Peranan Modal Sosial Dalam Pengembangan Nilai Kewirausahaan (Kasus Pedagang Kecil dan Anggota Kelompok Tani di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor)

(1)

PERANAN MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN

NILAI KEWIRAUSAHAAN

(Kasus Pedagang Kecil dan Anggota Kelompok Tani di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor)

Oleh: RIZQI HUMAIRA

I34070060

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Abstract

It seems that entrepreneurship becomes more urgently needed in Indonesia, especially in village society since human resources development rank is the lowest position among the development countries. The values of entrepreneurship development is beneficial to start or operate the trade. These principal values is build from the influence of social capital which “The social capital” is fastly growing and become a backbone of the entire trade system. Farmer group and minor seller in the village are one of the most important actors behind the system. Be successfull entrepreneur, they are also supported by individual capacity. The main goal of this research is to know the role of social capital in entrepreneurship value development.


(3)

RINGKASAN

RIZQI HUMAIRA. Peranan Modal Sosial dalam Pengembangan Nilai Kewirausahaan (Kasus Pedagang Kecil dan Anggota Kelompok Tani di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor). Di bawah bimbingan SAHARUDDIN

Modal sosial merupakan suatu hubungan yang tercipta yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat. Unsur terpenting dan dapat dipandang sebagai syarat keharusan dari terbentuk dan terbangunnya modal sosial yang kuat (atau lemah) dari suatu masyarakat adalah kepercayaan (trust). Adapun unsur-unsur yang dapat dipandang sebagai syarat kecukupan dari terbentuk atau terbangunnya kekuatan modal sosial di suatu masyarakat adalah: (a) partisipasi dalam jaringan sosial, (b) saling tukar kebaikan, serta (c) norma sosial.

Pengembangan nilai kewirausahaan merupakan suatu pembentukan jiwa/nilai-nilai dalam aktivitas usaha, seperti keberanian mengambil resiko, kreativitas dan inovasi, percaya diri, kerja keras, berjiwa kepemimpinan, dan berpandangan jauh ke depan (orientasi hasil). Kaitannya dengan pengembangan nilai kewirausahaan adalah modal sosial berperan sebagai wadah bagi masyarakat untuk bekerja sama membangun suatu jaringan untuk mencapai tujuan pengembangan nilai-nilai tersebut.

Penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan penelitian utama yaitu: seberapa besar peranan modal sosial dalam pengembangan nilai kewirausahaan. Penelitian ini merupakan penelitian survai dengan tipe eksplanatori. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif yang didukung kualitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah pedagang yang berada di tiga kampung di Desa Cikarawang dan lima anggota kelompok tani yang terdaftar, yaitu kelompok tani hurip, kelompok tani mekar, kelompok tani setia, kelompok tani subur jaya, dan kelompok wanita tani melati yang melakukan aktivitas usaha (berdagang) baik sebagai mata pencaharian utama maupun sampingan. Pemilihan responden berdasarkan sektor usaha yang paling dominan yang terdapat di Desa Cikarawang, yaitu sektor pertanian dan perdagangan yang diambil secara acak dengan jumlah responden adalah


(4)

masing-masing tiga puluh lima orang. Adapun kerangka sampling dari penelitian ini adalah anggota kelompok tani dan pedagang kecil di setiap kampung.

Aktivitas usaha serta pengembangan nilai kewirausahaan pedagang dan anggota kelompok tani yang menjadi responden dipengaruhi oleh peranan modal sosial dalam masyarakat tersebut. Selain itu faktor kapasitas individu (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) juga memiliki peranan, namun peranan tersebut ternyata hanya akan berpengaruh ketika didorong oleh kuatnya modal sosial. Artinya kapasitas yang mereka miliki hanya akan berjalan ketika diwadahi oleh kepercayaan dalam membangun hubungan sosial dan pemanfaatan dalam jejaring usaha.

Terdapat tiga unsur modal sosial yang dilihat pengaruhnya masing-masing dalam pengembangan nilai kewirausahaan. Dari ketiga unsur tersebut yaitu kepercayaan memiliki pengaruh pada nilai kewirausahaan baik pada pedagang maupun anggota kelompok tani. Unsur norma tidak memiliki pengaruh ke dalam pengembangan nilai kewirausahaan, baik pada pedagang maupun anggota kelompok tani. Selain itu jejaring pada anggota kelompok tani tidak memberikan pengaruh terhadap pengembangan nilai kewirausahaan. Berbeda halnya dengan pedagang, dimana unsur jejaring memiliki pengaruh terhadap nilai kewirausahaan. Faktor motivasi juga tidak memberikan pengaruh terhadap pengembangan nilai kewirausahaan, baik motivasi yang juga didorong oleh modal sosial sekalipun. Hasil lain menunjukkan bahwa motivasi yang didorong oleh modal sosial menunjukkan nilai yang mendekati keberpengaruhan, hal ini tidak lain disebabkan karena peranan yang besar dari unsur-unsur pembentuk modal sosial.


(5)

PERANAN MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN

NILAI KEWIRAUSAHAAN

(Kasus Pedagang Kecil dan Anggota Kelompok Tani di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor)

Oleh: RIZQI HUMAIRA

I34070060

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(6)

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh : Nama Mahasiswa : Rizqi Humaira

NRP : I34070060

Program Studi : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Judul : Peranan Modal Sosial dalam Pengembangan Nilai Kewirausahaan (Kasus Pedagang Kecil dan Anggota Kelompok Tani di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor)

Dapat diterima sebagai skripsi pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Saharuddin, M.Si. NIP. 19641203 199303 1 001

Mengetahui,

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Ketua

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003


(7)

LEMBAR PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “PERANAN MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN NILAI KEWIRAUSAHAAN (KASUS PEDAGANG KECIL DAN ANGGOTA KELOMPOK TANI DI DESA CIKARAWANG, KECAMATAN DRAMAGA, KABUPATEN BOGOR)” BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN, DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA.

Bogor, Mei 2011

RIZQI HUMAIRA I34070060


(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan pada tanggal 28 Mei 1989 dari pasangan Drs. Bulhadiansyah dan Suarti. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Memulai pendidikan formal di TK Aisyiah Banjarmasin pada tahun 1994-1995, SD Kartika VI-6 Banjarmasin pada tahun 1995-2001. Kemudian pada tahun 2001-2004 melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 6 Banjarmasin, serta pada tahun 2004-2007 duduk di SMA Negeri 1 Banjarmasin.

Setelah lulus SMA, penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) angkatan 44 dan diterima di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Mayarakat, Fakutas Ekologi Manusia. Pengalaman organisasi yang pernah diikuti selama perkuliahan adalah menjadi staf Multimedia and Advertising (2008-2009) pada Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA). Selama menjadi mahasiswa, penulis juga mengikuti kursus Bahasa Inggris dan Bahasa Mandarin, berbagai pelatihan dan seminar yang mendukung kegiatan akademik dan pengembangan softskill. Selain itu sebagai bentuk pengabdian terhadap bidang pendidikan, penulis pernah menjadi Asisten Dosen Mata Kuliah Sosiologi Umum sejak berada di semester 5 sampai semester 7. Saat semester delapan, diberikan kesempatan untuk menjadi asisten di mata kuliah “Metode dan Teknik Analisis Sosial Budaya” dan “Sosiologi Perkebunan” pada program Diploma IPB.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya, sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Peranan Modal Sosial dalam Pengembangan Nilai Kewirausahaan (Kasus Pedagang Kecil dan Anggota Kelompok Tani di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor) ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya serta diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman tertulis terhadap konsep mengenai kewirausahaan dan modal sosial. Skripsi ini merupakan syarat kelulusan dalam memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat di Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Saharuddin, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan bimbingan, arahan, dan sarannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tulisan dari studi pustaka, proposal hingga skripsi.

2. Dr. Ir. Amiruddin Saleh, M.S dan Ir. Hadiyanto, MSi. selaku dosen penguji utama dan wakil Departemen dalam ujian kelulusan. Terima kasih atas kesediaan Bapak untuk menguji skripsi ini.

3. Kedua orang tua, Drs. Bulhadiansyah dan Suarti, serta kedua kakak penulis Dina Christina SE dan M. Reza Ruzaimi SE, dan adik penulis Syahla Salsabila Hafidhah serta ibu Halimah yang telah mencurahkan begitu banyak perhatian, dukungan, motivasi dan semangat bagi penulis selama masa penyelesaian skripsi ini.

4. Sofyan Sjaf, S.Pt., M.Si atas bimbingan dan arahan yang sangat berarti. 5. Pemerintah Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor,

Jawa Barat, atas izin dan kerjasamanya dalam melakukan penelitian.

6. Warga Desa Cikarawang selaku responden dan informan dari tiga kampung yang senantiasa mau bekerja sama dengan penulis.

7. Sahabat-sahabat tersayang Rahmi Maydina, Gt. Adi Nirwansyah, Dina Nurdinawati, Syifa Maharani, Bio Hafsari Larasati, Turasih, Frisca Johar,


(10)

dan Intan Yuliastry untuk setiap dukungan dan doanya. Tidak lupa sahabat-sahabat lainnya di KPM 44 yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

8. Sahabat-sahabat di Pondok Nova (Astri, Maulina, Yoshita, Wikaniati, Fitri, dan Asna) serta teh Okke yang selama ini menjadi keluarga kedua penulis selama di Bogor.

9. M. Didi Rizali yang selalu memberikan motivasi dan perhatian kepada penulis.

10. Teman-teman tim proyek P2WKSS yang banyak memberikan masukan mengenai topik dan bahan pustaka bagi kegiatan penelitian ini.

11. Semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan dan kerjasama selama pengerjaan skripsi ini.

Bogor, Mei 2011


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR... xiv  

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah Penelitian ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Kegunaan Penelitian ... 5

BAB II PENDEKATAN TEORITIS ... 6

2.1 Tinjauan Pustaka ... 6

2.1.1 Nilai Kewirausahaan... 6

2.1.2 Konsep Modal Sosial ... 8

2.1.3 Konsep Kapasitas Individu ... 9

2.1.4 Motivasi dan Kebutuhan Berwirausaha ... 10

2.1.5 Pengusaha Kecil: Pedagang dan Petani ... 11

2.2 Kerangka Penelitian ... 12

2.3 Hipotesis Penelitian ... 14

2.4 Definisi Operasional ... 15

BAB III PENDEKATAN LAPANG ... 18

3.1 Metode Penelitian ... 18

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 18

3.3 Teknik Penentuan Responden ... 19

3.4 Pengolahan dan Analisis Data ... 20

3.5 Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 22

4.1 Keadaan Geografis Desa Cikarawang ... 22

4.2 Struktur Permukiman ... 22

4.3 Luas dan Penggunaan Wilayah Desa Cikarawang ... 23

4.4 Kependudukan ... 24

4.4.1 Jumlah Penduduk Desa Cikarawang... 24

4.4.2 Tingkat Pendidikan Penduduk ... 24

4.4.3 Mata Pencaharian ... 25

4.5 Potensi Sarana dan Prasarana ... 26

4.6 Kondisi Sosial ... 27

4.7 Pertanian ... 27

4.8 Pola Hubungan Kerja Sektor Pertanian ... 28


(12)

BAB V MODAL SOSIAL DAN KEWIRAUSAHAAN MASYARAKAT

DESA CIKARAWANG ... 31

5.1 Karakteristik Responden ... 31

5.1.1 Umur Responden ... 31

5.1.2 Jenis Kelamin ... 31

5.1.3 Pendidikan Terakhir ... 32

5.1.4 Jenis Usaha ... 33

5.1.5 Kepemilikan Usaha... 33

5.1.6 Lamanya Usaha ... 34

5.2 Modal Sosial dan Nilai Kewirausahaan ... 34

5.2.1 Nilai-Nilai Kewirausahaan ... 34

5.2.2 Pengaruh Modal Sosial terhadap Kewirausahaan ... 38

5.2.2.1 Aspek Kepercayaan ... 39

5.2.2.2 Aspek Norma ... 44

5.2.2.3 Aspek Jejaring ... 49

5.3 Faktor Kapasitas Individu dalam Kewirausahaan ... 53

5.3.1 Aspek Kapasitas Individu ... 53

5.3.2 Aspek Kapasitas Individu dalam Modal Sosial dan Kewirausahaan ... 57

5.4 Faktor Kapasitas Individu dalam Kewirausahaan ... 60

5.4.1 Aspek Motivasi ... 60

5.4.2 Aspek Motivasi dan Modal Sosial dan Kewirausahaan ... 64

BAB VI KETERKAITAN MODAL SOSIAL, KAPASITAS INDIVIDU DAN KEWIRAUSAHAAN ... 67

6.1 Konstruksi Modal Sosial dan Nilai Kewirausahhan ... 67

6.2 Peran Modal Sosial dalam Pengembangan Nilai Kewirausahaan ... 70

BAB VII PENUTUP ... 75

7.1 Kesimpulan ... 75

7.2 Implikasi ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Luasan Tanah Berdasarkan Penggunaan di Wilayah Desa Cikarawang,

Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor Tahun 2009... 24  Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa

Cikarawang, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor Tahun 2009... 25 Tabel 3. Komposisi Penduduk Desa Cikarawang Menurut Mata Pencaharian

Tahun 2009... 26  Tabel 4. Karakteristik Responden berdasarkan Tipe Responden... 32 Tabel 5. Hasil Estimasi Model Regresi Logistik terhadap Modal Sosial

Serta Unsurnya yang Mempengaruhi Ada Tidaknya Nilai

Kewirausahaan... 38 Tabel 6. Hasil Estimasi Model Regresi Logistik terhadap Kapasitas Individu

yang Mempengaruhi Ada Tidaknya Nilai kewirausahaan... 54 Tabel 7. Hasil Estimasi Model Regresi Logistik terhadap Motivasi yang

Mempengaruhi Ada Tidaknya Nilai Kewirausahaan... 61


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Peranan Modal Sosial dalam

Pengembangan Nilai Kewirausahaan (Studi Kasus Pedagang dan Anggota Kelompok Tani di Desa Cikarawang Kecamatan

Dramaga Kabupaten Bogor... 14 Gambar 2. Kerangka Pemahaman Regresi untuk Masing-masing Variabel


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Kerangka Sampling... 80

Lampiran 2.  Gambar-gambar Kegiatan Usaha Sektor Perdagangan dan

Pertanian... 83   


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengembangan usaha merupakan bagian kekuatan pendorong pembangunan ekonomi. Selain berperan untuk mempercepat pemerataan pertumbuhan ekonomi dalam peningkatan pendapatan masyarakat, kegiatan usaha juga mampu menyediakan lapangan kerja dan lapangan usaha. Terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia seharusnya menjadikan masyarakat terpacu untuk mencari peluang usaha sendiri agar tidak tergantung pada lembaga tertentu yang menyediakan pekerjaan. Dalam melahirkan sebuah usaha diperlukan pengembangan jiwa dan sikap kewirausahaan, apalagi mengingat kewirausahaan memiliki fungsi penting dalam penyediaan lapangan kerja serta mengurangi angka pengangguran. Lebih lanjut kewirausahaan memiliki peranan untuk menambah daya tampung tenaga kerja, sebagai generator pembangunan, contoh bagi masyarakat lain, membantu orang lain, memberdayakan karyawan, hidup efisien, dan menjaga keserasian lingkungan (Alma, 2003). Terlebih lagi keberhasilan kegiatan perekonomian masyarakat baik di perkotaan maupun perdesaan sebagian besar banyak disokong oleh kegiatan usaha (entrepreneurship) yang masih didominasi oleh usaha-usaha skala mikro dan kecil dengan pelaku utama para petani, buruh tani, pedagang sarana produksi dan hasil pertanian, pengolah hasil pertanian, serta industri rumah tangga.1

Melihat betapa penting kewirausahaan dan peranannya dalam perekonomian masyarakat, potensi wirausaha Indonesia sangat besar terutama jika melihat data jumlah usaha kecil dan menengah yang ada. Sampai dengan tahun 2006, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), di Indonesia terdapat 48,9 juta usaha kecil dan menengah (UKM), menyerap sekitar 80 persen tenaga kerja, serta

       1

Buchari Alma, ’fenomena-lembaga-keuangan-mikro-dalam-perspekti-pembangunan-ekonomi-pedesaan ’, http:// www.scribd.com/doc/331/brs_file/lkm.pdf, diakses pada 12 Juni 2010.


(17)

menyumbang 62 persen dari PDB (di luar migas).2 Data tersebut sekilas memberikan gambaran betapa besarnya aktivitas kewirausahaan di Indonesia dan dampaknya bagi kemajuan ekonomi bangsa. Oleh sebab itu, usaha kecil dalam kehidupan masyarakat, tidak dapat dipandang sebelah mata walaupun dalam pengembangannya seringkali menghadapi berbagai hambatan terutama dalam persaingan dengan usaha besar.

Potensi yang dimiliki usaha kecil tidak sama dengan potensi yang dimiliki oleh usaha-usaha besar. Kewirausahaan dalam usaha kecil umumnya terhambat persaingan dengan usaha skala besar. Usaha besar dianggap sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia sampai tahun 1997 (saat krisis ekonomi menyerang Indonesia). Dimana usaha besar mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak, memiliki akses permodalan dan pasar yang kuat serta memiliki kemampuan sumberdaya manusia yang lebih terampil. Namun demikian, usaha besar tidak mampu berdiri sendiri sebagai usaha yang mampu menjadi tulang punggung perekonomian di Indonesia, terbukti dengan hancurnya usaha besar selama krisis ekonomi berlangsung (Muhandri, 2009). Di sisi lain usaha kecillah yang kemudian menjadi perhatian pemerintah karena kemampuannya dalam penyedia barang-barang murah kebutuhan keluarga, serta keberadaan usahanya yang lebih bersifat luwes.

Kewirausahaan dalam usaha kecil sulit bersaing dengan usaha besar karena perbedaan potensi yang dimiliki oleh keduanya, namun usaha kecil akan mampu bersaing ketika mampu memanfaatkan dan memperkuat peranan modal sosial. Coleman (1988) dalam Suandi (2007) mendefinisikan modal sosial sebagai keseluruhan dari sejumlah aspek struktur sosial yang berfungsi memperlancar tindakan-tindakan individual tertentu. Bentuk-bentuk modal sosial tersebut dapat berupa kewajiban, pengharapan (expectancy), dan struktur rasa kepercayaan, saluran informasi, serta norma dan sanksi yang efektif. Modal sosial juga merupakan sumberdaya yang dapat memberi kontribusi terhadap kesejahteraan individu dan masyarakat seperti halnya sumberdaya lain (alam, ekonomi, dan sumberdaya manusia). Lebih lanjut Coleman (2000) dalam Sari (2010)       

2

Badan Pusat Statistik. 2006. Profil Usaha Kecil di Indonesia Maret 2008: No. 37/07/Th. XI dalam http://www.bps.go.id/brs_file/usaha kecil-01jul08.pdf diunduh 7 Jan 2011.


(18)

menjelaskan bahwa tanpa rasa kepercayaan yang tinggi, jejaring yang luas, dan kepatuhan terhadap norma yang kuat di antara para anggota kelompok, kelembagaan tidak dapat hadir, atau dengan kata lain tidak memiliki modal sosial. Berkaitan dengan hal tersebut, hubungan antar individu maupun kelompok dalam usaha kecil lebih erat sehingga diharapkan akan menciptakan produktivitas yang tinggi dan kerjasama yang lebih erat dalam membentuk sikap kewirausahaan masyarakat.

Penelitian yang dilakukan Tawardi (1999) adalah mengenai nilai-nilai kewirausahaan dan beberapa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi perkembangan usaha seseorang. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, modal sosial tidak dimasukkan sebagai salah satu variabel penting yang juga berperan, padahal pengembangan nilai kewirausahaan sangat erat kaitannya dengan modal sosial. Pasalnya modal sosial memberikan landasan konstruksi tentang makna kepercayaan, kebersamaan, toleransi dan partisipasi yang erat hubungannya dengan nilai atau jiwa kewirausahaan.

Modal sosial yang dimiliki masyarakat seperti kepercayaan, gotong royong, jaringan, sikap altruism memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan kewirausahaan, seperti meningkatnya kepercayaan masyarakat yang dimanifestasikan dalam perilaku jujur, teratur, dan kerja sama berdasarkan norma-norma yang dianut bersama. Dalam kegiatan kewirausahaan, modal sosial juga dapat berfungsi sebagai pengungkit berhasilnya kegiatan usaha, karena dalam modal sosial terdapat nilai-nilai kerja sama.

Melihat fenomena ini, perlu untuk diadakan kajian (penelitian) mengenai peranan modal sosial. Memperkuat peranan modal sosial dalam rangka pengembangan nilai kewirausahaan juga tidak serta merta dapat dilakukan tanpa melalui penguatan kapasitas individu. Proses di dalam penguatan kapasitas individu akan berimplikasi pada kemampuan dalam berperilaku sesuai dengan nilai-nilai kewirausahaan dan kapasitas individu baru bisa berkembang bila ditunjang oleh modal sosial yang dimiliki masyarakat.


(19)

1.2Rumusan Masalah Penelitian

Kewirausahaan dalam usaha kecil merupakan bentuk usaha yang memiliki kekuatan dalam pembangunan ekonomi. Usaha kecil mampu lebih cepat dalam menciptakan pertumbuhan dan lapangan kerja bagi masyarakat luas dibanding dengan usaha pada sektor lain, terlebih lagi dalam hal pengembangan ekonomi lokal dan pengembangan masyarakat itu sendiri. Seringkali pertumbuhan dan perkembangan usaha kecil harus berhadapan dan bersaing dengan jenis usaha lainnya. Persaingan ini tidak hanya terjadi di antara unit-unit usaha kecil tersebut, melainkan juga dengan unit usaha yang berskala lebih besar. Untuk dapat bertahan dalam persaingan usaha dan mengembangkan nilai atau jiwa kewirausahaan, memperkuat peranan modal sosial merupakan cara yang paling tepat. Modal sosial yang dibangun dengan berlandaskan pada kepercayaan dalam membangun hubungan, pemanfaatan jaringan sosial, dan kepatuhan pada kebiasaan atau norma sosial, memang menunjukkan bahwa modal sosial berperan dalam memelihara dan menopang pengembangan ekonomi terutama dalam menumbuhkan nilai kewirausahaan. Relevansi modal sosial dalam pengembangan ekonomi melalui kewirausahaan dijadikan sebagai perekat dan motor penggerak bagi hubungan sosial yang terjalin. Peranan modal sosial yang mampu mendorong pengembangan nilai kewirausahaan diharapkan dapat menjadi strategi adaptasi dan pertahanan usaha, perluasan jaringan sosial, peningkatan kepercayaan antar

stakeholder, serta strategi dalam membangun kepedulian sosial.

Modal sosial dalam pembentukan nilai kewirausahaan masyarakat berhubungan langsung dengan penguatan kapasitas individu, karena kapasitas individu dan modal sosial merupakan dua potensi yang saling melengkapi. Pada konteks ini penguatan kapasitas bertujuan agar setiap orang memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk meningkatkan kemampuan dan mengembangkan potensi yang dimilikinya agar mencapai kondisi kehidupan yang lebih baik. Pentingnya membangun kapasitas individu yang dibangun dari modal sosial dan penumbuhan motivasi adalah sebagai dasar dari berhasilnya kewirausahaan.

Modal sosial akan tergantung pada kapasitas yang ada dalam kelompok masyarakat untuk membangun sejumlah asosiasi. Kelompok pengusaha yang diteliti merupakan pedagang skala kecil dan anggota kelompok tani. Pelaku


(20)

kegiatan usaha tersebut tidak hanya memanfaatkan penguatan kapasitas mereka di dalam pengembangan kewirausahaan, namun lebih dari itu, mereka mampu bertahan dalam setiap kegiatan usaha. Dengan beberapa alasan diatas, maka penelitian ini membahas lebih lanjut dengan pertanyaan pokok penelitian ini mengenai bagaimana modal sosial berperan dalam pengembangan nilai kewirausahaan.

Dari uraian di atas, beberapa permasalahan penting yang di bahas, antara lain:

1. Dalam hal mana modal sosial berperan dalam pengembangan nilai kewirausahaan?

2. Selain modal sosial, faktor mana yang berperan dalam pengembangan nilai kewirausahaan?

3. Bagaimana kekuatan pengaruh masing-masing faktor modal sosial, kapasitas individu, dan motivasi dalam pengembangan nilai kewirausahaan?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis besarnya peranan modal sosial dan masing-masing unsur modal sosial tersebut dalam pengembangan nilai kewirausahaan, serta faktor mana saja selain modal sosial yang turut berperan dalam pengembangan nilai kewirausahaan.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi sebagai bahan penelitian dan penulisan selanjutnya serta dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan tambahan di dalam keilmuan pengembangan masyarakat dan kewirausahaan. Bagi instansi terkait, dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan suatu tindakan dan mengambil kebijakan yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan kapasitas individu dengan cara memanfaatkan peranan modal sosial.


(21)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

 

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Nilai Kewirausahaan

Pengertian kewirausahaan relatif berbeda-beda antar para ahli atau sumber acuan dengan titik berat perhatian atau penekanan yang berbeda-beda. Menurut Sutanto (2002), kewirausahaan sering diartikan sebagai seseorang yang mengerti dan dapat membedakan antara peluang lalu memanfaatkannya untuk kepentingan mereka. Secara lebih luas, kewirausahaan didefinisikan sebagai proses penciptaan sesuatu yang berbeda nilainya dengan menggunakan usaha dan waktu yang diperlukan, memikul risiko finansial, psikologi, dan sosial yang menyertainya serta menerima balas jasa moneter dan kepuasan pribadi.

Lebih lanjut kewirausahaan dapat diartikan pula sebagai sikap dan perilaku mandiri yang mampu memadukan unsur cipta, rasa, dan karsa serta karya atau mampu menggabungkan unsur kreativitas, tantangan, kerja keras, dan kepuasan untuk mencapai prestasi maksimal sehingga dapat memberikan nilai tambah maksimal terhadap jasa, barang, maupun pelayanan yang dihasilkan dengan memperhatikan sendi-sendi kehidupan masyarakat.

Menurut Soesarsono (2002), kewirausahaan merupakan suatu profesi yang timbul karena interaksi antara ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan formal dengan seni yang hanya dapat diperoleh dari suatu rangkaian kerja yang diberikan dalam praktek. Sedangkan Widodo (2005) mendefinisikan kewirausahaan sebagai sifat atau sikap usaha yang ditampilkan oleh wirausahawan. Kewirausahaan tidak hanya mementingkan sisi kecerdasan (kognitif) dan keterampilan (psikomotorik) tetapi lebih penting lagi sikap dan tabiat (afektif) yang membangun attitude seseorang. Lebih lanjut Muhandri (2009) menterjemahkan wirausaha sebagai orang yang melakukan koordinasi, organisasi dan pengawasan. Seorang wirausaha merupakan orang yang penting dalam masalah pengelolaan produksi. Ia harus memiliki pengetahuan yang luas


(22)

tentang lingkungan dan membuat keputusan-keputusan serta penentuan dalam mengelola usahanya, mengelola sejumlah modal dan menghadapi ketidakpastian terhadap keuntungan. Josep Schumpeter dalam Husaini (2004) memberikan batasan kewirausahaan sebagai ”Entrepreneurship is prime creative socioeconomic force in society,” sedangkan wirausaha sebagai ”Entrepreneur is innovator, carrying put new combination.”

Clelland (1987) dalam Tawardi (1999) menyebutkan ciri yang dimiliki sikap kewirausahaan adalah mempunyai kemiripan dengan orang yang mempunyai motif berprestasi (need of achievement) yaitu senantiasa berusaha untuk memperoleh hasil yang lebih baik dari apa yang telah diperoleh, berani mengambil resiko pada taraf rata-rata, mempunyai tanggung jawab pribadi, dan senantiasa menginginkan umpan balik hasil pekerjaannya untuk mengevaluasi dan memperbaiki tindakannya di masa depan. McClelland (1987) dalam Husaini (2004) mengajukan konsep N-Ach yang merupakan singkatan dari need for achievement (N-Ach) diartikan sebagai virus kepribadian yang menyebabkan seseorang ingin selalu berbuat baik dan memiliki tujuan yang realistis dengan mengambil resiko yang benar-benar telah diperhitungkan.

Banyak penelitian yang telah dilakukan mengenai karakteristik yang selalu muncul pada perilaku wirausaha yang berhasil. Wirausaha yang berhasil banyak memiliki cara yang sama, antara lain penuh energi, inovatif, berani mengambil resiko serta keinginan untuk berprestasi, selain itu juga sifat optimis dan percaya akan masa depan. Meredith et al. (1987) dalam Tawardi (1999) mengemukakan bahwa ciri-ciri seseorang yang memiliki sikap kewirausahaan yaitu: a) fleksibel dan supel dalam bergaul, b) mampu dan dapat memanfaatkan peluang usaha yang ada, c) memiliki pandangan ke depan, cerdik dan lihai, d) tanggap terhadap situasi yang berubah-ubah dan tidak menentu, e) mempunyai kepercayaan diri dan mampu bekerja mandiri, f) mempunyai pandangan yang optimis dan dinamis, serta memiliki jiwa kepemimpinan, g) mempunyai motivasi yang kuat untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan teguh dalam pendiriannya, h) mengutamakan prestasi, dan memperhitungkan faktor-faktor menghambat dan menunjang, i) memiliki disiplin diri yang tinggi, dan j) berani mengambil resiko dengan memperhitungkan tingkat kegagalan.


(23)

2.1.2 Konsep Modal Sosial

Modal sosial merupakan kemampuan masyarakat untuk bekerjasama demi mencapai tujuan bersama. Kemampuan bekerjasama muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau di bagian paling kecil dalam masyarakat. Modal sosial bisa dilembagakan (menjadi kebiasaan) dalam kelompok yang paling kecil ataupun kelompok masyarakat yang paling besar seperti negara. Coleman (1988) dalam Suandi (2007) mendefinisikan modal sosial sebagai keseluruhan dari sejumlah aspek struktur sosial yang berfungsi memperlancar tindakan-tindakan individual tertentu. Bentuk-bentuk modal sosial tersebut dapat berupa kewajiban, pengharapan (expectancy), dan struktur rasa kepercayaan, saluran informasi, serta norma dan sanksi yang efektif. Modal sosial juga merupakan sumberdaya yang dapat memberi kontribusi terhadap kesejahteraan individu dan masyarakat seperti halnya sumberdaya lain (alam, ekonomi, dan sumberdaya manusia). Kerjasama yang dilandasi kepercayaan akan terjadi apabila dilandasi dengan kejujuran, keadilan, keterbukaan, saling peduli, saling menghargai, saling menolong di antara anggota kelompok warga masyarakat. Pihak luar komunitas akan memberikan dukungan, bantuan, dan kerjasama kepada kelompok apabila kelompok tersebut bisa dipercaya, artinya kepercayaan merupakan modal yang sangat penting untuk membangun jaringan kemitraan dengan pihak luar.

Kemampuan komunitas atau kelompok-kelompok untuk bekerjasama dan menumbuhkan kepercayaan baik di antara anggotanya maupun dengan pihak luar yang merupakan kekuatan yang besar untuk bekerjasama dan menumbuhkan kepercayaan pihak lain, karena itulah disebut “modal sosial.” Jika warga masyarakat saling bekerjasama dan saling percaya yang didasarkan pada nilai-nilai universal yang ada, maka tidak akan ada sikap saling curiga dan sebagainya sehingga ketimpangan antara kelompok yang miskin dan yang kaya bisa diminimalkan. Vipriyanti (2007) menyatakan bahwa modal sosial itu dinyatakan sebagai modal produktif yang terdiri atas rasa percaya, kemampuan dalam membangun jaringan kerja serta kepatuhannya terhadap norma yang berlaku dalam kelompok maupun masyarakat, dimana modal tersebut memberi keuntungan untuk mengakses modal lainnya serta memfasilitasi kerjasama intra dan antar kelompok masyarakat. Modal tradisional (sumberdaya alam, manusia,


(24)

dan fisik) hanya menentukan secara parsial dari keseluruhan proses pertumbuhan ekonomi sedangkan faktor penentu lainnya adalah modal sosial.

2.1.3 Kapasitas Individu

Sumodiningrat (1999) dalam Aly (2005) mengemukakan bahwa kita memerlukan suatu strategi baru dari kebijaksanaan pembangunan yang memadukan pertumbuhan dan pemerataan. Strategi pembangunan itu dipahami sebagai suatu proses transformasi dalam hubungan sosial, ekonomi, budaya, dan politik masyarakat. Proses ini diarahkan agar setiap upaya pemberdayaan masyarakat dapat meningkatkan kapasitas masyarakat (capacity building). Setiap orang dalam suatu komunitas harus ditingkatkan kemampuannya dengan mengembangkan dan mendinamisasi potensinya Kartasasmita (1996) dalam

Riasih (2004). Peningkatan kemampuan dan potensi yang ada dalam diri anggota komunitas itulah yang dikenal dengan penguatan kapasitas (capacity building).

Penguatan kapasitas menurut Shaughnessy (1999) dalam Riasih (2004) adalah suatu istilah yang makna dan metodenya bervariasi dan mencakup secara luas di antara orang dan organisasi. Penguatan kapasitas dapat dilihat dalam tiga elemen yaitu:

(1) Pembangunan manusia yang paling mendasar yang meliputi kesehatan, pendidikan, nutrisi dan keterampilan teknis.

(2) Perbaikan institusi swasta dan umum untuk meningkatkan keterampilan bekerja secara lebih efektif.

(3) Membentuk kepemimpinan politik yang dapat memahami institusi sebagai suatu kesatuan yang tidak mudah terpecah belah sehingga memerlukan peningkatan yang berkesinambungan dan berkelanjutan.

Penguatan kapasitas merupakan suatu proses peningkatan atau perubahan perilaku individu, organisasi dan sistem masyarakat dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Dengan demikian, menurut Sumpeno (2002) dalam Riasih (2004) penguatan kapasitas berarti terjadi perubahan perilaku untuk:

(1) Meningkatkan kemampuan individu dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap.


(25)

(2) Meningkatkan kemampuan kelembagaan dalam organisasi dan manajemen, keuangan dan budaya.

(3) Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam kemandirian, keswadayaan, dan mengantisipasi perubahan.

Pengembangan kapasitas sumberdaya manusia atau individu menurut Rubin dan Rubin (1992) dalam Riasih (2004) merupakan pengembangan personal yang bertujuan untuk menemukan hal-hal apa saja yang kurang pada dirinya tetapi ada upaya untuk meningkatkan kekurangan tersebut. Dengan demikian pengembangan kapasitas individu adalah bagaimana menciptakan kemampuan untuk mencapai keberhasilan melalui tindakan yang dilakukan individu. Pengembangan kapasitas individu dapat dikembangkan melalui keanggotaan dalam organisasi masyarakat dan dapat memobilisasi sumber-sumber yang individu tersebut tidak dapat melakukannya bila sendiri. Individu dalam masyarakat memberikan dukungan terhadap anggota lainnya sehingga masalah dapat dihadapi secara kelompok Rubin dan Rubin (1992) dalam Riasih (2004). Lebih lanjut Sumpeno (2002) dalam Riasih (2004) mengemukakan bahwa dengan pengembangan kapasitas akan dapat meningkatkan kemampuan individu dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap di samping dapat meningkatkan kemampuan kelembagaan dan kemampuan masyarakat.

2.1.4 Motivasi dan Kebutuhan Berwirausaha

Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis, yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow dalam Teori Hierarki menyatakan bahwa setiap manusia memiliki lima kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis, keamanan, cinta, harga diri, dan aktualisasi diri (Marliati, 2008). Ciri kebutuhan dasar manusia selalu bersifat heterogen. Setiap orang pada dasarnya memiliki kebutuhan yang sama, akan tetapi karena budaya, maka kebutuhan tersebut pun ikut berbeda. Dalam memenuhi kebutuhan manusia menyesuaikan diri dengan prioritas yang ada. Lalu jika gagal memenuhi


(26)

kebutuhannya, manusia akan berpikir lebih keras dan segera berusaha mendapatkannya.

Munculnya motivasi biasanya berawal dari ketertarikan terhadap sesuatu. Ketertarikan itu kemudian membawa minat atau interest. Motivasi yang paling mendasar yang muncul pada individu dalam menjalankan usahanya adalah “untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.” Dengan kata lain, motivasi masyarakat untuk mengembangkan usahanya ke dalam skala yang lebih besar relatif rendah. Kondisi ini terutama dipengaruhi oleh keterbatasan modal. Dengan modal yang relatif kecil, maka keuntungan yang diperoleh juga akan kecil. Motivasi inilah yang kemudian mendorong keinginan untuk memenuhi kebutuhan.

Lebih lanjut, ketika motivasi tersebut dapat dikaitkan dengan tujuan pemenuhan kebutuhan menurut Abraham Maslow dalam Teori Hierarki. Teori itu menyatakan bahwa setiap manusia memiliki lima kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan fisiologis, keamanan, cinta, harga diri, dan aktualisasi diri. Berdasarkan kasus dan penelitian sebelumnya menunjukkan kegiatan kewirausahaan dari sebagian besar pelaku usaha adalah sekedar memenuhi kebutuhan fisiologis, yaitu untuk memenuhi kebutuhan makanan, minuman, dan sebagainya. Hal ini dirasakan bukan karena mereka tidak mau mencapai tingkat yang lebih tinggi, namun karena untuk mencapai tingkat yang paling tinggi yaitu aktualisasi diri, harus memperkuat sumberdaya yang mereka miliki, baik dari keuangan (modal) sampai hal yang paling penting yaitu modal sosial berupa jaringan kerjasama, gotong royong, serta mematuhi peraturan-peraturan dalam kegiatan usaha.

2.1.5 Pengusaha Kecil: Pedagang dan Petani

Menurut Yesy (1997) dalam Ekowati (2001) di Indonesia peranan usaha kecil dirasakan penting karena mampu menyerap tenaga kerja, menghasilkan dan menyediakan barang dan jasa dengan tingkat harga yang terjangkau. Adapun definisi usaha kecil di Indonesia menurut UU No 9 tahun 1995 tentang usaha kecil, yaitu kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau penjualan tahunan serta kepemilikan:

a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak 200 juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.


(27)

b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak satu milyar rupiah. c. Milik WNI.

d. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik secara langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar.

e. Berbentuk usaha perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum termasuk koperasi.

Usaha kecil merupakan kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil baik modal, penggunaan tenaga kerja maupun orientasi pasar yang dijalankan secara perorangan atau keluarga dengan teknologi yang sederhana. Berdasarkan Tambunan (1998) usaha kecil di Indonesia memiliki ciri umum dimana waktu pasar masuk-keluar relatif singkat, manajemen bersifat manual, produktivitas usaha dan tenaga kerja (umumnya anggota keluarga) sangat rendah, selain itu, penyebaran usaha kecil meliputi daerah pemukiman (urban) dan perdesaan (rural) yang ditopang oleh tenaga kerja dari lingkungan setempat.

2.2 Kerangka Penelitian

Menurut Coleman (1988) dalam Suandi (2007), masyarakat memiliki modal sosial yang melingkupi kehidupan mereka yang berupa kewajiban, pengharapan (expectancy), dan struktur rasa kepercayaan, saluran informasi, serta norma dan sanksi yang efektif. Namun pada penelitian ini meilihatnya dari tiga unsur yaitu kepercayaan (trust), norma-norma (norms), dan jaringan (network).

Modal sosial berperan dalam menopang pengembangan ekonomi masyarakat melalui kegiatan kewirausahaan. Kewirausahaan akan berkembang apabila modal sosial yang dimiliki masyarakat dapat dimanfaatkan dengan baik.

Dalam penelitian ini, teori yang dikemukakan sebelumnya mengenai nilai-nilai kewirausahaan dijadikan dasar untuk menentukan dan mengukur enam ciri/nilai kewirausahaan yang meliputi; inovatif dan kreatif, sifat kepemimpinan, orientasi ada kerja-ada hasil, pengambil resiko, percaya diri, dan bekerja keras. Hal ini diputuskan atas pertimbangan bahwa ini telah mencakup sebagian besar ciri-ciri kewirausahaan yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli.

Mendayagunakan potensi modal sosial untuk mengembangkan nilai kewirausahaan akan sulit dicapai tanpa adanya penguatan dari aspek kapasitas


(28)

individu. Kapasitas individu ini akan dilihat dari pengetahuan, sikap, serta keterampilan dalam kehidupan bermasyarakat terutama ketika berwirausaha. Lebih lanjut kapasitas individu dan modal sosial juga merupakan dua potensi yang saling melengkapi untuk membentuk jiwa/nilai kewirausahaan. Peranan modal sosial dalam membentuk nilai kewirausahaan tidak dapat dilakukan secara otonom tanpa memperhatikan kapasitas individu.

Menumbuhkan nilai kewirausahaan merupakan aspek yang juga dipengaruhi oleh motivasi seseorang untuk berwirausaha. Kamal (1991) menyatakan bahwa pada dasarnya, motivasi seseorang melakukan usaha adalah sebagai pemenuhan kebutuhan hidup. Keikutsertaan dalam kegiatan usaha adalah dalam rangka membantu kelangsungan kehidupan rumah tangga atau bersifat

survival. Terdapat berbagai dorongan yang mengakibatkan seseorang ingin meningkatkan nilai kewirausahaannya yang kemudian diwadahi oleh modal sosial sebagai variabel utama mencapai nilai kewirausahaan, sehingga peranan modal sosial pada akhirnya mampu menjadi pengungkit yang efektif dan wadah untuk meningkatkan kemampuan individu dalam menjalankan usaha produktif dengan bersandarkan pada nilai kewirausahaan.


(29)

Keterangan:

= saling berhubungan

= berperan

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Peranan Modal Sosial dalam Pengembangan Nilai Kewirausahaan (Studi Kasus Pedagang Kecil dan Anggota Kelompok Tani di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kebupaten Bogor)

2.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dirumuskan, maka dapat disusun hipotesis penelitian ini sebagai berikut:

Hı : Modal sosial memiliki pengaruh dalam pengembangan nilai kewirausahaan

H2 : Kapasitas individu dan motivasi memiliki pengaruh dalam pengembangan nilai kewirusahaan

H3 : Faktor modal sosial memiliki pengaruh lebih besar dibanding dengan kapasitas individu dan motivasi

Modal Sosial

• Jejaring

• Kepercayaan

• Norma

Tingkat Kapasitas Individu

• Pengetahuan

• Sikap

• Keterampilan

Nilai

Kewirausahaan

1. inovatif dan kreatif

2. Sifat kepemimpinan 3. Orientasi ada kerja-

ada hasil

4. Pengambil resiko 5. Percaya diri 6. Bekerja keras

Tingkat Motivasi


(30)

2.4 Definisi Operasional

Definisi operasional dari variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Modal sosial adalah suatu norma atau nilai yang telah dipahami bersama oleh responden yang dapat memperkuat jaringan sosial/kerja yang positif, mendorong tingkat kepercayaan antar sesama, dan ketaatan terhadap norma dalam rangka tercapai tujuan bersama.

(1) Tingkat Jejaring adalah seberapa luas hubungan antara responden serta seberapa banyak simpul jaringan dalam melakukan aktivitas, berdasarkan ukuran (parameter): luasnya hubungan bisnis yang dibangun dengan orang lain dan banyaknya jalinan bisnis keterbukaan dalam melakukan hubungan sosial dengan siapapun dan aktif dalam memelihara dan mengembangkan hubungan atau jaringan sosial/kerja. Pengukuran dilakukan dengan berdasarkan pernyataan, untuk jawaban ya (1) – tidak (0)

(2) Tingkat Norma adalah seberapa besar norma akan dipatuhi responden berdasarkan nilai-nilai kewirausahaan dalam masyarakat, berdasarkan ukuran (parameter): ketaatan terhadap norma/aturan/kebiasaan yang berlaku di masyarakat dan norma yang ada di dalam kelompok usaha ia tergabung. Pengukuran dilakukan dengan berdasarkan pernyataan, untuk jawaban ya (1) – tidak (0)

(3) Tingkat Kepercayaan adalah seberapa besar kepercayaan yang terbangun antara responden dengan individu dan kelompok lain berdasarkan ukuran (parameter): kepercayaan dalam melakukan dan membina hubungan bisnis dengan siapapun. Pengukuran dilakukan dengan berdasarkan pernyataan, untuk jawaban ya (1) – tidak (0)

Berdasarkan uraian di atas, maka masing-masing unsur modal sosial diukur berdasarkan pernyataan ya (1) – tidak (0).

2. Kewirausahaan adalah nilai yang dimiliki oleh responden yang dijadikan sebagai kemampuan di dalam kegiatan usaha, meliputi inovasi dan


(31)

kreativitas, sifat kepemimpinan, orientasi kerja-hasil, pengambilan resiko, keaslian, dan percaya diri.

(1) Inovatif dan kreatif adalah sikap terarah yang mengacu kepada kemampuan dalam menemukan ide-ide atau cara baru yang lebih bermanfaat untuk meningkatkan keberhasilan produk maupun teknis pelaksanaan.

(2) Kepemimpinan adalah sikap yang menunjukkan kemampuan dalam mengorganisir diri sendiri dan orang lain, serta selalu terlibat dalam situasi kerja dan tidak mudah menyerah.

(3) Orientasi ada kerja-ada hasil adalah sikap terarah yang ditunjukkan pada semangat kerja keras untuk mendapatkan hasil keuntungan usaha dan kepuasaan pribadi baik berupa financial maupun citra atau mental di masyarakat.

(4) Pengambilan resiko adalah sikap terarah yang mengacu pada kemampuan dalam menanggung resiko dengan memperhitungkan kemungkinan keberhasilan dan kegagalan dalam rangka mencapai tujuan usahanya. (5) Bekerja keras adalah sikap terarah yang mengacu pada kemampuan yang

menunjukkan untuk selalu terlibat dalam situasi kerja dan tidak mudah menyerah sebelum pekerjaan selesai.

(6) Percaya diri adalah sikap yang mengacu pada kemampuan yang menunjukkan sikap percaya pada kemampuan sendiri, tidak ragu dalam bertindak, dan selalu optimis dalam segala situasi.

Berdasarkan uraian di atas, maka masing-masing unsur nilai kewirausahaan diukur berdasarkan pernyataan, untuk jawaban ya (1) – tidak (0). 3. Tingkat Kapasitas Individu adalah kemampuan yang dimiliki responden

dalam hal pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

(1) Pengetahuan adalah pengetahuan yang terkait dengan pemahaman mengenai nilai-nilai kewirausahaan yang dilihat dari pengetahuan tentang pengembangan produk/pemasaran dan teknologi.

(2) Sikap adalah sikap mental yang baik yang menunjukkan gambaran perilaku responden terhadap kegiatan usaha, berdasarkan ukuran (parameter): respons seseorang secara afektif dalam menemukan peluang


(32)

berusaha dan etos kerja yang tercermin dari jiwa/nilai-nilai kewirausahaan.

(3) Keterampilan adalah kemampuan responden yang menunjukkan gambaran keahlian responden terhadap kegiatan usaha, berdasarkan keahlian dalam manajemen usaha.

Berdasarkan uraian di atas, maka masing-masing unsur kapasitas individu diukur berdasarkan pernyataan benar (1) – salah (0) untuk aspek pengetahuan, sesuai (1) – tidak sesuai (0) untuk aspek sikap, dan ya (1) – tidak (0) untuk aspek keterampilan.

4. Tingkat Motivasi adalah alasan yang mendorong responden yang meliputi motivasi dalam

(1) Memenuhi kebutuhan dasar, dengan parameternya adalah pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari (terdesak masalah ekonomi) serta memenuhi permintaan keluarga.

(2) Berprestasi, diukur berdasarkan keinginan untuk mencari pengalaman bekerja, menambah serta menggali potensi diri dan lingkungan.

(3) Harga diri, diukur berdasarkan keinginan untuk menjadi seseorang yang kedudukannya dihargai di lingkungan.

Diukur berdasarkan jumlah skor. Skor 1 diberikan kepada tiap bentuk motivasi. Masing-masing unsur motivasi diukur berdasarkan pernyataan, untuk jawaban ya (1) – tidak (0).


(33)

BAB III

PENDEKATAN LAPANG

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini di desain sebagai penelitian survai dengan tipe explanatory research. Penelitian explanatory merupakan penelitian yang sifat analisisnya menjelaskan hubungan antar variabel melalui uji hipotesis (Singarimbun dan Effendi, 1989). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif yang didukung dengan data-data kualitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mencari informasi faktual secara detail tentang hal-hal yang sedang menggejala dan mengidentifikasi masalah-masalah atau untuk mendapatkan justifikasi keadaan dan kegiatan-kegiatan yang sedang berjalan. 3.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data sekunder didapatkan dari studi literatur yang terkait, sedangkan data primer didapatkan dari hasil pengambilan data secara langsung di lapangan. Proses pengumpulan data penelitian mengenai peranan modal sosial dalam pengembangan kewirausahaan ini dilakukan melalui beberapa tahap. Beberapa hal yang dilakukan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

(1) Kuesioner

Kuesioner yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini terdiri dari pertanyaan tertutup yang menggunakan model skala Gutnamm (pernyataan ya-tidak) untuk memberikan kepastian suatu jawaban. Kuesioner tersebut digunakan untuk mengetahui setiap unsur dari modal sosial yang terdiri dari tingkat kepercayaan (trust), tingkat kepatuhan terhadap norma-norma (norms), dan tingkat kekuatan jejaring (network), tingkat kapasitas individu yang juga dinilai dari segi tingkat pengetahuan, sikap, serta keterampilan setiap individu, dan nilai kewirausahaan yang diajukan kepada responden untuk masing-masing sektor usaha.


(34)

(2) Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam dilakukan berdasarkan panduan pertanyaan yang telah disiapkan. Wawancara ini digunakan untuk mengetahui sikap dan pandangan masyarakat terhadap kegiatan usaha di lingkungan maupun di luar tempat tinggal mereka serta untuk mengetahui nilai-nilai kewirausahaan yang dianut dalam masyarakat. Selain itu, wawancara dilakukan untuk menggali informasi mengenai aspek modal sosial (kepercayaan, kerja sama, aturan-aturan, terutama yang terkait dengan kegiatan usaha. Wawancara ini dilakukan dengan pihak aparat desa dan tokoh masyarakat seperti pengusaha sukses, ketua RW, ketua RT, dan sebagainya.

(3) Pengamatan atau Observasi

Pengamatan atau observasi yang dilakukan adalah dengan mengamati situasi atau keadaan desa, kegiatan perekonomian masyarakat, kondisi usaha masyarakat, aktivitas pengusaha, dan kerjasama yang terjalin.

(4) Data Sekunder

Data sekunder didapatkan dari pihak-pihak yang berkaitan dengan lokasi penelitian. Data tersebut digunakan untuk menjadi acuan dalam penelitian seperti profil desa (jumlah penduduk, mata pencaharian penduduk, lembaga yang ada di kelurahan) dan potensi desa.

3.3 Teknik Penentuan Responden

Populasi dalam penelitian ini adalah pedagang yang berada di setiap kampung dan empat anggota kelompok tani yang terdaftar, yaitu kelompok tani hurip, kelompok tani mekar, kelompok tani subur jaya, dan kelompok wanita tani melati yang melakukan aktivitas usaha (berdagang) baik sebagai mata pencaharian utama maupun sampingan yang ada di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik disproporsional cluster random sampling agar dapat menggambarkan secara tepat mengenai populasi yang heterogen dari jenis usahanya. Asumsi melakukan cluster karena populasi berjumlah banyak dan berasal dari sektor yang berbeda-beda, yang kemudian akan dibagi ke dalam sub populasi berdasarkan sektor yang paling dominan jumlah populasinya, yaitu sektor pertanian dan


(35)

perdagangan (home industry) yaitu dari populasi pedagang dan kelompok tani. Asumsi random adalah ketika populasi dibagi dalam subpopulasi, maka dibuatlah kerangka sampling untuk masing-masing sub populasi yang kemudian dipilih secara acak berdasarkan presentase disproporsional dari jumlah populasi, dengan asumsi perbedaan jumlah subpopulasi yang relatif jauh berbeda antara satu sektor dengan sektor lainnya.

Informan yang dipilih adalah orang yang mengetahui tentang keberadaan usaha rumah tangga, yaitu masyarakat yang tinggal di Desa Cikarawang, aparatur desa, ketua RT dan RW. Informan diharapkan mampu memberikan informasi tentang modal sosial (kepercayaan, norma, dan jejaring) di Desa Cikarawang, jenis usaha yang ada di lingkungan desa, dan aspek lainnya yang mampu memberikan informasi mengenai aspek perdagangan dan pertanian.

3.4Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan dengan kuesioner diolah secara kuantitatif menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2007. Langkah yang dilakukan setelah seluruh data terkumpul adalah melakukan pengkodean data. Kegiatan ini bertujuan untuk menyeragamkan data.

Data yang dikumpulkan selanjutnya diolah secara statistik deskriptif dengan menggunakan software SPSS for Windows versi 16.0. Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan perlakuan yang sesuai menurut jenis data yang diperoleh. Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan Uji Regresi Logistik Biner untuk menguji ketergantungan/pengaruh suatu variabel (variabel bebas) pada satu atau lebih variabel lain (variabel tak bebas), artinya dalam penelitian ini variabel bebasnya terdiri dari beberapa variabel yang mempengaruhi satu variabel tak bebas. Dimana variabel tak bebas ini hanya bersifat ya atau tidak. Dengan kata lain, hanya terdapat dua pilihan apakah variabel tersebut memiliki pengaruh atau tidak. Data-data kualitatif yang didapatkan saat wawancara menjadi informasi tambahan dan diintegrasikan dengan jawaban yang ada pada kuesioner untuk mendukung dan memperkuat data kuantitatif yang diperoleh.


(36)

(1) Regresi Logistik

Model regresi logistik pada dasarnya adalah model regresi linier yang diterapkan untuk variabel respons biner, nominal, maupun ordinal. Perbedaan yang lain tercermin pada pemilihan model parametrik dan asumsi-asumsi yang mendasari kedua model. Walaupun demikian prinsip-prinsip pendugaan yang digunakan analisis model regresi logistik sama dengan analisis model regresi linier (Hosmer & Lemeshow, 1989).

(2) Interpretasi Koefisien

Interpretasi koefisien untuk model regresi logistik adalah dengan cara melihat rasio oddnya. Koefisien model logit, βi, mencerminkan perubahan nilai fungsi logit g(x) untuk perubahan satu unit variabel penjelas x. Dalam analisis model logit rasio odds didefinisikan sebagai :

Interpretasi dari rasio odds ini adalah untuk variabel penjelas x yang berskala nominal, yaitu kecenderungan untuk Y=1 pada X=1 sebesar Ψ kali dibandingkan pada X=0.

3.5 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Lokasi tersebut dipilih karena pertimbangan: (1) terdapat aktivitas kewirausahaan dan beberapa usaha kecil antara lain dari sektor pertanian, usaha kecil dan rumah tangga, peternakan, kerajinan, dan lain-lain. (2) nilai-nilai yang menarik di komunitas mereka, karena masih terdapat nilai kebersamaan, kekeluargaan, dan toleransi yang kuat di tengah daerah perkotaan. (3) lokasi penelitian mudah dijangkau.

Pengumpulan data sekunder dan primer dikumpulkan pada bulan Maret 2011. Pengolahan data dan penulisan laporan dilakukan pada bulan Maret-April 2011. Kemudian sidang skripsi dan penulisan perbaikan skripsi dilaksanakan pada bulan Mei 2011.

)] 0 ( ) 1 ( exp[ )

exp( i = gg

=


(37)

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Keadaan Geografis Desa Cikarawang

Desa Cikarawang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Luas Desa Cikarawang adalah 226,56 ha. Desa ini merupakan salah satu dari sepuluh desa yang termasuk dalam kawasan desa lingkar kampus Institut Pertanian Bogor (IPB). Dilihat dari posisinya, Desa Cikarawang dibatasi oleh wilayah-wilayah sebagai berikut:

(1) Sebelah utara Desa Cikarawang berbatasan dengan Sungai Cisadane, (2) Sebelah selatan berbatasan dengan Sungai Ciapus,

(3) Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Situ Gede, dan (4) Sebelah barat berbatasan dengan Sungai Ciaduan.

Desa Cikarawang mempunyai kondisi geografis dengan ketinggian tanah dari permukaan laut adalah 193 dpl dan suhu rata-rata berkisar antara 25º Celcius - 30º Celcius. Orbitasi (jarak dari pusat pemerintahan desa/kelurahan), yaitu jarak ke ibukota kecamatan sejauh 5 km, jarak ke ibukota kabupaten/kota sejauh 35 km, dan jarak ke ibukota provinsi sejauh 135 km.

Sebagian besar wilayah Desa Cikarawang merupakan persawahan dan perkebunan. Areal yang berfungsi untuk persawahan meliputi lahan seluas 128,109 hektar atau lebih kurang 70 persen dari seluruh luas wilayah Desa Cikarawang. Kawasan permukiman penduduk meliputi kawasan seluas 41,465 hektar (14,4 %) dan 4,3 hektar (2,7 %) sisa lahan digunakan untuk fasilitas umum lainnya misalnya kawasan perkantoran, sekolah, pemakaman dan lain-lain. Dengan lahan untuk pertanian seluas itu Desa Cikarawang memiliki potensi terutama untuk komoditas padi sawah dan palawija yang sangat besar. Komoditas palawija yang banyak dibudidayakan oleh petani Cikarawang adalah ubi jalar dan kacang tanah.

4.2 Struktur Permukiman

Desa Cikarawang terdiri dari 3 (tiga) Dusun (Kampung Cangkrang, Kampung Carang Pulang dan Dusun Cangkurawok), 7 (tujuh) Rukun Warga dan


(38)

32 Rukun Tetangga. Meskipun secara umum desa ini masih berciri pertanian, namun masing-masing dusun memiliki karakter tersendiri, dan terkesan sebagai komunitas-komunitas yang terpisah.

Seperti juga pada desa-desa lainnya, permukiman penduduk terutama terpusat di sepanjang jalan transportasi utama yang sifatnya mengelompok. Kelompok berdasarkan dusun mencerminkan bahwa masyarakat Desa Cikarawang terdiri dari tiga sub komunitas.

4.3 Luas dan Penggunaan Wilayah Desa Cikarawang

Sebagian besar wilayah Desa Cikarawang diperuntukkan sebagai daerah pertanian berupa sawah dan ladang. Dari luas 226,56 ha, sebesar 85 persen di antaranya diperuntukkan penggunaannya untuk sawah dan ladang. Hal ini menunjukkan bahwa Desa Cikarawang masih tergolong desa pertanian. Potensi pertanian cukup besar untuk berbagai komoditas unggulan karena ditunjang oleh keberadaan sungai di sekelilingnya dan keberadaan Situ Burung di dalamnya dan Situ Gede yang mampu menunjang sistem hidrologi setempat. Luas dan penggunaan wilayah desa Cikarawang dapat dilihat pada Tabel 1.

Adapun mengenai penggunaannya, terdapat 0,160 ha yang dipergunakan untuk kepentingan perkantoran. Sementara itu terdapat lahan seluas satu hektar yang digunakan untuk tanah wakaf (bangunan peribadatan, lapangan bola, dan pemakaman/kuburan). Desa Cikarawang juga memiliki situ seluas 2,500 ha yang biasanya digunakan untuk mengairi sawah dan memancing oleh masyarakat.


(39)

Tabel 1. Luasan Tanah Berdasarkan Penggunaan di Wilayah Desa Cikarawang, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor Tahun 2009.

No. Peruntukan dan Penggunaan Tanah Luas (ha) 1. Peruntukan:

a. Jalan 5,1

b. Sawah dan ladang 128,109

c. Empang 2,150

d. Pemukiman dan pekarangan 41,465

e. Pekuburan 0,60 2. Penggunaan

a. Perkantoran 0,160

b. Tanah waqaf 0,400

c. Tanah kering :

1. Perkebunan Negara 8

2. Perkebunan Rakyat 18,226

d. Tanah yang belum dikelola :

1. Situ 2,500

2. Tanah lainnya 19,85

Jumlah 226,56

Sumber: Data Monografi Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Bogor, 2009 4.4 Kependudukan

4.4.1 Jumlah Penduduk Desa Cikarawang

Jumlah seluruh penduduk Desa Cikarawang sebanyak 8227 orang, dengan jumlah laki-laki sebanyak 4199 orang dan jumlah perempuan sebanyak 4028 orang. Jumlah kepala keluarga Desa Cikarawang sebanyak 2114 kepala keluarga. Ditinjau dari segi kewarganegaraan, secara keseluruhan masyarakat Desa Cikarawang adalah termasuk warga negara Indonesia. Tidak ada satupun warga negara asing yang tinggal di desa tersebut. Masyarakat terdiri dari penduduk asli dan pendatang yang berasal dari berbagai daerah seperti Jakarta, Tasikmalaya, Banten, Ciamis, Karawang dan sebagainya.

4.4.2 Tingkat Pendidikan Penduduk

Menurut tingkat pendidikannya, berdasarkan data monografi Desa Cikarawang tahun 2009, mayoritas penduduk berpendidikan minimal sampai pada tingkat Sekolah Dasar. Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa dari 3.634 jiwa jumlah penduduk yang tercatat berdasarkan tingkat pendidikan, 27,58 persen di


(40)

antaranya adalah lulusan SD. Terdapat sebanyak 27,58 persen penduduk merupakan lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sementara itu terdapat sebanyak 29,5 persen yang merupakan lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA). Untuk kategori pendidikan tinggi, hanya 1,43 persen diantaranya yang merupakan lulusan akademi (D3). Tabel 2 akan menunjukkan jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan masyarakat desa Cikarawang.

Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Cikarawang, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor Tahun 2009

No Jenis Pendidikan Jumlah (Jiwa)

Persentase (%)

1. Tidak tamat SD/MI Sederajat 441 12,13

2. Tamat SD/MI Sederajat 1.002 27,58

3. Tamat SLTP/MTs Sederajat 1.002 27,58

4. Tamat SMA/MA Sederajat 1.074 29,5

5. Tamat D1 48 1,32

6. Tamat D2 15 0,41

7. Tamat D3 52 1,43

Jumlah 3.634 100,00

Sumber: Data Monografi Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Bogor, 2009 Di kawasan Desa Cikarawang, hanya terdapat satu buah Taman Kanak-kanak dan empat buah Sekolah Dasar, dan satu buah lembaga pendidikan agama/ pesantren. Tidak terdapat satupun sekolah menengah, sehingga masyarakat harus ke luar desa terlebih dahulu untuk dapat bersekolah hingga tingkat tersebut.

4.4.3 Mata Pencaharian

Mata pencaharian penduduk Desa Cikarawang sebagian besar adalah sebagai petani dengan jumlah 310 orang, selanjutnya diikuti oleh buruh tani, yaitu sebanyak 225 orang. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Desa Cikarawang memiliki ketergantungan yang besar terhadap sektor pertanian. Selain itu, penduduk Desa Cikarawang juga bekerja pada sektor-sektor lainnya yang secara rinci dijelaskan pada Tabel 3 berikut.


(41)

Tabel 3. Komposisi Penduduk Desa Cikarawang Menurut Mata Pencaharian Tahun 2009

No. Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa)

Persentase (%)

1. Karyawan

1. Pegawai Negeri Sipil 175 9,23

2. ABRI 2 0,1

3. Swasta 220 11,6 2. Wiraswasta/pedagang 441 23,26

3. Petani 310 16,35

4. Buruh tani 225 11,87

5. Pembantu Rumah Tangga 300 15,82

6. Pensiunan PNS/TNI/Polri 210 11,08

7. Lain-lain 13 0,70

Jumlah 1896 100,00

Sumber: Data Monografi Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga, Bogor, 2009 Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa mata pencaharian terbesar ada di sektor pertanian sebesar 22,28 persen, baik sebagai petani maupun buruh tani. Selain itu dari sumber monografi desa, kondisi di lapangan menunjukkan bahwa penduduk perempuan lebih sedikit peranannya dalam pekerjaan publik dibandingkan dengan penduduk laki-laki dari semua sektor kecuali jenis pekerjaan pembantu rumah tangga.

4.5 Potensi Sarana dan Prasarana

Prasarana transportasi darat terdiri dari jalan desa/kelurahan, jalan kabupaten yang melewati desa/kelurahan, dan jembatan desa/kelurahan. Sarana transportasi darat meliputi angkutan kota dan ojek. Prasarana komunikasi dan informasi penduduk Desa Cikarawang di antaranya terdapat wartel sebanyak dua unit, pelanggan Telkom 350 orang, dan pelanggan handphone 2.000 orang.

Desa Cikarawang memiliki 1.270 jumlah sumur gali 16 jumlah mata air. Selain itu terdapat enam unitsarana MCK umum. Desa ini juga memiliki sarana peribadatan berupa enam buah masjid serta 17 mushola. Prasarana kesehatan yang terdapat di Desa Cikarawang terdiri dari satu unit puskesmas pembantu, tujuh unit posyandu, dan satu unit rumah bersalin dengan sarana kesehatan tiga orang dukun bersalin terlatih.


(42)

Prasarana pendidikan di Desa Cikarawang seluruhnya merupakan milik sendiri, berupa sebuah gedung SMP/sederajat, empat buah gedung SD/sederajat, dua buah gedung TK, dan sebuah perpustakaan desa/kelurahan. Desa ini juga memiliki tiga buah lapangan sepak bola dan sebuah lapangan voli sebagai prasarana olah raga. Sebagai prasarana energi dan penerangan, desa ini menggunakan listrik PLN sebanyak 2.184 unit. Disamping itu terdapat satu lokasi pembuangan sementara (TPS), satu unit jumlah gerobak sampah, empat unit tong sampah, satu kelompok satgas kebersihan, dan dua orang anggota satgas kebersihan.

4.6 Kondisi Sosial

Masyarakat di desa ini rata-rata memiliki pendidikan yang tidak terlalu tinggi, namun beberapa ada yang mampu mencapai tingkat pendidikan SMA. Beberapa bahkan sudah ada yang mampu mencapai jenjang pendidikan diploma, namun masih dapat ditemui juga pengangguran meski lulus sekolah SMA bahkan kuliah.

Kaum perempuan (terutama ibu-ibu) memiliki kegiatan berupa pengajian ibu-ibu yang diadakan berbeda di setiap RW-nya, namun umumnya dilakukan pada hari jumat atau sabtu. Beberapa ibu memiliki tabungan dalam bentuk emas. Emas dianggap sebagai investasi dan alat tukar untuk membeli tanah. Ada seorang ibu yang selalu menggunakan beberapa gelang emas besar-besar jika datang ke pertemuan di desa. Gelang emas yang dikenakan sebagai simbol bahwa dirinya “siap menukarkan” gelang emas dengan petak sawah yang akan dijual oleh pemiliknya.

4.7 Pertanian

Luas wilayah Desa Cikarawang 226,56 ha dimana 85 persen wilayahnya (194,572 ha) digunakan untuk sawah dan ladang. Komoditas pertanian andalan di Desa Cikarawang antara lain padi, singkong, kacang tanah, dan ubi. Petani mengusahakan penanaman komoditas tersebut di lahan seluas 1.000-2.000 m2, namun ada juga yang memiliki lahan lebih dari sehektar. Beberapa lahan tanam terletak di belakang rumah mereka, dan sebagian lagi cukup jauh dari pemukiman namun masih di dalam wilayah Desa Cikarawang.


(43)

Musim tanam terbagi menjadi dua macam, yaitu penanaman di musim hujan dan musim kering. Hal ini terkait dengan pemenuhan kebutuhan air untuk irigasi di lahan pertanian. Letak desa yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lain, maka air dari Kabupaten Bogor (Situ Burung) tidak berhasil mencapai sebagian besar daerah ini. Oleh karena itu untuk kebutuhan irigasi di musim kering, petani memanfaatkan jatah air dari aliran Situ Gede (masuk ke wilayah Kota Bogor) dan dialirkan setiap bulan ke-10. Sedangkan ketika musim hujan yang biasanya terjadi di bulan ke-1 hingga bulan ke-4 digunakan serempak untuk menanam padi.

Padi ditanam untuk konsumsi pribadi selama satu tahun. Setelah menanam padi (ketika masuk musim kering) petani menanam singkong, ubi maupun kacang tanah. Namun ada pula petani yang juga menanam singkong/ubi/kacang tanah bersebelahan dengan petak sawahnya. Pemilihan komoditas yang ditanam adalah kebebasan petani. Penanaman singkong membutuhkan waktu selama sembilan bulan sedangkan ubi selama lima bulan. Hasil panen singkong dapat mencapai lima kwintal/250 m2. Setiap penanaman memiliki resiko terhadap serangan hama yaitu keong dan wereng. Penanggulangan hama dilakukan petani dengan menggunakan pestisida yang dibeli secara individu di toko pertanian.

4.8 Pola Hubungan Kerja Sektor Pertanian

Pada rumah tangga petani, pembagian kerja dalam mengolah lahan antara kepala keluarga (laki-laki) dan istri adalah sama, dengan waktu bekerja dari pukul 7 pagi hingga pukul 12 siang. Bagi warga yang memiliki ternak, aktivitas selanjutnya setelah berladang adalah memberi makan ternak mereka, biasanya ini dilakukan oleh laki-laki. Beberapa jenis ternak yang ada di masyarakat yaitu kerbau, kambing, dan ayam. Selain aktivitas di sawah, ibu-ibu juga berperan membawa padi ke penggilingan (jaraknya jauh dari Desa Cikarawang, di sekitar Nagrak wilayah Kota Bogor) menggunakan mobil pengangkut.

Hasil pertanian yang diproduksi petani mayoritas dijual ke pengumpul. Masing-masing komoditas memiliki pengumpul tersendiri (singkong, ubi, kacang tanah mempunyai pengumpul yang berbeda-beda). Selain itu, pengumpul juga memberikan kredit bagi petani sebagai modal untuk melanjutkan penanaman komoditas pertaniannya. Kemitraan yang terjadi ini bertujuan menjaga ‘kesetiaan’


(44)

petani kepada pengumpul. Petani yang bermitra diharuskan menjual hasil pertaniannya ke mitranya (pengumpul yang memberikan kredit tersebut).

4.9 Kelompok Tani

Adanya potensi pertanian di Desa Cikarawang, menumbuhkan keinginan masyarakat untuk membentuk kelompok tani. Kelompok tani merupakan wadah masyarakat untuk berkumpul, bekerja sama, dan membentuk suatu kesatuan yang memiliki kesamaan identitas, atribut, sistem norma, dan peraturan-peraturan berkelompok untuk mengatur pola-pola interaksi antara anggota kelompok dan mencapai tujuan bersama. Kelompok tani yang sudah terdaftar di kantor kecamatan Dramaga berjumlah lima kelompok, yaitu Kelompok Tani Hurip, Mekar, Setia, dan Subur Jaya dan KWT (Kelompok Wanita Tani).

Selain kelompok tani tersebut, juga terdapat kelompok tani lainnya, namun belum terdaftar di antaranya Toga Mandiri, dan Toga Mekar. Kelompok tani tersebut tersebar ke dalam tiap dusun, seperti Kelompok Tani Setia di Dusun Cangkrang, Kelompok Tani Hurip dan KWT Melati di Dusun Carang Pulang, dan Subur Jaya di Dusun Cangkurawok. Masing-masing kelompok tani memiliki karakteristik umum yang mewakili komoditi yang diusahakannya, seperti Hurip di ubi ungu, dan Subur Jaya di padi.

(1) Kelompok Tani Hurip

Kelompok Tani Hurip berdiri pada tahun 1970. Saat ini anggotanya terdiri atas 82 orang dengan kepemilikan lahan 0.1 ha berupa tanah pekarangan dan tanah sawah. Komoditi unggulan yang banyak diusahakan oleh anggota dari kelompok tani ini adalah ubi ungu. Kelompok Tani ini diketuai oleh Ahmad Bastari dengan Napi sebagai sekretarisnya. Dari 82 orang anggotanya tersebut, sebanyak 75% sebagai petani penggarap sedangkan 25% sebagai petani pemilik.

Sudah banyak kerjasama dan program yang diterima oleh kelompok ini dengan berbagai pihak/instansi, seperti Dinas Pertanian maupun IPB. Namun program yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan berwirausaha petani dalam konteks individu dan kelompok belum banyak dilakukan sehingga kajian ini menjadikan mereka sebagai mitra kerja dalam menumbuhkan kewirausahaan dalam rangka ketahanan pangan.


(45)

(2) Kelompok Wanita Tani (KWT) Melati

Kelompok ini berdiri tahu 2008 dengan anggota 25 orang. Ketuanya adalah Norma, yang juga isteri dari Ahmad, ketua Kelompok Tani Hurip. Selain membantu di sawah, anggota dari kelompok ini yaitu mengolah tepung ubi ungu menjadi komoditi kue.

(3) Kelompok Tani Setia

Kelompok tani ini berdiri sejak tahun 2005 dengan Ujang sebagai ketuanya. Terdapat 54 orang anggota yang termasuk dalam kelompok ini. Dalam usahanya, kelompok ini banyak mengusakan di bidang jambu kristal yang kemudian ditumpangsarikan dengan padi, kacang tanah ataupun kangkung.

(4) Kelompok Tani Subur Jaya

Kelompok tani ini diketuai oleh Bapak Wahyudin (acong). Dalam usahanya, kelompok ini banyak mengusahakan komoditas kacang tanah, cesin, selain padi, ubi, dan singkong.

(5) Kelompok Tani Mekar

Sama halnya dengan kelompok tani subur jaya, kelompok tani mekar juga banyak mengusahakan tanaman padi dan palawija yang diketuai oleh Bapak Senan.


(46)

BAB V

MODAL SOSIAL DAN KEWIRAUSAHAAN MASYARAKAT

DESA CIKARAWANG

5.1 Karakteristik Responden

Jumlah responden penelitian ini sebanyak 70 orang. Masing-masing 35 orang untuk pedagang kecil dan 35 orang untuk anggota kelompok tani. Penelitian ini menyajikan data-data karakteristik responden yang meliputi: usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, jenis usaha, kepemilikan usaha, dan lamanya usaha. Penggambaran singkat karakteristik responden dapat dilihat pada Tabel 4.

5.1.1 Umur Responden

Secara garis besar rata-rata umur responden adalah 46 tahun. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa umur minimal berada pada usia 25 tahun, dan usia maksimal berada pada 72 tahun. Responden lebih banyak didominasi dalam golongan usia produktif. Hal ini disebabkan karena individu yang berinisiatif untuk melakukan tindakan usaha, biasanya didasarkan pada motif untuk mendapatkan penghasilan bagi dirinya sendiri dan keluarga, serta telah memahami resiko dan tanggungjawab dari kegiatan yang dibangunnya.

5.1.2 Jenis Kelamin

Responden dalam penelitian ini berjumlah sebanyak 35 orang laki-laki dan 35 orang perempuan. Dari total responden dapat disimpulkan bahwa 50% merupakan responden laki-laki dan 50% adalah responden perempuan. Sebaran tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

Informasi yang ditemukan selain persentase responden adalah bahwa responden perempuan lebih banyak berasal dari pedagang, sedangkan responden pada anggota kelompok tani didominasi oleh laki-laki.


(47)

Tabel 4. Karakteristik Responden berdasarkan Tipe Responden

5.1.3 Pendidikan Terakhir

Responden dalam penelitian ini memiliki pendidikan yang rendah, dimana pendidikan terakhir di sini adalah pendidikan yang sempat dirasakan responden baik tamat maupun tidak tamat. Responden tersebut didominasi oleh mereka yang

Karakteristik Responden

Tipe Responden Pedagang

Kecil

Anggota Kelompok

Tani Total

Persentase (%)

Usia

<25 tahun 5 3 8 11,43

25<tahun<50 22 14 36 51,43

> 50tahun 8 18 26 37,14

Total 35 35 70 100,00

Jenis

kelamin

Laki-laki 11 24 35 50,00

Perempuan 24 11 35 50,00

Total 35 35 70 100,00

Pendidikan terakhir

SD 23 32 55 78,57

SMP 4 3 7 10,00

SMA 8 0 8 11,43

Total 35 35 70 100,00

Jenis usaha

Makanan 23 0 23 32,86

Kerajinan 12 0 12 17,14

Padi dan

palawija 0 35 35 50,00

Total 35 35 70 100,00

Kepemilikan

usaha

Pribadi 32 27 59 84,28

Orang lain 3 6 9 12,86

Bersama 0 2 2 2,86

Total 35 35 70 100,00

Lamanya usaha

< 1 tahun 0 0 0 0

1 tahun > lama

usaha < 5 tahun 13 3 16 22,86

>5 tahun 22 32 54 77,14


(48)

hanya menempuh pendidikan dasar, bahkan di antara mereka adalah orang-orang yang tidak lulus SD (sekolah dasar). Tabel 4 menyajikan perbandingan pendidikan terakhir antara pedagang kecil dan anggota kelompok tani.

Pendidikan responden tergolong rendah, karena hanya sebatas sekolah dasar. Apalagi untuk anggota kelompok tani, tidak ada satupun responden yang pernah merasakan duduk di bangku sekolah menengah atas.

5.1.4 Jenis Usaha

Pedagang kecil rata-rata memiliki jenis usaha yang relatif sama, diantaranya yang dominan adalah makanan, kue-kue, barang kelontongan, dan lain-lain. Dimana anggota kelompok tani pun juga mengembangkan jenis usaha yang relatif sama seperti, padi, singkong, ubi, cabai, kacang, dan lain-lain. Kondisi yang relatif sama ini untuk pedagang kecil lebih dikarenakan terbatasnya modal dan keterampilan yang mereka miliki, sehingga untuk jenis usaha yang berbeda dan khas sangat jarang ditemukan. Untuk anggota kelompok tani lebih dikarenakan faktor komoditas utama yang diproduksi yang dikumpulkan melalui kelompok tani dimana mereka tergabung.

5.1.5 Kepemilikan Usaha

Usaha responden sebagian besar merupakan usaha milik pribadi sejumlah 59 orang, disusul dengan kepemilikan orang lain yang berjumlah sembilan orang dan sebanyak dua orang merupakan usaha milik pribadi dan orang lain yang dikelola secara bersama. Tabel 4 memberikan gambaran mengenai kepemilikan usaha antara pedagang kecil dan anggota kelompok tani.

Gambaran kepemilikan usaha secara dominan dimiliki sendiri oleh responden, terlebih pada pedagang kecil yaitu sebanyak 32 orang, dan kepemilikan orang lain sebanyak tiga orang, serta tak ada satupun usaha yang dikelola bersama. Sedangkan pada anggota kelompok tani yang dimaksud dengan kepemilikan usaha adalah lahan yang dimiliki, dikelola, dan hasil atau komoditasnya dinikmati sendiri ataupun dijual yaitu terdapat 27 orang, sebanyak enam orang yang merupakan lahan usaha milik orang lain, dan dua orang yang memiliki lahan usaha bersama.


(49)

5.1.6 Lamanya Usaha

Usaha yang dijalankan oleh responden dibagi ke dalam tiga kategori, pertama yang kurang dari sama dengan satu tahun, kedua, satu tahun sampai dengan lima tahun, dan terakhir adalah lebih dari lima tahun. Pembagian satu tahun didasarkan pada tidak terlalu lamanya seseorang membuka/menjalankan usaha, sedangkan lebih dari lima tahun dianggap sudah cukup lama menjalankan usaha dan memiliki pengalaman yang relatif mantap terhadap usaha yang digelutinya. Dari keseluruhan responden, sebanyak 16 orang yang sudah menjalani usaha selama kurun waktu di antara satu sampai lima tahun, sedangkan 54 orang yang sudah menggeluti usahanya selama lebih dari lima tahun.

5.2 Modal Sosial dan Nilai Kewirausahaan

Penelitian ini menggunakan analisis regresi logistik atau model logit untuk mengidentifikasi aspek-aspek mana yang mempengaruhi nilai kewirausahaan. Variabel-variabel independent yang diduga mempengaruhi nilai kewirausahaan adalah modal sosial (kepercayaan, nilai, dan norma), kapasitas individu, dan motivasi. Variabel dependent yang akan dilihat terdiri dari dua kemungkinan yaitu apakah pedagang kecil dan anggota kelompok tani memiliki nilai kewirausahaan (Y=1) atau tidak memiliki nilai kewirausahaan (Y=0).

5.2.1. Nilai-Nilai Kewirausahaan

Salah satu keberhasilan dalam kegiatan usaha adalah pentingnya Seorang wirausahawan memiliki jiwa dan nilai-nilai wirausaha dan mengaplikasikan hakekat kewirausahaan dalam hidupnya serta memiliki kreativitas dan inovasi yang tinggi dalam hidupnya.

(1) Percaya diri

Dalam praktiknya, percaya diri merupakan sikap dan keyakinan untuk memulai, melakukan, dan menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang dihadapi. Oleh karena itu, kepercayaan diri memiliki nilai keyakinan, optimisme, individualitas dan ketidaktergantungan. Seseorang yang memiliki kepercayaan diri cenderung memiliki keyakinan akan kemampuannya untuk mencapai keberhasilan. Orang yang percaya diri memiliki kemampuan untuk menyelesaikan


(50)

suatu pekerjaan secara sistematis, efisien dan efektif. Kepercayaan diri juga selalu ditunjukkan oleh ketenangan, ketekunan, dan kemantapan dalam melakukan pekerjaan.

Kepercayaan diri dalam melakukan kegiatan usaha berimplikasi dalam kemampuan pedagang kecil dan anggota kelompok tani dalam mengembangkan usahanya. Sebagian besar dari mereka mampu menyelesaikan sendiri pekerjaan tanpa bantuan orang lain. Selain itu kepercayaan diri ini membuat mereka mampu menyelesaikan sendiri pekerjaan tanpa bantuan orang lain. Berdasarkan penuturan salah seorang pengusaha sukses Desa Cikarawang:

“..Dalam usaha yang dibutuhkan adalah kepercayaan diri non, kalau ragu usaha ga akan pernah mau maju. Yakin aja kalau kita bisa, jangan lupa berdoa...”

Berdasarkan penuturan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa aspek percaya diri menjadi hal penting dalam membangun dan menjalankan sebuah usaha. Selain itu, pada aspek kepercayaan diri ini, terdapat semacam pemahaman bahwa pertolongan dari orang lain tidak diperlukan, karena hal tersebut dapat menunjukkan bahwa mereka memiliki kelemahan. Oleh sebab itu, pada aspek ini, sebagian besar anggota kelompok tani dan sebagian kecil lainnya dari pedagang, menunjukkan aspek kepercayaan diri yang relatif rendah karena mereka masih memegang teguh nilai gotong royong dan saling membantu.

(2) Keberanian mengambil resiko

Keberanian yang tinggi dalam mengambil resiko dan perhitungan matang yang diikuti dengan optimisme harus disesuaikan dengan kepercayaan diri. Oleh sebab itu, optimisme dan keberanian mengambil resiko dalam menghadapi suatu tantangan dipengaruhi oleh kepercayaan diri. Kepercayaan diri juga ditentukan oleh kemandirian dan kemampuan diri sendiri. Seseorang yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi, relatif lebih mampu menghadapi dan menyelesaikan masalah sendiri tanpa menunggu bantuan orang lain.

Bagi pedagang dan anggota kelompok tani, keberanian mengambil resiko ini terealisasi misalnya dalam mempertahankan usaha mereka meskipun sudah tidak ada lagi yang memberikan bantuan atau modal usaha. Selain itu keberanian mereka terlihat dalam memutuskan untuk berwirausahan dan mengeluarkan modal


(51)

yang relatif besar ditengah banyaknya pesaing. Padahal pesaing-pesaing tersebut pula menjual produk yang sama.

(3) Kepemimpinan

Seorang wirausaha yang berhasil selalu memiliki sifat kepemimpinan, kepeloporan dan keteladanan. Ia selalu ingin tampil berbeda, menjadi yang pertama dan menonjol. Dengan menggunakan kemampuan kreativitas dan inovasi, ia selalu menampilkan barang dan jasa-jasa yang dihasilkannya lebih cepat, lebih dulu dan dan segera berada di pasar. Ia selalu menampilkan produk dan jasa-jasa baru dan berbeda sehingga menjadi pelopor dalam proses produksi maupun pemasaran. Ia selalu memanfaatkan perbedaan sebagai sesuatu yang menambah nilai. Karena itu, perbedaan bagi seseorang yang memiliki jiwa kewirausahaan merupakan sumber pembaruan untuk menciptakan nilai. Ia selalu ingin bergaul dan mencari peluang dan terbuka terhadap kritik serta saran yang kemudian dijadikan peluang.

Bagi pedagang dan anggota kelompok tani, selain hal di atas kepemimpinan ini tertuang dalam kemampuan mereka untuk mengatur atau mengorganisir diri sendiri, keluarga, serta kegiatan usahanya secara bersamaan. Selain itu jiwa kepemimpinan ini, terlihat dimana para tetangga di lingkungan rumah bahkan rekan dalam anggota kelompok tani seringkali meminta saran maupun pendapat terhadap mereka . hal ini juga berkaitan dengan nilai kepercayaan yang ada di dalam masyarakat Desa Cikarawang.

(4) Kreatif dan inovatif

Nilai inovatif dan kreatif yang dimaksud di sini ialah tidak hanya mengekor pada orang lain, tetapi memiliki pendapat sendiri, ada ide yang orisinil, ada kemampuan untuk melaksanakan sesuatu. Orisinil tidak berarti baru sama sekali, tetapi produk tersebut mencerminkan hasil kombinasi baru atau penyatuan dari komponen–komponen yang sudah ada, sehingga akan melahirkan sesuatu yang baru.

Hanya sebagian kecil dari pedagang yang memiliki kreativitas dan daya inovasi, hal ini dikarenakan rata-rata produk yang dijual pun hampir sama dengan modal yang relatif kecil. Namun beberapa dari pedagang menyebutkan bahwa mereka berusaha untuk membuat atau menjual produk yang menarik dan berbeda


(52)

dari penjual-penjual lain di sekitar rumah. Hal ini sesuai dengan penuturan salah seorang responden:

“..selain jualan makanan ringan dan minuman, saya juga bikin sendiri es-es yang murah yang disukai anak-anak. Cuma modal rajin. Biasanya bikin pagi, siang udah habis. Sehari saya bikin dua kali lho...”

Memiliki kemampuan dan kreativitas mutlak diperlukan untuk kemajuan usaha. Seseorang yang memiliki kemampuan menciptakan sesuatu yang baru yang berbeda dari produk yang sudah ada saat ini, cenderung memiliki jaringan yang lebih luas. Misalnya, produk-produk seperti tepung ubi yang diolah di kelompok tani, singkong yang dijual dengan diolah terlebih dahulu sebagai bahan pangan, dan lain-lain. Seseorang yang memiliki daya inovasi dan kreativitas pun memiliki produk khas yang berbeda sehingga dikenali oleh banyak orang.

(5) Orientasi hasil

Pandangan yang jauh ke depan membuat wirausaha tidak cepat puas dengan karsa dan karya yang sudah ada saat ini. Oleh sebab itu ia selalu mempersiapkannya dengan mencari peluang. Untuk menghadapi pandangan jauh ke depan, seorang wirausaha akan menyusun perencanaan dan strategi yang matang, agar jelas langkah–langkah yang akan dilaksanakan.

Seseorang terutama pedagang dan anggota kelompok tani yang selalu mengutamakan tugas dan hasil adalah mereka yang selalu mengutamakan nilai-nilai motif prestasi, berorientasi pada laba, ketekunan dan kesabaran dan berinisiatif. Berinisiatif artinya selalu ingin mencari dan memulai sesuatu. Untuk memulai diperlukan adanya niat dan tekad yang kuat. Sekali sukses atau berprestasi maka sukses berikutnya akan menyusul, sehingga usahanya semakin maju dan berkembang.

(6) Kerja keras

Kerja keras berimplikasi pada kesungguhan dalam melaksanakan kegiatan usaha mereka. Bagi pedagang dan anggota kelompok tani, memperkenalkan produk (usaha) untuk memperluas jaringan merupakan bentuk kerja keras yang mereka lakukan. Tidak sedikit dari mereka yang harus menjajakan atau membawa produk usaha mereka dari rumah ke rumah (door to door), bahkan ada yang membawa dagangan mereka ke kampung atau desa lain, misalnya ke Desa


(1)

       

         


(2)

Lampiran 1. Kerangka Sampling Pedagang dan Anggota Kelompok Tani Anggota Kelompok Tani “SETIA” Desa Cikarawang

Anggota Kelompok Tani “HURIP” Desa Cikarawang

1 Zakaria 16 Abas 31 Sahri 2 Sakri 17 Adang 32 Aping 3 Ujang 18 Nurhadi 33 Mista

4 Sarip 19 Ijat 34 Sama

5 Kokom 20 H. Adi 35 Adih 6 Sahadi 21 Ibu Aroh 36 Sanang

7 Inis 22 Omad 37 Karna

8 Idris 23 Ibu Arni 38 Ideih

9 Ade 24 Aja 39 Uca

10 Mastam 25 Dadeng 40 Enjang 11 Rahi 26 Misnu 41 Arja

12 Amin 27 Mica 42 Juki

13 Suhandi 28 Saman 43 Jumat 14 Murnan 29 Darni 44 Amang 15 Agus 30 H. Hambali 45 Rahmat

1 Ahmad bastari

21 Nati 41 Amsar 61 Waty 2 Napi 22 Aan 42 Adon 62 Mija 3 Rachman 23 Mimin 43 Asan 63 Ade 4 Kuming 24 Iyam 44 Mat Hari 64 Encat 5 Effendi 25 Emin 45 Uci sanusi 65 Anita 6 Eeng 26 Nara 46 Manat 66 Leli 7 Amran 27 Amung 47 Jauhari 67 Encas 8 Dedy 28 Supriatna A 48 Margani 68 Boang 9 Asep 29 Encas 49 Dede 69 Rasim 10 Titin 30 Mad. Hari 50 Andi 70 Supriantuk S 11 Matsari 31 Norma yanti 51 Asep 71 Nari

12 Salip 32 Hj. Amas 52 Yanto 13 Uci sanusi 33 M. nor 53 Asbin mija 14 Arsin 34 Nyamsang 54 Samin 15 Musa 35 Pepen s 55 Jaya 16 Marda 36 Misnu 56 Sardi 17 Sanjong 37 Iding 57 Dapil 18 Minin 38 Atu 58 Embay 19 Neneng 39 Ata 59 Acah 20 Arsi 40 Kowi 60 Sakri


(3)

Anggota Kelompok Tani “Mekar” Desa Cikarawang

Anggota Kelompok Tani “Subur Jaya” Desa Cikarawang

Anggota Kelompok Wanita Tani “Melati” Desa Cikarawang 1 Norma 8 Ningtin 15 Ade Uning

2 Meri 9 Nara 16 Nani

3 Titin 10 Nati 17 Hj. Amas 4 Uus 11 Mihara 18 Atit 5 Armi 12 Mina 19 Yayah 6 Casmawati 13 Nurlela 20 Nanah 7 Anita 14 Arsi arsin

1 Darjat 16 Harin 31 Samin 2 Sodik 17 Karma

3 Tamin 18 Genur 4 Sapturi 19 Rahim 5 Atuy 20 Misda 6 Ari tono 21 Sakri 7 Usup 22 Darta 8 Jamhari 23 Amdjah 9 H. Rahip 24 Kuming 10 Sain 25 Marhadi 11 Rani 26 Inah 12 Nyangsang 27 Resna 13 Beyek 28 Warna 14 Koming 29 Suhandi 15 Sutirta 30 Sajil

1 Senan 16 Asep Sripudin 2 Urip 17 Jamhari 3 Andung 18 Ernad S 4 Dadang 19 Uus/suherman 5 Ernad E 20 Sarnan

6 Sahi 21 Encep/rosyid 7 Mamid 22 Ugan suganda 8 Wahyudin 23 Sodik

9 Jaya/saiding 24 Abas 10 Jabar 25 Ita idup 11 Sapturi 26 Amin darmo 12 Inun 27 Supandi 13 Madhari 28 Sahid/solihin 14 Sala 29 Maman 15 Ari


(4)

Pedagang di Kampung Carangpulang

1 Ninit 8 Isna 15 Nurcahaya 2 Manan 9 Wisnu 16 Laila 3 Mansyur 10 Soah 17 Juju

4 Jaya 11 Dian 18 Olis

5 Anih 12 Yani 19 Aswin

6 Wari 13 Ely 20 Ndah

7 Nita 14 Teti

Pedagang di Kampung Carangpulang Bubulak 1 Tata 8 Yani

2 Asep 9 Sani 3 Amat 10 Oboy 4 Onci 11 Isah 5 Sulaiman 12 Saat 6 Anah 13 Hilman 7 Heny 14 Asnah  

Pedagang di Kampung Cangkrang 1 Anjay 16 Sutandi 2 Sanah 17 Khadijah 3 Herni 18 Ece 4 Yati 19 Rokhiah 5 Rina 20 Odah 6 Yanti 21 Ramzi 7 Hasanah 22 Yanti/Anti 8 Onih 23 Uuh 9 Ikah 24 Udin 10 Saumun 25 Anda 11 Didi 26 Jaja 12 Diah 27 Misna 13 Yuli

14 Lukman 15 Ali  

       


(5)

Lampiran 2. Gambar-gambar Kegiatan Usaha Sektor Perdagangan dan Pertanian

 

   

       

   

       

 

Gambar 1. Jalan utama Desa Cikarawang

Gambar 2. Pedagang kue kering sedang membuat kue

Gambar 3. Petani yang sedang

mengupas ubi dan singkong

Gambar 4. Miniatur pesawat terbang yang diproduksi pengusaha sukses di Desa Cikarawang

Gambar 5. Pedagang makanan ringan Gambar 6. Anggota kelompok tani yang

sedang bekerja sama mengupas ubi


(6)

 

Gambar 7. Pembuatan dodol Gambar 8. Diskusi gapoktan, LSM,

pemerintah desa, dan perguruan tinggi (IPB) mengenai pupuk organik