Jenis kepemilikan  perusahaan  yang  kedua  adalah  perusahaan  dengan kepemilikan  terkonsentrasi  atau kepemilikan institusional. Dalam  tipe
perusahaan  seperti  ini,  timbul  dua  kelompok  pemegang  saham  yaitu controlling  dan  minority  shareholders  Asian  Development  Bank,  2000
dikutip dalam  Husnan,  2001.  Pemegang  saham  pengendali  atau  pemegang saham mayoritas  controlling  shareholders  dapat  bertindak  sama  dengan
kepentingan pemegang  saham  atau  bertentangan  dengan  kepentingan pemegang  saham. Dan menurut Jensen dan Meckling  1976 bahwa kepemilikan
institusional memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham. Keberadaaan investor
institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Disamping itu juga mempunyai
informasi yang lebih lengkap daripada pemegang saham  minoritas,  dan  hal  ini akan  mempengaruhi  perilaku  perusahaan  The Business Roundtable, 1997.
2.3 Teori Corporate Social Responsibility
2.3.1 Teori  Legitimasi Legitimacy  Theory
Dengan  melakukan social  disclosure, perusahaan  merasa  keberadaan dan  aktivitasnya  terlegitimasi.  Dalam perspektif  ini,  perusahaan  akan
menghindarkan  adanya  peregulasian  suatu aspek, yang dirasakan akan lebih berat dari sisi cost karena mereka melakukan secara sukarela.
Sayekti dan Wondabio  2007 mengemukakan Legitimacy theory  bahwa perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat  untuk  melakukan  kegiatan
Universitas Sumatera Utara
usahanya  berdasarkan  nilai-nilai  justice,  dan bagaimana  perusahaan menanggapi  berbagai  kelompok  kepentingan  untuk melegitimasi  tindakan
perusahaan.  Corporate social responsibility disclosure  dalam  laporan  keuangan tahunan diharapkan  mampu  membantu  perusahaan  untuk  memperoleh
legitimasi  sosial  dan memaksimalkan  keuangannya  dalam  jangka  panjang, serta  terjadi  keseimbangan antara  sistem  nilai  perusahaan  dengan  nilai
masyarakat,  karena  apabila  terjadi ketidakseimbangan  maka  perusahaan  akan kehilangan  legitimasinya  dan  akan mengancam keberlangsungan perusahaan
tersebut
2.3.2 Teori Stakeholder Stakeholders  Theory
Teori Stakeholders ini  dikemukakan oleh Ullmann 1985  dan  Roberts, R.W. 1992 dalam Gray et, al  1995 yang  mengasumsikan  bahwa  eksistensi
perusahaan  ditentukan  oleh  para stakeholders.  Perusahaan  berusaha mencari pembenaran  dari  para  stakeholders  dalam  menjalankan  operasi
perusahaannya.  Semakin  kuat  posisi stakeholders,  semakin  besar  pula kecenderungan  perusahaan  mengadaptasi  diri  terhadap  keinginan  para
stakeholdersnya. Januarti  dan  Apriyanti  2005  mengemukakan  bahwa terdapat
beberapa  alasan  yang  mendorong  perusahaan  perlu  memperhatikan kepentingan stakeholders,  yaitu  :  1  Isu  lingkungan  melibatkan  kepentingan
berbagai  kelompok  dalam  masyarakat  yang  dapat  mengganggu  kualitas hidup mereka;  2  Era  globalisasi  mendorong  produk-produk    yang
Universitas Sumatera Utara
diperdagangkan  harus bersahabat  dengan  lingkungan;  3  Para  investor  dalam menanamkan  modalnya cenderung untuk memilih perusahaan yang memiliki dan
mengembangkan kebijakan dan  program  lingkungan;  4  LSM  dan  pecinta lingkungan  semakin  vokal  dalam melakukan  kritik  terhadap  perusahaan-
perusahaan  yang  kurang  peduli  terhadap lingkungan
2.3.3 Corporate Social Responsibility