. Dengan bertambahnya pengetahuan mereka dapat timbul minat-minat yang baru pula.
c. Lingkungan Masyarakat
Masyarakat sebagai lingkungan tertier ketiga adalah lingkungan yang terluas bagi remaja dan sekaligus paling banyak menawarkan pilihan. Terutama
dengan maju pesatnya teknologi komunikasi massa maka hampir-hampir tidak ada batas-batas geografis, etnis, politis, maupun sosial antara satu masyarakat dengan
masyarakat lain. Istilah, gaya hidup, nilai dan perilaku yang dimasyarakatkan melalui media massa ini, pada gilirannya remaja akan dihadapkan kepada
berbagai pilihan yang tidak jarang menimbulkan pertentangan batin di dalam remaja itu sendiri. Pertentan
gan batin itu bisa berupa ”konflik” menurut istilah Kurt Lewin yang ada beberapa macam jenisnya Sarlito Wirawan Sarwono,
1986: 144, yaitu :
Konflik mendekat-mendekat : dimana ada dua hal yang sama kuat nilai
positifnya, tapi saling bertentangan. Misalnya seorang remaja sudah berjanji kepada kawan-kawannya untuk ikut berkemah hal positif
pertama, tetapi ia tidak mau membantah orangtuanya yang masih disegani hal positif kedua.
Konflik menjauh-menjauh : dimana ada dua hal yang harus dihindari
akan tetapi tidak mungkin keduanya dihindari sekaligus. Misalnya seorang remaja tahu bahwa teman-temanya banyak yang nakal bahkan menjurus
pada kejahatan hal negatif pertama. Ia ingin menyingkir dari kelompok itu, tetapi ia tidak berpaling kepada orang tuanya karena ia sudah jenuh,
bosan, dan marah kepada orang tuanya hal negatif kedua.
Konflik mendekat-menjauh : yaitu jika suatu hal tertentu sekaligus
mengandung nilai posistif dan negatif. Misalnya seorang remaja diajak untuk menonton film cabul di rumah seorang kawannya. Ia sangat ingin
menonton film itu karena keingintahuannya nilai positif, tetapi ia pun tahu bahwa film itu tidak boleh dilihatnya hal negatif.
6. Problem Remaja
Sesuatu disebut problematik apabila menyimpang dari yang seharusnya. Problem dapat disebabkan oleh tidak terpenuhnya dambaan dalam remaja, juga
disebabkan oleh perbenturan dengan otoritas di luar dirinya yang cendrung mengaturnya seperti: keluarga, sekolah, masyarakat Tangdilintin, 1984: 24.
Adapun problematik kaum mudaremaja menurut Tangdilintin 1984: 24- 42, sebagai berikut:
a. Problem dalam Keluarga
Dalam hubungan keluarga remaja sering mengalami perbedaan pandangan dan pengertian dengan orang tua mengenai paham akan nilai dan moral. Para
remaja mengganggap orang tua berpedomaan pada nilai tempo dulu, sementara remaja cenderung mengikuti perkembangan zaman kini dan melihat ke depan
future oriented. Orang tua di anggap kurang memberikan perhatian dan pengertian yang dibutuhkan oleh remaja. Orang tua yang broken home membuat
kewibawaan menurun, posisi anak dalam keluarga bungsu, sulung. Semua itu membuat remaja merasa kurang damai, kurang aman, tidak krasan tinggal di
rumah sehingga mereka tidak berkembang secara penuh.
b. Problem dalam Masyarakat
Pada masyarakat transisi, remaja mengalami permasalahan dengan tuntutan aturan main yang terlalu ketat, keseragaman perilaku yang distandarkan
pengaruh budaya hidup materialisme, hedonisme dan konsumerisme. Permas alahan tersebut membawa dampak bagi remaja seperti; frustasi, apatis dan merasa
tidak aman dalam masyarakat transisi.
c. Problem dalam Gereja
Gereja yang sedang mencari identitas baru, dalam masa transisi dari gereja skaramen kepada Gereja umat Allah. Kadar kesadaran akan kewargaan dalam
pola Gereja umat Allah masih rendah untuk Gereja berdikari; belum jelasnya konsep inkulturasi iman sikap tak mau berubah dari umat, kemerosotan kesadaran
akan perbuatan dosa dan upaya untuk bertobat dalam hubungan dengan nilai-nilai moral. Situasi gereja yang demikian membuat remaja belum mendapat perhatian
atau kurang diperhitungkan sehingga mereka merasa terasing, merasa tidak diterima dan kurang dihargai. Maka remaja menggaggap gereja adalah urusan
orang tua karena mereka kurang kerasan.
d. Problem dalam Diri Sendiri
Dinamika hidup kaum remaja sulit diduga. Di satu saat remaja kelihatan begitu ceria saat lain begitu sedih, loyo. Satu saat menampikan diri beda dari
temannya, saat lain justru meniru- niru orang yang dianggap „nyentrik‟. Mereka
sibuk mencari tokoh idola, biasanya di kalangan bintang film, pemusikpenyanyi tenar, olahragawanolahragawati. Permasalahan dalam diri remaja umumnya
berpangkal dari dirinya sendiri yang masih serba labil dan terbuka terhadap pengaruh luar mengenai seksualitas, aktualisasi diri, ingin bebas dari kekangan
orang tua, kurang menyadari potensi diri, rendah diri. Akibatnya para remaja menjadi kurang percaya diri, bingung dan mengalami ketidakpastian dan
kesuraman masa depan.
C. Pendampingan Iman Remaja
1. Pengertian Pendampingan Iman Remaja
Pendampingan iman remaja merupakan suatu pelayanan yang berkaitan dengan kehidupan iman remaja. Pelayanan tersebut sebagai suatu usaha untuk
membantu kaum remaja supaya bertumbuh dan berkembang dalam menghidupi imannya Tangdilintin, 1984: 13. Iman berarti mengandalkan diri pada Tuhan,
merasa teguh, kuat kokoh tak tergoncangkan pada Tuhan sebagai andalan hidup Hardjana, 1993: 57. Supaya orang dapat beriman, manusia memerlukan rahmat
Allah untuk semakin yakin akan imannya dan menjawab ”ya” atas wahyu Allah dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah DV, art. 5.
Pendampingan iman remaja merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk membantu remaja memperkembangkan dirinya ke arah yang lebih yang
baik. Paus Fransiskus dalam seruan Apostolik, Evangeli Gaudium, mengatakan bahwa pendampingan rohani hendaknya membimbing orang lain semakin lebih
dekat kepada Allah yang di dalam-Nya kita mencapai kebebasan sejati EG, art. 17.
Berdasarkan seruan tersebut, pendampingan iman remaja dapat diartikan usaha untuk membantu dan mendampingi remaja agar semakin bertumbuh dan
berkembang menjadi dewasa dan beriman serta semakin mendekatkan diri kepada Allah sang sumber kebebasan sejati. Melalui pendampingan iman para remaja
menjalani proses belajar mengenal hal-hal yang baru, dapat memperkembangkan imannya lebih mendalam. Maka dengan demikian remaja dapat mewujudkan
imannya dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan kemampuan, cara dan situasi yang mereka hadapi.
2 . Ciri Pendampingan Iman Kaum Remaja
Charles M. Shelton 1988: 46-80, mengemukakan empat ciri pembinaan kaum muda. Keempat ciri tersebut yaitu: berpusat pada Allah, lingkup pergaulan,
fungsional dalam pendekatan dan orientasi ke masa depan. Pertama, berpusat pada Allah. Ciri ini mengajak dan membangun
kesadaran kaum remaja akan kehadiran Allah dalam hidupnya. Allahlah yang setia membimbing, mendampingi dan memimpin mereka dalam seluruh langkah
perjalanan dan perjuangan hidup mereka sehari-hari. Sehingga dengan demikian hidup mereka berpusat pada kasih dan kebaikkan Allah.
Kedua, lingkup pergaulan. Pendampingan iman harus mampu membawa
kaum remaja sampai pada proses pembentukan hubungan pribadi dengan Allah. Pendampingan iman mengarah pada kesadaran kaum remaja akan relasinya
dengan Allah. Relasi tersebut mempengaruhi hubungannya dengan keluarga, teman, sahabat serta orang- orang di sekitarnya dalam kehidupan sehari-hari
seperti: saling mencintai, menghormati, menghargai dengan penuh ketulusan hati.
Ketiga, fungsional dalam pendekatan. Ciri ini lebih menekankan
kemampuan kaum muda menyesuaikan diri dalam memasuki dunia orang dewasa. Pada masa remaja mereka
disibukkan dengan pertumbuhan fisik, setelah masa itu
berakhir mereka mulai mencari makna hidup. Pada masa ini pendampingan sangat dibutuhkan guna membantu kaum remaja merefleksikan pengalaman, tujuan,
peran untuk menghadapi dan memecahkan persoalan dengan menyadari kehadiran Tuhan dalam hidupnya sehari- hari.
Keempat orientasi ke masa depan. Kaum muda atau kaum remaja
dirangsang untuk memikirkan tempat dan perannya di masa depan. Maka kaum remaja merefleksikan panggilan hidupnya dengan memperhatikan berbagaimacam
pilihan di masa mendatang. Keempat ciri pembinaan tersebut
sungguh membantu kaum remaja untuk bertumbuh dan berkembang menjadi manusia yang utuh,
dewasa dan beriman.
3. Tujuan Pendampingan Iman Remaja