Model Pekarangan sebagai Taman Keanekaragaman Hayati di Kawasan Industri Karawang International Industrial City

(1)

KARAWANG INTERNATIONAL INDUSTRIAL CITY

PRINSA PARUNA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Model Pekarangan sebagai Taman Keanekaragaman Hayati di Kawasan Industri Karawang International Industrial City adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2012

Prinsa Paruna NIM A44070003


(3)

Area of Karawang International Industrial City. Under direction of HADI SUSILO ARIFIN.

Biodiversity has an important functions to support lives of living things and ecosystem sustainability. Therefore, biodiversity should be preserved. However, today's biodiversity has decreased. One of the factors is increasing environmental pollution especially in industrial area. On the other hand, we can still use the other land to mitigate the problems by developing a green open space. Karawang International Industrial City (KIIC) as an industrial area needs green open space. One form of green open space is ”pekarangan”. ”Pekarangan” is a mixture of annual crops, perennial crops, and animals (including insects and wild animals) on the land surrounding a house. It is one of typical agro-ecosystem that has multifunctions. For this case, the function is to ex-situ biodiversity conservation. ”Pekarangan” has a complex horizontal structure, while a mixture of annual and perennials of different heights forms a vertical structure. ”Pekarangan” serve as an important habitat for wild flora and fauna in these areas with the multi-layered vegetation structure. This research has purpose to make a model of

”pekarangan” in industrial area especially for settlement around KIIC. This

research used survey method and descriptive analysis. This model will be implemented in Telaga Desa KIIC. Model of ”pekarangan” was defined in to four size of ”pekarangan”: small size (<120 m²), medium size (120-400 m²), large size (400-1000 m²),and very large size (>1000 m²). Every size have three zones: back yard, front yard, and side yard (left side and right side). ”Pekarangan” will apply form of agroforestry (agroforestry, agrosilvopastural, and agrosilvofishery). The different of them are depend on size of site, situasional analysis of site, and

elements of ”pekarangan”: plants and animals/fish. The size, type, and number of

”pekarangan” elements will be more complexalong extent of ”pekarangan”. Keywords : agroforestry, ex-situ conservation, plant stratification, structure of


(4)

di Kawasan Industri Karawang International Industrial City. Dibimbing oleh HADI SUSILO ARIFIN.

Kawasan industri adalah salah satu kawasan yang cukup rentan terhadap masalah lingkungan. Kawasan ini berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan akibat limbah yang dihasilkan oleh suatu pabrik. Pencemaran terhadap lingkungan tersebut dapat mengganggu keseimbangan ekosistem di alam, khususnya mengancam keanekaragaman hayati yang ada di sekitar kawasan. Dengan mempertimbangkan dampak negatif yang akan terjadi, maka harus ada usaha untuk menata dan memperbaiki lingkungan di dalam kawasan industri. Salah satunya melalui pembuatan ruang terbuka hijau (RTH) yang mampu mengkonservasi keanekaragaman hayati. Dari berbagai bentuk RTH, pekarangan dengan praktik agroforestri dapat menjadi pilihan RTH yang mampu mengkonservasi keanekaragaman hayati secara ex-situ. Pekarangan ini dapat diimplimentasikan pada area permukiman di kawasan industri.

Pekarangan adalah taman rumah tradisional yang bersifat pribadi dengan batas kepemilikan yang jelas. Pekarangan merupakan sistem yang terintegrasi erat antara manusia, tanaman, dan hewan. Keanekaragaman jenis dan fungsi tanaman yang tumbuh di dalam pekarangan serta dengan tinggi tanaman yang berbeda-beda membentuk tajuk yang berlapis-lapis dan menyerupai struktur hutan sehingga pemanfaatannya secara berkelanjutan dapat mempertahankan stabilitas lingkungan sekaligus memberikan kontribusi ekonomi dari hasil panen tanaman ataupun hewan yang dipelihara.

Penelitian ini dilakukan di kawasan Karawang International Industrial City

(KIIC), Karawang yang kemudian dikhususkan di area pinggir danau Telaga Desa. Telaga Desa, agroenviro education park, adalah salah satu kawasan hijau di KIIC yang didedikasikan untuk pusat penelitian, pelatihan/pendidikan, kepedulian di bidang pertanian, pelestarian lingkungan dan ekowisata serta pelatihan untuk program-program pengembangan ekonomi.

Tujuan penelitian ini adalah membuat model pekarangan berbasis praktik agroforestri sebagai bentuk Taman Keanekaragaman Hayati (Taman Kehati) yang berfungsi untuk mengkonservasi keanekaragaman hayati secara ex-situ di kawasan KIIC. Metode yang digunakan adalah metode survai dengan mengambil data-data yang merupakan unsur pembentuk pekarangan, yaitu luas dan batas tapak untuk pembuatan model pekarangan, jenis tanah, topografi, iklim, hidrologi, vegetasi dan satwa yang ada di sekitar lokasi penelitian, serta melakukan wawancara dengan pihak KIIC dan Telaga Desa terkait kondisi daerah sekitar kawasan industri. Kemudian dilakukan analisis secara deskriptif dengan mengacu pada tujuan dan konsep pekarangan yang akan dibuat. Model pekarangan ini dituangkan dalam bentuk gambar desain penanaman.

Model pekarangan yang dibuat berbasis pada praktik agroforestri. Bentuk agroforestri yang diadaptasi yaitu agroforestri (mengkombinasikan komponen kehutanan dan komponen pertanian), agsrosilvopastura (mengkombinasikan komponen kehutanan dengan pertanian dan peternakan), dan agrosilvofisheri (mengkombinasikan komponen kehutanan dengan pertanian dan perikanan).


(5)

1m, semak untuk ketinggian 1-2 m, perdu dan pohon kecil dengan ketinggian 2-5 m, pohon sedang yang memiliki tinggi antara 5-10 m, dan pohon tinggi untuk ketinggian pohon di atas 10 m. Sedangkan keragaman horizontal terbentuk karena keberagaman fungsi tanaman, yaitu tanaman hias, tanaman obat, tanaman sayuran, tanaman bumbu, tanaman obat, tanaman penghasil pati, tanaman industri, dan tanaman fungsi lain seperti penghasil pakan, kayu bakar, bahan kerajinan tangan dan peneduh. Selain itu, untuk mendukung fungsi konservasi ex-situ

keanekaragaman hayati, khususnya keanekaragaman hayati pertanian (termasuk peternakan dan perikanan), maka jenis tanaman, hewan, dan ikan yang digunakan di dalam model pekarangan adalah spesies asli atau lokal (indigenous species) khas Karawang atau Jawa Barat. Penggunaan spesies asli atau spesies lokal dapat mempermudah adaptasi tanaman dan mempermudah dalam pemeliharaan pekarangan.

Model pekarangan dibuat dalam empat ukuran, yaitu pekarangan sempit dengan luas kurang dari 120 m², pekarangan sedang dengan luas antara 120-400 m², pekarangan besar dengan luas antara 400-1000 m², dan pekarangan sangat besar dengan luas lebih dari 1000 m². Setiap model pekarangan memiliki pola ruang yang sama, yaitu pekarangan depan, pekarangan samping (kiri dan kanan), dan pekarangan belakang. Pemanfaatan setiap ruang dapat berbeda tergantung fungsi dan hasil analisis situasional tapak.

Model pekarangan sempit memiliki luasan 115,37 m². Lahan yang sempit membuat kegiatan di pekarangan, baik untuk bertanam atau aktivitas lain menjadi terbatas. Namun, pemanfaatan lahan pekarangan yang optimal masih dapat memberikan hasil pekarangan yang maksimal. Salah satunya dengan memanfaatkan ruang secara vertikal, misal dengan menggunakan tanaman merambat. Pohon di atas 10 m pun masih dapat di tanam tetapi dengan memilih tajuk tanaman yang tidak lebar. Untuk halaman depan dapat digunakan tanaman hias dengan tinggi sekitar 0,5 – 1 m sehingga pekarangan tidak terkesan tertutup. Pada model pekarangan sempit juga disediakan bedeng yang dapat digunakan untuk menanam beragam tanaman sayur, obat, atau bumbu. Pola penanaman tumpangsari dapat menjadi salah satu pilihan cara bertanam di model pekarangan sempit sehingga keanekaragaman jenis tanaman tetap dapat terwujud.

Berbeda dengan model pekarangan sempit, pekarangan sedang memiliki bentukan tapak yang memanjang mengikuti bentukan danau sehingga pekarangan samping lebih banyak dimanfaatkan dibandingkan pekarangan depan dan belakang. Dengan luasan 268,08 m², tipe ini tidak hanya dapat menanam tegakan pohon, perdu, atau semak tetapi juga dapat memelihara hewan ternak seperti ayam, kelinci, atau itik.

Seperti tapak untuk model pekarangan sedang, model pekarangan besar dan sangat besar juga memiliki bentukan tapak yang hampir sama yaitu memanjang horizontal mengikuti bentukan tapak. Namun, tapak model pekarangan besar dan sangat besar memiliki topografi yang landai sehingga aktivitas di dalam pekarangan pun dapat lebih banyak dilakukan. Bentuk tapak yang landai membuat pekarangan dapat dimanfaatkan lebih maksimal. Tanaman yang ditanam dan hewan yang dipelihara pun dapat lebih banyak, baik jenis


(6)

Di sekitar kolam atau kandang dapat ditanam tanaman yang dapat menjadi pakan ternak seperti rumput dan daun-daunan. Pada kedua model pekarangan ini sudah dapat dibuat fasilitas tambahan yang dapat mendukung fungsi pekarangan.

Kata kunci: agroforestri, konservasi ex-situ, stratifikasi tanaman, struktur pekarangan


(7)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(8)

KARAWANG INTERNATIONAL INDUSTRIAL CITY

PRINSA PARUNA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(9)

Nama : Prinsa Paruna

NIM : A44070003

Departemen : Arsitektur Lanskap

Disetujui, Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, MS. NIP. 19591106 198501 1 001

Diketahui,

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP. 19480912 197412 2 001


(10)

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa untuk kasih dan penyertaan-Nya sehingga skripsi yang berjudul Model Pekarangan sebagai Taman Keanekaragaman Hayati di Kawasan Industri Karawang International Industrial City dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program sarjana pada Program Studi Arsitektur Lanskap Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih disampaikan kepada Prof. Dr. Ir. H. Hadi Susilo Arifin, MS. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan memberikan arahan sejak persiapan penelitian hingga penelitian di lapang dan penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak Kawasan Industri Karawang International Industrial City (KIIC) yang telah mengizinkan untuk melakukan penelitian di Telaga Desa KIIC sekaligus membantu kegiatan Penulis selama di lapang. Ungkapan terima kasih juga Penulis persembahkan kepada keluarga tercinta dan teman-teman tercinta yang selalu mendukung Penulis serta pihak lain yang turut membantu baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pada akhirnya, Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi pembaca dan dapat menjadi referensi bagi penelitian di masa yang akan datang, khususnya tentang pekarangan. Terima kasih. Tuhan memberkati.

Bogor, Mei 2012


(11)

Penulis dilahirkan di Mangkatip, Kalimantan Tengah pada tanggal 4 April 1990 dari pasangan Meilius P. Taruna dan Dewi Yana Taruna. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kuala Kapuas SMA pada 2007. Pada tahun yang sama Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian.

Selama menjalankan studi di IPB, Penulis mengikuti kegiatan-kegiatan di luar akademik, seperti menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP) dan anggota Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB. Penulis juga berkesempatan menjadi asisten mata kuliah Desain Lanskap dan Analisis Tapak. Penulis juga pernah mengikuti Pekan Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian t(PKM-P) hingga tingkat IPB dan mendapat dana untuk menunjang kegiatan penelitian ini. Selain itu, Penulis juga aktif mengikuti kepanitiaan, seminar, dan kegiatan kampus lainnya baik yang bersifat akademis maupun non-akademis, salah satunya mengikuti The 47th IFLA World Congress Student Charette di Suzhou, Cina pada 2010.


(12)

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 2

1.3. Manfaat Penelitian ... 2

1.4. Kerangka Pikir Penelitian... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Industri dan Kawasan Industri... 4

2.2 Pekarangan ... 5

2.2.1 Pengertian dan Fungsi Pekarangan ... 5

2.2.2 Struktur Tanaman dan Pola Pekarangan ... 7

2.3 Agroforestri dalam Pekarangan ... 8

2.4 Konservasi Keanekaragaman Hayati dalam Pekarangan ... 9

2.5 Model Pekarangan ... 11

III. BAHAN DAN METODE ... 12

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 12

3.2. Bahan dan Alat ... 13

3.3. Metode Penelitian ... 13

3.4. Batasan Studi ... 16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

4.1 Karawang International Industial City dan Telaga Desa ... 17

4.1.1 Karawang International Industrial City ... 17


(13)

4.2.2 Topografi dan Tanah ... 26

4.2.3 Iklim ... 29

4.2.4 Hidrologi ... 30

4.2.5 Vegetasi dan Satwa ... 30

4.3 Konsep Pekarangan ... 31

4.3.1 Ukuran dan Pola Ruang Pekarangan ... 32

4.3.2 Tanaman dalam Pekarangan ... 33

4.3.3 Ternak dalam Pekarangan ... 34

4.4. Rekomendasi Model Pekarangan ... 38

4.4.1 Model Pekarangan Sempit ... 38

4.4.2 Model Pekarangan Sedang ... 46

4.4.3 Model Pekarangan Besar ... 52

4.4.4 Model Pekarangan Sangat Besar ... 58

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 64

5.1 Simpulan ... 64

5.2 Saran ... 64


(14)

1 Bahan dan Alat Penelitian ... 13

2 Jenis, Unit, Sumber, dan Kegunaan Data untuk Penelitian ... 14

3 Tingkat Kebisingan, Debu, dan Gas di sekitar Telaga Desa KIIC ... 25

4 Daftar Tanaman dan Satwa di Karawang ... 31

5 Rekomendasi Tanaman dan Hewan untuk Model Pekarangan di Telaga Desa KIIC ... 34

6 Daftar Tanaman pada Model Pekarangan Sempit ... 42

7 Daftar Tanaman pada Model Pekarangan Sedang ... 48

8 Daftar Tanaman pada Model Pekarangan Besar ... 53


(15)

xv

1 Kerangka Pikir Penelitian ... 3

2 Praktik Agroforestri dalam Pekarangan ... 9

3 Peta Lokasi Penelitian ... 12

4 Peta Kawasan Industri KIIC ... 18

5 Fasilitas di Kawasan Industri KIIC ... 19

6 Peta Rencana Telaga Desa Kawasan Industri KIIC ... 21

7 Fasilitas di Telaga Desa ... 22

8 Peta Eksisting Area Pinggir Danau Telaga Desa ... 23

9 Rekaya Lanskap Telaga Desa ... 26

10 Peta Kontur Area Pinggir Danau Telaga Desa ... 28

11 Beragam Tanaman di Telaga Desa: (a) Kelompok Tanaman Buah (b) Kelompok Tanaman Hias (c) Cabai Rawit (d) Kangkung (e) Kacang Panjang (f) Kelompok Tanaman Industri ... 31

12 Pola Orientasi Rumah dan Pekarangan ... 32

13 Peta Kontur Model Pekarangan Sempit ... 39

14 Pola Penanaman pada Petakan 3 m x 3 m ... 41

15 Model Pekarangan Sempit ... 43

16 Desain Penanaman Model Pekarangan Sempit ... 44

17 Tampak Depan A’-A Model Pekarangan Sempit ... 45

18 Peta Kontur Model Pekarangan Sedang ... 46

19 Model Pekarangan Sedang ... 49

20 Desain Penanaman Model Pekarangan Sedang ... 50

21 Tampak Depan A’-A Model Pekarangan Sedang ... 51

22 Peta Kontur untuk Model Pekarangan Besar ... 52

23 Model Pekarangan Besar ... 55

24 Desain Penanaman Model Pekarangan Besar ... 56


(16)

xvi

28 Desain Penanaman Model Pekarangan Sangat Besar ... 62 29 Tampak Depan A’-A Model Pekarangan Sangat Besar ... 63


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri menjadi salah satu pilar penting dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Industrialisasi mencerminkan kemajuan ilmu dan teknologi yang ditujukan untuk memenuhi tuntutan keperluan hidup manusia yang semakin meningkat. Namun pembangunan dan perkembangan industri yang tidak terencana dan terkelola dengan baik dapat membawa dampak negatif terhadap lingkungan (Dirdjojuwono 2004, disitasi oleh Nugroho 2009).

Kawasan industri adalah kawasan yang di dalamnya terdapat industri-industri yang dapat menghasilkan sejumlah limbah hasil dari proses produksi. Limbah pabrik ini dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem di alam, termasuk mengancam keberadaan keanekaragaman hayati di sekitar kawasan industri. Keanekaragaman hayati memiliki peranan penting dalam mempertahankan keberlanjutan ekosistem dan menunjang kehidupan makhluk hidup, termasuk manusia. Oleh karena itu, keberadaannya perlu dijaga (Supriatna 2008).

Dengan mempertimbangkan dampak negatif yang akan terjadi, maka harus ada usaha untuk menata dan memperbaiki lingkungan di dalam kawasan industri, khususnya untuk menjaga keanekaragaman hayati. Salah satunya melalui pembuatan ruang terbuka hijau (RTH). Kawasan Industri Karawang International Industry City (KIIC) adalah salah satu kawasan industri terbesar di Karawang. Sebagai kawasan industri yang rentan terhadap masalah lingkungan, kawasan ini membutuhkan sejumlah RTH yang memadai. Dari berbagai bentuk RTH, pekarangan dengan praktik agroforestri dapat menjadi pilihan RTH yang mampu mengkonservasi kenaekaragaman hayati secara ex-situ. Oleh karena itu, model pekarangan dalam berbagai ukuran luas perlu dibuat untuk dapat mengakomodasi kebutuhan yang ada.


(18)

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah membuat model pekarangan sebagai bentuk Taman Keanekaragaman Hayati (Taman Kehati) yang berfungsi untuk mengkonservasi keanekaragaman hayati, khususnya pertanian secara ex-situ di sekitar Kawasan Industri KIIC. Model pekarangan dibuat dalam empat ukuran, yaitu pekarangan sempit, pekarangan sedang, pekarangan besar, dan pekarangan sangat besar.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi alternatif RTH bagi Kawasan Industri KIIC pada khususnya dan pekarangan di Karawang pada umumnya.

1.4 Kerangka Pikir Penelitian

Karawang International Industrial City (KIIC) sebagai kawasan industri rentan terhadap pencemaran lingkungan akibat limbah yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik yang ada di dalam kawasan tersebut. Pencemaran ini mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan dan dapat mengancam keanekaragaman hayati di sekitar kawasan. Oleh karena itu, KIIC memerlukan sejumlah RTH yang memadai. Pekarangan merupakan salah satu bentuk RTH yang mampu mengkonservasi keanekaragaman hayati, khususnya pertanian secara

ex-situ. Pekarangan ini dapat diimplimentasikan pada area permukiman yang telah tersedia di Kawasan Industri KIIC. Model pekarangan yang direncanakan berbasis pada praktik agroforestri. Bentuk agroforestri yang diadaptasi yaitu agroforestri, agsrosilvopastura, dan agrosilvofisheri. Dengan bentuk ini, struktur tanaman di dalam pekarangan dapat mengkonservasi keanekaragaman hayati melalui keanekaragaman jenis, fungsi, dan tinggi tanaman yang tumbuh di dalam pekarangan termasuk dengan keberadaan hewan ternak dan atau ikan di dalam pekarangan. Bentuk RTH ini dituangkan dalam model pekarangan untuk empat ukuran, yakni pekarangan sempit, pekarangan sedang, pekarangan besar, dan pekarangan sangat besar. Model pekarangan diterjemahkan dalam bentuk gambar desain penanaman (Gambar 1).


(19)

Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian

Ancaman Limbah Pabrik Pencemaran Lingkungan Kawasan Industri KIIC

Perubahan Tata Guna Lahan Pertanian Industri

Pengembangan RTH Kawasan Industri Pekarangan berbasis Praktik Agroforestri

bagi Permukiman di Kawasan Industri Penurunan Kualitas Lingkungan antara lain Penurunan Keanekaragaman Hayati

Stratifikasi Tanaman Ukuran

Pekarangan

Bentuk Agroforestri

Model Pekarangan : Gambar Desain Penanaman


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri dan Kawasan Industri

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Pembangunan industri merupakan salah satu pilar pembangunan perekonomian nasional yang diarahkan dengan menerapkan prinsip-prinsip pembangunan industri berkelanjutan yang didasarkan pada aspek pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup. Peran industri dalam suatu negara menjadi penting untuk memperluas landasan pembangunan dan memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus meningkat.

Untuk mendorong pembangunan industri maka diperlukan suatu lokasi industri tertentu berupa kawasan industri. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 dinyatakan bahwa kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri. Pembangunan kawasan industri bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan industri di daerah, memberikan kemudahan bagi kegiatan industri, mendorong kegiatan industri untuk berlokasi di kawasan industri, dan meningkatkan upaya pembangunan industri yang berwawasan lingkungan.

Suatu kawasan industri harus terpisah dari pusat bisnis dan area pemukiman di kota. Lokasi kawasan industri sebaiknya mempunyai pelayanan transportasi yang baik, tetapi jangan terisolasi dari kota karena dapat mempersulit akses para pekerja. Lokasi kawasan industri juga merupakan daerah yang mempunyai arah angin yang dapat mencegah asap, debu, gas, dan bunyi ke dalam kota. Tapak sebaiknya mempunyai area yang cukup luas karena kemungkinan adanya pertumbuhan dan perluasan dari kawasan industri yang bersangkutan (Tandy 1975, disitasi Nugroho 2009).


(21)

Industrialisasi mencerminkan kemajuan ilmu dan teknologi yang ditujukan untuk memenuhi tuntutan keperluan hidup manusia yang semakin meningkat. Industri adalah kegiatan mengekstraksi material dari basis sumber daya alam dan memasukkan baik produk maupun limbah ke lingkungan hidup manusia. Dengan kata lain, industri mengakibatkan berbagai perubahan dalam pemanfaatan energi dan sumber daya alam (Kristanto 2004). Perubahan lanskap alami menjadi suatu lanskap baru karena digunakan oleh manusia untuk industri akan menyebabkan perubahan sistem ekologi yang dapat menimbulkan berbagai dampak baik positif maupun negatif. Permasalahan yang timbul karena penggunaan lahan untuk industri antara lain pemandangan kurang menyenangkan, bentang perkerasan yang mengurangi proporsi ruang terbuka, perkembangan tata ruang yang tidak terarah pada kawasan sekitar industri, serta pencemaran udara, air, dan tanah. Suatu industri akan menghasilkan polutan spesifik tergantung pada input dan proses yang akan digunakan (Tandy 1975, disitasi Nugroho 2009).

Menurut Dirdjojuwono (2004) disitasi oleh Nugroho (2009), mengingat pengembangan kawasan industri mempergunakan areal yang cukup luas dan merupakan kegiatan yang bersifat mengubah fungsi lahan, maka bagi suatu kawasan industri, fasilitas RTH harus dipenuhi oleh pengembang kawasan industri. RTH mempunyai peranan penting di dalam suatu kawasan industri yang banyak menghasilkan limbah dan polusi sehingga membutuhkan kehadiran suatu lingkungan hijau yang berfungsi sebagai penyaring polusi selain sebagai daya tarik kawasan industri.

2.2 Pekarangan

2.2.1 Pengertian dan Fungsi Pekarangan

Keberadaan pekarangan telah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia, khususnya di Jawa Tengah sejak abad XII dan menyebar ke Jawa Barat pada pertengahan abad XVIII. Pekarangan merupakan tipe taman rumah tradisional Indonesia berupa pemanfaatan lahan di sekitar rumah dengan status dan batas kepemilikan yang jelas. Di pedesaan, pekarangan dicirikan dengan keragaman dan stabilitas yang tinggi, agroekosistem yang baik dengan struktur yang menyerupai hutan hujan tropis (Arifin 1998).


(22)

Pekarangan merupakan suatu ekosistem spesifik berupa ekosistem buatan yang ditumbuhi oleh berbagai jenis tanaman yang membentuk suatu komunitas yang didominasi oleh tanaman budidaya yang telah beradaptasi dengan kondisi lingkungan pekarangan tersebut. Sebagai salah satu penerapan sistem agroforestri yang kompleks, pekarangan merupakan integrasi manusia, ternak, dan tumbuhan dalam satu sistem daur ulang. Pemanfaatan pekarangan secara berkelanjutan dapat mempertahankan stabilitas lingkungan dan memberikan kontribusi ekonomi hanya dengan sedikit input. Oleh karena itu, suatu pekarangan sebaiknya mampu memanfaatkan dan memberdayakan sumber daya alam lokal (Octavia, Arifin, Munandar, Takeuci 2000).

Pekarangan memiliki fungsi yang beragam. Pekarangan dapat berfungsi sebagai sumber pangan, sandang, dan papan, sumber plasma nutfah dan keragaman hayati, serta sumber tambahan pendapatan keluarga. Selain itu, pekarangan dapat menjadi habitat berbagai jenis satwa, pengendali iklim (untuk kenyamanan), penyejuk pemandangan, penyerap kebisingan, debu, atau gas beracun, dan daerah resapan air. Fungsi ekologis pekarangan lainnya adalah mengkonservasi tanah dan air melalui keberadaan tanaman di dalamnya (Arifin, Munandar, Arifin-Nurhayati, Kaswanto2009).

Soemarwoto (1991) menambahkan pekarangan mempunyai fungsi ganda yang merupakan integrasi antara fungsi hutan dengan fungsi pemenuhan kebutuhan sosial-budaya-ekonomi manusia. Fungsi pertama yaitu memenuhi kebutuhan jasmani, misalnya pekarangan dimanfaatkan sebagai sumber bahan pangan, gizi, dan penambahan pendapatan. Sedangkan fungsi kedua adalah memenuhi kebutuhan rohani, misalnya pekarangan dapat memberikan suasana keindahan, kenyamanan, dan ketentraman. Pekarangan dengan keanekaragaman di dalamnya juga mempunyai potensi yang besar untuk menaikkan daya dukung lingkungan.

Fungsi ganda pekarangan ini secara tidak langsung merupakan fungsi hidro-orologi, pencagaran sumberdaya gen, efek miklim mikro, sosial, produksi, dan estetis. Fungsi hidro-orologi pekarangan dapat terlihat dari sedikitnya erosi yang terdapat di pekarangan karena pekarangan biasanya dibuat pada tapak yang datar, tajuk tanaman yang berlapis, dan sistem daur ulang di dalamnya. Fungsi


(23)

pencagaran sumberdaya gen dapat terwujud karena keragaman tanaman termasuk unggas, ternak, dan ikan yang sering dipelihara di pekarangan. Pekarangan juga memberikan efek iklim mikro bagi lingkungan sekitar, seperti penurunan suhu. Fungsi sosial pekarangan terutama terlihat di pedesaan karena umumnya pekarangan tidak berpagar sehingga orang atau tetangga dapat dengan bebas masuk ke dalam pekarangan. Pekarangan dapat mempunyai prodiktivitas yang tinggi sehingga pekarangan juga bermanfaat untuk keperluan sendiri maupun untuk produksi komersial. Fungsi estetis pekarangan akan nampak dari penataan pekarangan dan keindahan tanaman itu sendiri (Seormarwoto 1991).

2.2.2 Struktur Tanaman dan Pola Pekarangan

Struktur tanaman dalam pekarangan dapat menciptakan keragaman tanaman, baik secara vertikal maupun horisontal. Menurut Arifin (1998), keragaman vertikal tercipta secara fisik melalui ketinggian tanaman, yaitu rumput/herba untuk ketinggian kurang dari 1 m (strata I), semak untuk ketinggian 1-2 m (strata II), perdu dan pohon kecil dengan ketinggian 2-5 m (strata III), pohon sedang yang memiliki tinggi antara 5-10 m (strata IV), dan pohon tinggi untuk ketinggian pohon di atas 10 m (strata V). Sedangkan struktur horizontal dalam pekarangan sebagai agroforetri diklasifikasikan dalam delapan kategori tanaman sesuai dengan fungsinya, yaitu tanaman hias, tanaman obat, tanaman sayuran, tanaman bumbu, tanaman obat, tanaman penghasil pati, tanaman industri, dan tanaman lain seperti penghasil pakan, kayu bakar, bahan kerajinan tangan, dan peneduh.

Pekarangan memiliki pola penataan ruang tertentu. Suatu tapak pekarangan terdiri dari ruang terbangun (rumah) dan ruang terbuka (pekarangan) dimana rumah dan pekarangan memiliki hubungan dalam fungsi ruang, fungsi manfaat, dan fungsi estetika. Ruang terbuka pekarangan terdiri dari tiga zona, yaitu pekarangan depan, pekarangan samping (kiri dan kanan), dan pekarangan belakang. Pembagian ruang ini akan selalu dikaitkan dengan fungsinya (Arifin 1998).

Pekarangan depan umumnya ditanami dengan tanaman hias dan atau dibiarkan bersih tanpa tanaman. Dalam masyarakat Jawa Barat bagian ini biasa


(24)

disebut buruan. Pekarangan depan biasanya digunakan sebagai tempat bermain anak, tempat menjemur hasil pertanian, tempat mengemas sayuran, tempat membuat kerajinan rumah tangga, dan tempat bersosialisasi. Pekarangan samping (pipir) lebih sering digunakan sebagai tempat menjemur pakaian atau tempat menanam pohon penghasil kayu bakar serta dan untuk bedeng tanaman pangan atau tanaman obat. Pekarangan belakang (kebon) biasanya terdapat bedeng tanaman sayur, tanaman bumbu, tanaman buah, dan tanaman industri yang dapat membentuk pola multistrata seperti miniatur hutan hujan tropis (Arifin 1998).

2.3 Agroforestri dalam Pekarangan

Agroforestri tersusun dari dua kata, yaitu agro (pertanian) dan forestry

(kehutanan) yang berarti menggabungkan ilmu kehutanan dan pertanian. Agroforestri menggambarkan penggunaan lahan dimana tegakan pohon berumur panjang (termasuk semak, palem, bambu, kayu) dan tanaman pangan dan atau pakan ternak berumur pendek diusahakan pada petak lahan yang sama dalam suatu pengaturan ruang dan waktu. Definisi lain menjelaskan, agroforestri sebagai bentuk sistem kegiatan atau praktik dalam mengelola sumber daya biologi dengan memanen energi matahari untuk menghasilkan suatu produk pertanian dalam arti luas dan produk yang dihasilkan dari tegakan pohon. Sistem agroforestri bertujuan menciptakan keselarasan antara intensifikasi pertanian dan pelestarian hutan melalui interaksi ekologi dan ekonomi antar unsur-unsurnya (Arifin, Wulandari, Pramukanto, Kaswanto 2009).

Pekarangan dengan strata vertikal dan horizontal merupakan suatu praktik dari agroforestri kompleks (Gambar 2). Sistem agroforestri kompleks dengan sistem yang terdiri dari sejumlah besar unsur pepohonan, perdu, herba, tanaman semusim, dan rumput. Penampilan fisik dan dinamika di dalamnya menyerupai ekosistem hutan alam primer maupun sekunder. Keunggulan sistem ini adalah kemampuan perlindungan dan pemanfaatan sumber daya air dan tanah, serta mempertahankan keragaaman biologi (Arifin et al. 2009).


(25)

Sumber: Arafat (2010)

Gambar 2 Praktik Agroforestri dalam Pekarangan

Agroforestri dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai aspek sesuai dengan perspektif dan kepentingannya. Pengklasifikasian agroforestri yang paling umum, tetapi juga sekaligus yang paling mendasar adalah ditinjau dari komponen yang menyusunnya. Berdasarkan komponen penyusunnya, agroforestri dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. agrisilvikultur, yaitu sistem agroforestri yang mengkombinasikan komponen kehutanan (tanaman berkayu) dengan komponen pertanian (tanaman non-kayu);

b. silvopastura, yaitu sistem agroforestri yang meliputi komponen kehutanan (tanaman berkayu) dengan komponen peternakan (binatang ternak);

c. agrosilvopastura, yaitu sistem agroforestri yang mengkombinasikan komponen berkayu (kehutanan) dengan pertanian (semusim) dan sekaligus peternakan pada unit manajemen lahan yang sama. Pengkombinasian dalam agrosilvopastura dilakukan secara terencana untuk mengoptimalkan fungsi produksi dan jasa (khususnya komponen berkayu atau kehutanan) kepada manusia atau masyarakat (to serve people) (Sardjono, Djogo, Arifin, Wijayanto 2003).

2.4 Konservasi Keanekaragaman Hayati dalam Pekarangan

Keanekaragaman hayati atau biodiversity merupakan pernyataan terdapatnya berbagai macam variasi bentuk, penampilan, jumlah dan sifat yang terlihat pada berbagai tingkatan persekutuan makhluk, yaitu tingkatan ekosistem, tingkatan jenis, dan tingkatan genetika. Ragam hayati meliputi seluruh spesies tumbuhan, binatang, mikroorganisme, dan gen-gen yang terkandung dalam seluruh ekosistem di muka bumi. Pada dasarnya keragaman ekosistem di alam


(26)

terbagi dalam beberapa tipe, yaitu ekosistem padang rumput, ekosistem hutan, ekosistem lahan basah dan ekosistem laut (Indrawan, Primack, Supriatna 2007)

Keanekaragaman hayati merupakan sumber kehidupan, penghidupan dan kelangsungan hidup bagi umat manusia karena potensial sebagai sumber pangan, papan, sandang, obat-obatan serta kebutuhan hidup yang lain. Keanekaragaman hayati bagi manusia adalah pendukung kehidupan yang memberi manusia memperoleh ruang hidup yang di dalamnya terdapat flora, fauna, dan sebagainya untuk dikelola secara bijaksana oleh manusia, dimana sebenarnya manusia sendiri adalah salah satu komponen keanekaragaman hayati (Indrawan et al. 2007). Namun, tingginya populasi manusia, kemiskinan, dan konsumsi sumber daya yang tidak seimbang telah menyebabkan krisis keanekaragaman hayati. Krisis ini juga disebabkan oleh aktivitas pemanfaatan yang tidak melihat akibat jangka panjangnya. Oleh karena itu, konservasi keanekaragaman hayati diperlukan karena pemanfaatan sumber daya hayati untuk berbagai keperluan secara tidak seimbang akan menyebabkan makin langkanya beberapa jenis flora dan fauna karena kehilangan habitatnya, kerusakan ekosisitem, dan menipisnya plasma nutfah (Supriatna 2008).

Ada dua metode utama untuk mengoservasi biodiversitas, yaitu konservasi

in-situ (dalam habitat alaminya) dan konservasi ex-situ (di luar habitat alaminya). Pekarangan dengan basis agroforestri dapat menjadi salah satu metode konservasi secara ex-situ, khususnya untuk pertanian. Konservasi ex-situ merupakan proses melindungi spesies tumbuhan dan hewan (langka) dengan mengambilnya dari habitat yang tidak aman atau terancam dan menempatkannya atau bagiannya di bawah perlindungan manusia (Indrawan et al. 2007).Pekarangan dengan elemen di dalamnya (tanaman, ternak, dan atau ikan) dapat meningkatkan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan dan dapat memberikan kontribusi kepada ketahanan pangan serta pemenuhan nutrisi bagi manusia (Arifin 2012).


(27)

2.5 Model Pekarangan

Model adalah pola (contoh, acuan, ragam) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan. Definisi lain menurut Roo (1993) dan Bellmann (2000) disitasi oleh Saroinsong (2002), model merupakan representasi yang lebih sederhana dari suatu sistem yang kompleks mencakup keadaan, obyek atau benda, dan kejadian. Model merupakan suatu konstruksi dari suatu konsep yang digunakan sebagai pendekatan untuk memahami suatu realitas. Berdasarkan metode pendekatannya, model dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu model fisik, model analog, dan model matematik (Saroinsong 2002).

Model dalam penelitian ini termasuk dalam model fisik, yaitu model yang menirukan sistem aslinya. Model pekarangan dibuat dalam empat ukuran, yaitu pekarangan sempit, pekarangan sedang, pekarangan besar, dan pekarangan sangat besar. Keempat model pekarangan ini diterjemahkan secara dua dimensi dalam bentuk gambar denah dengan skala tertentu.


(28)

BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian di lapang berlangsung dari April 2011 sampai Juni 2011. Kegiatan penelitian ini berlokasi di Kawasan Industri Karawang International Industrial City (KIIC), Kecamatan Teluk Jambe Timur, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Pembuatan model pekarangan kemudian dikhususkan bagi area pinggir danau Telaga Desa, KIIC (Gambar 3).

Sumber : www.google.com Peta Karawang

Tanpa Skala

Sumber : KIIC Peta KIIC

Tanpa Skala

Keterangan:

Batas Telaga Desa

Area Pinggir Danau Tanpa Skala

Sumber : KIIC Peta Rencana Telaga Desa


(29)

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah lembar survai dan Peta Kawasan Industri KIIC serta Peta Rencana Telaga Desa yang diperoleh dari pihak Kawasan Industri KIIC. Sedangkan alat yang digunakan selama pengumpulan data di lapang berupa GPS Garmin 7.2, meteran, dan kamera digital serta alat tulis (Tabel 1).

Tabel 1 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan Kegunaan

Lembar survai

Peta Kawasan KIIC dan Telaga Desa

Untuk menginventarisasi dan mencatat hasil survai di lapang Untuk menentukan lokasi, batas, dan luasan tapak

Alat Kegunaan

Kamera digital Untuk mengambil data visual tentang kondisi wilayah setempat

GPS Untuk membuat peta dasar Meteran Untuk mengukur objek tertentu

3.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode survai dengan tahapan sebagai berikut.

a. Persiapan

Pada tahap persiapan, kegiatan yang dilakukan mencakup penyusunan usulan penelitian, pengurusan izin penelitian di Kawasan Industri KIIC, serta persiapan bahan dan alat untuk survai. Tahap ini juga termasuk kegiatan untuk menentukan lokasi pembuatan model pekarangan. Berdasarkan konsep model pekarangan yang dibuat dan Peta Kawasan Industri KIIC, hasil diskusi mahasiswa bersama pihak manajemen Telega Desa memilih area pinggir danau di Telaga Desa sebagai tapak untuk penelitian karena luasan tapak ini dapat mengakomodasi luasan untuk empat model pekarangan.

b. Inventarisasi

Inventarisasi merupakan tahap pengumpulan data yang merupakan unsur penting pembentuk suatu pekarangan. Data yang diperlukan yakni data biofisik dan data sosial (Tabel 2). Menurut Nugroho (2000), faktor fisik dan lingkungan seperti jenis tanah, topografi, dan iklim merupakan faktor signifikan dalam membentuk struktur pekarangan. Data-data ini diperoleh dari pengamatan langsung di lapang, dokumentasi, dan wawancara. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan terhadap pihak Kawasan Industri KIIC, khususnya


(30)

pengelola Telaga Desa dan masyarakat sekitar Kawasan Industri KIIC terkait kondisi wilayah dan kondisi sosial setempat.

Data fisik seperti luasan dan batas tapak diperoleh melalui pengukuran dan pengamatan di lapang. Jenis tanah diperoleh berdasarkan hasil dari Balai Penelitian Tanah Bogor. Peta dasar dan ketinggian lokasi merupakan hasil olahan dari GPS, Land Development dan Auto CAD, sedangkan Peta Rencana Telaga Desa dan Peta Kawasan KIIC diperoleh langsung dari pihak Kawasan Industri KIIC. Untuk data biologi berupa jenis vegetasi dan satwa diperoleh melalui pengamatan langsung di lapang. Data kondisi lingkungan berupa suhu, curah hujan, kelembaban udara, dan kecepatan angin diperoleh dari pihak Kawasan Industri KIIC. Data sosial didapatkan dengan wawancara dan diskusi kepada masyarakat sekitar dan manajemen Telaga Desa dan Kawasan Industri KIIC. Data ini juga diperoleh dengan melihat Karawang dalam Angka tahun 2010.

Tabel 2 Jenis, Unit, Sumber, dan Kegunaan Data untuk Penelitian

Jenis Data Indikator

Pengamatan Unit

Sumber

Data Kegunaan Data

Aspek Biofisik

Kondisi Umum

Letak dan batas tapak

Survai

Mengetahui letak, batas, dan luasan tapak

Luas tapak m2 Kondisi

Biofisik

Vegetasi dan Satwa

spesies Survai dan KIIC

Mengidentifikasi vegetasi dan satwa yang ada pada tapak dan menyeseuaikan dengan konsep pekarangan yang direncanakan

Tanah -

Survai dan KIIC

Menentukan kesesuaian dan kemampuan lahan sebagai pertimbangan dalam menentukan jenis tanaman yang dapat tumbuh di tapak sehingga sesuai dengan konsep pekarangan

Topografi - Hidrologi - Curah hujan mm/bln

KIIC Kelembaban

Udara

% Suhu Udara ºC Intensitas Penyinaran % Aspek Sosial Keadaan masyarakat sekitar KIIC

Pekarangan - Survai dan Wawancara

Mengetahui gambaran pekarangan masyarakat sekitar KIIC untuk memberikan gambaran pekarangan yang sesuai untuk masyarakat di sekitar KIIC


(31)

c. Analisis-sintesis

Analisis merupakan tahap pengolahan data yang telah terkumpul dalam inventarisasi. Pada tahap ini, dikemukakan potensi dan kendala yang ada pada tapak dalam hubungannya dengan tujuan penelitian, yaitu membuat model pekarangan di Kawasan Industri KIIC. Analisis dalam penelitian dilakukan secara deskriptif terhadap data-data yang telah didapat selama survai.

d. Konsep-Model

Tahapan ini merupakan tahapan pengumpulan ide terhadap suatu objek, pemikiran umum, penemuan atau ciptaan. Dalam penelitian ini, konsep telah ditentukan yaitu pekarangan sebagai Taman Kehati berbasis praktik agroforestri. Model pekarangan dibuat dalam empat ukuran pekarangan yang mewakili setiap ukuran pekarangan, yaitu pekarangan sempit dengan luas <120 m2, pekarangan sedang dengan luas 120 m2 - 400 m2, pekarangan besar dengan luas 400 m2 - 1000 m2, dan pekarangan sangat besar dengan luas >1000 m2 (Arifin 1998). Setiap ukuran memiliki ruang untuk pekarangan depan, pekarangan belakang, dan pekarangan samping yang di dalamnya dikembangkan bentuk agroforestri, baik agroforestri, agrosilvopastura, atau agrosilvofisheri. Struktur agroforestri ini terbentuk dengan memilih tanaman yang dapat membentuk keragaman vertikal (berdasarkan tinggi tanaman) dan keragaman horizontal (berdasarkan fungsi tanaman) serta menenuhi kebutuhan ternak dan atau ikan. Semua indikator ini dikombinasikan pada setiap ukuran tapak dan dikembangkan sesuai hasil analis situasional kawasan KIIC. Faktor penting lainnya dalam membuat model pekarangan ini adalah jenis tanaman, hewan, atau ikan yang direkomendasikan untuk pekarangan merupakan spesies asli atau lokal (indigenous species) khas Karawang atau Jawa Barat. Selain itu, tanaman yang dipilih tidak hanya sebagai sumber pangan atau untuk mendukung kebutuhan keluarga, tetapi juga mampu menyerap polutan sekaligus dapat menjadi habitat satwa sehingga dapat memperbaiki kualitas lingkungan sekitar kawasan industri. Konsep kemudian diterjemahkan dalam bentuk spasial, yaitu gambar desain penanaman.


(32)

3.4 Batasan Studi

Penelitian ini hanya dibatasi pada membuat model pekarangan sebagai bentuk Taman Kehati bagi permukiman yang terletak di dalam Kawasan Industri KIIC. Pekarangan sebagai Taman Kehati terbentuk dengan memilih tanaman pekarangan yang dapat menunjukkan lima stratifikasi tanaman (keragaman vertikal) dan delapan fungsi tanaman (keragaman horizontal), termasuk hewan ternak dan atau ikan. Model dibuat dalam empat ukuran pekarangan, yaitu pekarangan sempit, pekarangan sedang, pekarangan besar, dan pekarangan sangat besar.


(33)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karawang International Industrial City dan Telaga Desa 4.1.1 Karawang International Industrial City

Karawang International Industrial City (KIIC) adalah salah satu kawasan industri terbesar di Karawang. Kawasan industri ini didirikan pada tahun 1993 dengan total pengembangan ± 1200 ha (Gambar 4). PT Maligi Permata Industrial Estate dan PT Hab & Sons merupakan pengembang dan pengelola kawasan industri ini. Kawasan Industri KIIC mempunyai misi untuk mengembangkan kawasan industri dengan mengutamakan mutu atau pelayanan, peduli akan lingkungan dan menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sekitar. Kawasan ini telah memperoleh sertifikat ISO 9001: 2000 (Quality Management System) dan kawasan industri pertama yang mendapat sertifikat ISO I4001: 2004 (Environmental Management System) pada 2003. Kegiatan industri yang berlangsung di Kawasan Industri KIIC didominasi oleh industri manufaktur. Saat ini perusahaan-perusahaan manufaktur yang telah beroperasi antara lain PT Toyota Motor Mfg. Indonesia, PT HM Sampoerna Tbk, PT Yamaha Motor Wst Java Mfg. Indonesia, PT Astra Daihatsu Motor, PT Panasonic Semiconductor Indonesia, dan PT Sharp Semiconductor Indonesia.

Sebagai kawasan industri yang besar, Kawasan Industri KIIC telah dilengkapi dengan fasilitas dan infrastruktur untuk mendukung pelayanan kepada perusahaan-perusahaan industri yang menyewa lahan di kawasan ini. Infrastruktur utama terdiri dari aksesibilitas, listrik, pasokan gas, jaringan telekomunikasi, unit kebakaran, dan keamanan. Sedangkan fasilitas pendukung antara lain Apartemen Puri KIIC, lapangan golf, Graha KIIC (kantor manajemen), bank, rumah makan, balai KIIC, SPBU, dan pusat olahraga (Gambar 5).


(34)

(35)

19 Gambar 5 Fasilitas di Kawasan Industri KIIC


(36)

4.1.2 Telaga Desa

Telaga Desa adalah salah satu ruang terbuka hijau di tengah Kawasan Industri KIIC. Kawasan ini dibangun pada 2007 sebagai titik tolak program

Corporate Social Responsibility (CSR) yang berkelanjutan dengan berbasis pada pertanian dan pelestarian lingkungan. Telaga Desa merupakan agroenviro education park yang didedikasikan untuk pusat penelitian, pelatihan/pendidikan, kepedulian di bidang pertanian, pelestarian lingkungan, dan ekowisata. Kegiatan produktif dilakukan dengan memberikan contoh usaha pertanian dalam arti luas, saat ini meliputi tanaman pangan, hortikultura, kehutanan, perikanan, dan peternakan.

Dibangun di atas lahan seluas ± 3 ha, Telaga Desa berfungsi sebagai sekolah terbuka bagi seluruh masyarakat desa sekitar kawasan dan karyawan yang bekerja di dalam Kawasan Industri KIIC. Telaga Desa dapat menjadi tujuan belajar sambil berekreasi bagi anak-anak. Untuk mendukung fungsinya tersebut, Telaga Desa dilengkapi dengan fasilitas diantaranya akses jalan masuk dari dalam Kawasan Industri KIIC, ruang informasi dan pelatihan, taman persahabatan dengan koleksi tanaman langka, nurseri, kolam lele portabel, area produksi kompos, dan rumah kaca (Gambar 7).

Area yang direncanakan sebagai tapak untuk pembuatan model pekarangan adalah area pinggir danau (Gambar 8). Berdasarkan Peta Rencana Telaga Desa (Gambar 6), kawasan pinggir danau ini akan dijadikan area untuk petani menanam sayur atau tanaman hortikultura lainnya. Area pinggir danau ini memiliki luasan ± 5800 m² dengan peruntukkan lahan saat ini sebagai sawah, hutan akasia, bedeng sayur, dan beberapa lahan kosong yang belum termanfaatkan (Gambar 8). Lahan kosong yang belum termanfaatkan ini yang dijadikan sebagai tapak untuk membuat empat model pekarangan. Batas-batas peruntukkan lahan telah ditetapkan sebelumnya oleh Pihak Telaga Desa.


(37)

(38)

22 Gambar 7 Fasilitas di Telaga Desa


(39)

(40)

4.2 Analisis Situasional 4.2.1 Polutan di KIIC

Masalah umum yang terjadi dalam suatu kawasan industri adalah pemandangan yang kurang menyenangkan karena didominasi bentang perkerasan, suasana tidak nyaman dan panas, serta gangguan debu dan kebisingan (Tandy 1975 , disitasi oleh Nugroho 2009). Oleh karena itu, pihak Kawasan Industri KIIC melakukan pengukuran rutin terhadap udara termasuk air limbah. Polutan cair dan padat diukur setiap satu bulan sekali, sedangkan polutan udara diukur setiap tiga bulan sekali pada tiga titik berbeda.

Dalam pembuatan model pekarangan di area pinggir danau Telaga Desa, polutan udara dan polusi suara seperti debu dan kebisingan menjadi salah satu masalah penting yang harus dikurangi. Masalah kebisingan terjadi karena Telaga Desa berada di tengah-tengah Kawasan Industri KIIC dan dekat dengan pabrik-pabrik baru yang akan segera dibangun. Oleh karena itu, elemen di dalam model pekarangan, khususnya tanaman dipilih selain untuk fungsi konservasi keanekaragaman hayati juga untuk mereduksi kebisingan atau polutan udara lainnya.

Berdasarkan hasil pengukuran Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Laboratorium Kesehatan Daerah Kabupaten Karawang pada Maret (2011), kadar debu rata-rata di sekitar Telaga Desa sebesar 91,60 µg/m³. Nilai ini masih berada di bawah nilai ambang batas (NAB) yaitu 230 µg/m³ yang ditetapkan berdasarkan SK Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No: Kep-50/MENKLH/II/1996 tentang Pedoman Baku Tingkat Kebauan. Kebisingan yang terjadi di sekitar Telaga Desa juga masih berada di bawah NAB (NAB = 70 dB pada siang hari berdasarkan SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No: Kep-48/MNKLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan), yaitu 53,2 dB. Kegiatan yang menyumbangkan kebisingan terbesar adalah pada saat dilakukan pembangunan perusahaan industri baru. Selain mengukur debu dan kebisingan, parameter lain yang diukur oleh pihak KIIC yaitu SO2, NO2, CO, H2S, dan NH3


(41)

Tabel 3 Tingkat Kebisingan, Debu, dan Gas di sekitar Telaga Desa KIIC

Parameter Waktu

Pengukuran Satuan

Baku

Mutu Hasil

Kebisingan Siang dB 70 57,200 SO2 1 jam µg/m³ 900 31,20

NO2 1 jam µg/m³ 400 36,48

CO 1 jam µg/m³ 30000 166,520 Debu 24 jam µg/m³ 230 91,600 H2S 1 jam ppm 0,02 < 0,001

NH3 1 jam ppm 2,0 0,005

Sumber : KIIC (2011)

Secara umum, pencemaran udara keseluruhan area Kawasan Industri KIIC tidak melebihi NAB. Namun langkah-langkah untuk mengurangi dampak dari pencemaran udara tetap harus dilakukan karena pencemaran udara dapat berpengaruh terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Untuk mengurangi pencemaran udara, baik oleh kebisingan, debu atau gas-gas tertentu dapat digunakan pohon-pohon yang efektif untuk menyerap debu dan gas. Selain itu, dapat juga dilakukan dengan melakukan kombinasi tanaman seperti pohon, semak, dan tanaman penutup tanah. Tanaman semak atau pohon lebar beraneka ragam dapat mengurangi debu dengan jumlah tinggi karena dapat diendap dalam tanaman serta meredam kebisingan (Frick dan Suskiyatno 1998, disitasi oleh Jahara 2002).

Dahlan (1992) disitasi oleh Jahara (2002) menambahkan tanaman penahan dan penyaring partikel padat dari udara memiliki permukaan daun berbulu atau bertrikoma. Tanaman yang dapat digunakan di dalam pekarangan antara lain bunga kupu-kupu, cempaka, dan kenangan (Gandasari 1994, disitasi Jahara 2002). Sedangkan tanaman yang dapat menjerap gas mempunyai stomata yang banyak, ketahanan yang tinggi terhadap gas tertentu, dan tahan terhadap serangan angin. Contoh tanaman ini antara lain puring, akalipa, nusa indah, soka, dan kembang sepatu dari kelompok perdu serta ketapang, mahoni, asam kranji, dan dadap kuning dari kelompok pepohonan. Untuk tanaman peredam kebisingan dapat dipilih dari tanaman yang mempunyai tajuk yang rapat, kerapatan daun yang tinggi dan padat dari permukaan tanah sampai ke atas, atau berdaun jarum. Jenis tanaman ini antara lain bambu, beringin, dan tanjung (Jahara 2002).


(42)

4.2.2 Topografi dan Tanah

Dalam pembuatan model pekarangan, topografi berpengaruh terhadap aliran permukaan atau erosi yang dapat terjadi di tapak. Lereng yang curam dapat meningkatkan kecepatan aliran permukaan yang mengakibatkan bertambah besarnya kekuatan angkut air (Arsyad 1985). Telaga Desa memiliki bentuk tapak yang berbukit-bukit meskipun telah dilakukan beberapa rekayasa lanskap misal untuk sirkulasi dan bangunan tertentu (Gambar 9).

Untuk tapak penelitian, area pinggir danau Telaga Desa memiliki ketinggian 35-40 m dpl dan kemiringan 0-25%. Berdasarkan peta kontur (Gambar 10), tapak ini memiliki kemiringan lahan yang bervariasi dari landai hingga agak curam. Pada tapak yang agak curam diperlukan teknik untuk mengurangi kecepatan aliran permukaan. Salah satunya secara vegetatif dengan menanam pohon atau tanaman tahunan sebagai lapisan pertama untuk menahan air hujan sebelum jatuh ke tanah yang kemudian dilanjutkan oleh semak hingga rumput. Tanaman yang tersebar merata dan menutupi permukaan tanah dengan baik dapat mengurangi jumlah dan kecepatan aliran permukaan atau erosi (Deptan 2007). Pada tapak yang landai terdapat ancaman berupa genangan air sehingga diperlukan sistem drainase yang memadai untuk mengalirkan kelebihan air.

Sumber: KIIC

Gambar 9 Rekaya Lanskap Telaga Desa 2006

2007

2008 2007


(43)

Topografi juga berpengaruh terhadap pemilihan tanaman yang sesuai dengan ketinggian tersebut. Berdasarkan ketinggiannya, Telaga Desa termasuk dalam kawasan dataran rendah karena ketinggiannya yang kurang dari 700 m dpl (Harjadi 1989). Oleh karena itu, tanaman dan hewan yang dipilih dalam pekarangan adalah tanaman dan hewan yang sesuai untuk dataran rendah seperti kenanga dan cempaka (Sulistyantara 1992) serta sayuran dataran rendah seperti bayam, kangkung, sawi, kacang panjang, dan tomat (Nazaruddin 2003). Tanaman buah-buahan yang sesuai untuk dataran rendah antara lain rambutan, durian, duku, manggis, salak, nanas, belimbing manis, pisang, jeruk keprok, sirsak, pepaya, nangka, sawo, dan jambu biji (Harjadi 1989).

Tanah merupakan salah satu unsur penting dalam pekarangan karena tanam merupakan media tumbuh bagi tanaman. Berdasarkan Balai Penelitian Tanah Bogor, tanah yang ditemukan di KIIC, khususnya di Telaga Desa adalah tanah podsolik merah kuning dengan pH 7,69 dan bersifat agak alkalis. Tanah ini kurang sesuai dengan kriteria tanah yang diinginkan untuk tanaman pada umumnya tetapi dengan beberapa perlakuan, tanah ini masih dapat digunakan untuk bercocok tanam.

Cara yang dapat dilakukan mengatasi permasalahan jenis tanah ini adalah dengan pengolahan tanah yang intensif. Tanah yang berstruktur berat perlu dicangkul dan dibajak lebih lama sehingga gembur. Sedangkan masalah kandungan hara yang sedikit dapat diperbaiki dengan pemupukkan baik pupuk organik atau pupuk kimia, serta penambahan bahan organik ke dalam tanah. Oleh karena itu, tanah ini banyak dimanfaatkan untuk tanaman perkebunan dan hutan tanaman industri seperti karet (Prasetyo dan Suriadikarta 2006). Tanah ini juga dapat ditanami singkong, kacang tanah, tembakau, dan buah-buahan.


(44)

(45)

4.2.3 Iklim

Faktor iklim termasuk di dalamnya keadaan suhu, kelembaban udara dan angin sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan setiap mahluk di dunia. Faktor suhu udara berpengaruh terhadap berlangsungnya proses pertumbuhan fisik tumbuhan. Sinar matahari sangat diperlukan bagi tumbuhan hijau untuk proses fotosintesa. Kelembaban udara berpengaruh pula terhadap pertumbuhan fisik tumbuhan. Sedangkan angin berguna untuk proses penyerbukan. Faktor iklim yang berbeda-beda pada suatu wilayah menyebabkan jenis tumbuhan maupun hewannya juga berbeda (Aak 1993).

Berdasarkan pengukuran pihak Kawasan Industri KIIC, suhu harian rata-rata di kawasan ini cukup tinggi, yaitu 33,1ºC dengan kelembaban udara 60,3% , curah hujan 1.100–3.200 mm/tahun, dan arah angin barat-timur dengan kecepatan angin antara 3,96–10,80 km/jam. Berdasarkan perhitungan Thermal Humadity Index (THI), dengan suhu tersebut tersebut dapat digambarkan secara umum bahwa kondisi iklim Karawang panas dan kurang nyaman untuk manusia.

Modifikasi iklim mikro sangat dibutuhkan dalam suatu kawasan industri untuk menciptakan kenyamanan bagi pengguna tapak, khususnya masyarakat sekitar KIIC. Hal ini dapat dilakukan menggunakan vegetasi. Pohon, semak, dan rumput dapat memperbaiki suhu udara lingkungan melalui kontrol terhadap radiasi matahari. Tanaman juga dapat mengarahkan angin dan menciptakan naungan. Hal ini dipengaruhi bentuk dan kerapatan tajuk tanaman serta penempatan tanaman (Grey dan Deneke 1978, disitasi oleh Jahara 2002). Berdasarkan kondisi iklim setempat tanaman yang cocok untuk ditanam di pekarangan adalah tanaman yang toleran terhadap keadaan terbuka atau mendapat sinar matahari langsung, contohnya berbagai pohon peneduh dan penahan angin, bugenvil, lidah buaya, atau berbagai tanaman penutup tanah (Sulistyantara 1992). Untuk tanaman yang berada di bawah pohon dipilih tanaman yang tahan terhadap naungan seperti talas-talasan, poh-pohan, empon-emponan (jahe, kunyit, atau kencur).


(46)

4.2.4 Hidrologi

Sumber air yang dugunakan di Telaga Desa khususnya untuk tanaman berasal dari air danau Telaga Desa dengan kualitas visual dan kuantitas air yang sangat baik. Kondisi ini berdampak pada kelancaran pengairan untuk pertanian dan juga untuk keperluan di Telaga Desa sehari-hari. Danau ini adalah danau alami. Salah satu sumber air untuk danau ini adalah dari hujan, vegetasi sekitar danau, dan resepan air tanah. Air ini juga dimanfaatkan untuk kolam terpal yang ada di Telaga Desa. Dalam pembuatan model pekarangan, danau ini dapat menjadi sumber air dalam pekarangan, misal untuk penyiraman tanaman dan sumber air untuk kolam. Saat terjadi kelebihan air, maka air dari danau ini akan mengalir ke pond/danau buatan yang berada tidak jauh dari area Telaga Desa.

4.2.5 Vegetasi dan Satwa

Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Karawang Tahun 2009, lahan di Kabupaten Karawang terdiri dari lahan sawah seluas ± 97.529 ha dan lahan kering/darat sekitar 77.798 ha. Lahan sawah yang luas menjadikan tanaman padi menjadi komoditas utama Karawang. Sedangkan pada lahan kering/darat, tanaman lebih bervariasi, namun tetap didominasi tanaman pertanian, seperti sayur-sayuran. Sementara itu, untuk Kawasan Industri KIIC, khususnya di Telaga Desa vegetasi yang ada cukup bervariasi jenis, fungsi, dan ukuran (Tabel 4) mulai dari pohon, semak, perdu/herba, hingga rumput dan tanaman penutup tanah lainnya (Gambar 11). Di dalam Telaga Desa juga telah dilakukan pembibitan untuk tanaman hutan seperti mahoni dan akasia serta tanaman buah seperti nangka, sirsak, dan mangga. Tanaman-tanaman yang telah tumbuh dengan baik di dalam Telaga Desa dapat menjadi rekomendasi tanaman yang digunakan dalam pembuatan model pekarangan.


(47)

e

d f

b c

a

Tabel 4 Daftar Tanaman dan Satwa di Karawang

Tanaman

Pati Singkong, Jagung

Sayur Kacang Hijau, Kacang Panjang, Terong, Mentimun, Sawi, Kangkung, Bayam, Kubis

Buah Mangga, Jambu Biji, Jambu Air, Nangka, Papaya, Pisang, Sawo, Belimbing, Nanas, Manggis, Sirsak

Bumbu Cabai, Sereh, Jahe, Kencur, Temulawak

Obat Tapak Dara, Mangkok, Kumis Kucing, Gingseng, Temu Putih, Lidah Buaya, Rasamala

Hias Adam Hawa, Bayam-Bayaman, Lolipop, Teh-Tehan, Kembang Sepatu, Soka, Palem Raja, Walisongo

Industri Jati, Akasia, Flamboyan, Kelapa, Sengon, Ulin, Gaharu, Meranti Merah, Merbau, Keruing, Manglid, Suren, Mahoni, Akasia, Pulai, Gahari, Eboni

Satwa

Ternak Domba, Sapi, Kambing, Kerbau, Ayam Buras, Ayam Pedaging, Itik Ikan Mas, Nila, Lele, Mujair

Gambar 11 Beragam Tanaman di Telaga Desa: (a) Kelompok Tanaman Buah (b) Kelompok Tanaman Hias (c) Cabai Rawit (d) Kangkung (e) Kacang Panjang (f) Kelompok Tanaman Industri

4.3 Konsep Pekarangan

Pekarangan sebagai bentuk taman keanekaragaman hayati (Taman Kehati) khususnya untuk mengkonservasi keanekaragaman hayati pertanian termasuk perikanan dan peternakan secara ex-situ dapat diwujudkan dengan membuat pekarangan yang berbasis praktik agroforestri. Pekarangan dengan struktur agroforestri memiliki struktur tanaman dengan keragaman jenis yang tinggi sehingga membentuk tajuk berlapis-lapis dengan pengelolaan pekarangan yang tidak intensif. Dalam membuat model pekarangan sebagai bentuk Taman Kehati


(48)

terdapat indikator utama yang diperhatikan, yaitu ukuran pekarangan, tinggi tanaman, dan fungsi tanaman.

4.3.1 Ukuran dan Pola Ruang Pekarangan

Berdasarkan luasannya, pekarangan dapat diklasifikasikan menjadi empat, yaitu pekarangan sempit dengan luas kurang dari 120 m², pekarangan sedang dengan luas antara 120-400 m², pekarangan besar dengan luas antara 400-1000 m², dan pekarangan sangat besar dengan luas lebih dari 1000 m² (Arifin 1998). Pada setiap pekarangan dikembangkan bentuk agroforestri, baik agroforestri, agsrosilvopastura, atau agrosilvofisheri yang sesuai berdasarkan hasil analisis situasional Kawasan Industri KIIC.

Pola ruang dalam model pekarangan didasarkan pada pembagian ruang dalam pekarangan. Pola ruang tersebut dibedakan menjadi tiga, yaitu pekarangan depan, samping (kiri dan kanan), dan belakang (Arifin 1998). Untuk model pekarangan di area pinggir danau Telaga Desa, orientasi rumah menghadap ke arah danau (Gambar 12). Pada umumnya, suatu hunian hampir selalu berorientasi kepada daerah yang penting. Berdasarkan pengamatan terhadap bangunan rumah di sekitar Kawasan Industri KIIC dan yang berada dekat Saluran Induk Tarum Barat, rumah umumnya berorientasi ke arah air, sedangkan bangunan rumah yang jauh dari bantaran sungai, memiliki orientasi ke arah jalan.

Sumber: Arifin (1998)

Gambar 12 Pola Orientasi Rumah dan Pekarangan

Bentuk tapak yang memanjang dan mengikuti bentukan danau membuat rumah hampir tidak memiliki pekarangan belakang atau pekarangan depan tetapi memiliki pekarangan samping yang cukup lebar sehingga pemanfaatan


(49)

pekarangan lebih banyak dilakukan di pekarangan samping. Oleh karena itu, untuk mensiasati masalah ruang ini, pola rumah dalam model pekarangan dibuat memanjang atau melebar ke samping.

4.3.2 Tanaman dalam Pekarangan

Setiap ukuran pekarangan, baik pekarangan sempit, pekarangan sedang, pekarangan besar, ataupun pekarangan sangat besar akan menunjukkan profil pekarangan yang menciptakan keragaman tanaman, baik secara vertikal maupun horizontal. Keragaman vertikal terlihat dari perbedaan lima strata tanaman, yaitu strata I (<1 m), strata II (1-2 m), strata III (2-5 m), strata IV (5-10 m), dan strata V (>10 m). Sedangkan keragaman horizontal terbentuk sesuai dengan fungsinya, yaitu tanaman hias, tanaman obat, tanaman sayuran, tanaman bumbu, tanaman obat, tanaman penghasil pati, tanaman industri, dan tanaman-tanaman lain seperti penghasil pakan, kayu bakar, bahan kerajinan tangan dan peneduh (Arifin 1998).

Model pekarangan yang bertujuan mengkonservasi keanekaragaman hayati pertanian secara ex-situ ditunjang dengan memilih tanaman atau hewan asli atau lokal (indigenous species) khas Karawang atau Jawa Barat. Spesies lokal yang dimaksud adalah spesies asli Indonesia yang berasal dari daerah/wilayah/ekosistem tertentu dan telah banyak diusahakan dan dikonsumsi, termasuk spesies introduksi dari wilayah geografis lain namun telah berevolusi dengan iklim dan geografis wilayah Indonesia. Pemilihan tanaman ini untuk mempermudah adaptasi tanaman dan mempermudah pemeliharaan pekarangan.

Untuk kawasan industri, pemilihan tanaman juga harus memperhatikan kondisi lingkungan kawasan industri. Selain sebagai sumber pangan atau untuk mendukung kebutuhan keluarga lainnya, tanaman juga diharapkan mampu mampu menyerap polutan sekaligus dapat menjadi habitat satwa sehingga dapat memperbaiki kualitas lingkungan sekitar kawasan industri. Jenis tanaman yang direkomendasikan untuk model pekarangan ini tersaji di Tabel 5.

Penataan tanaman dalam pekarangan perlu diperhatikan. Tanaman kecil maupun tanaman besar diatur sedemikian rupa agar semua tanaman mendapatkan sinar matahari sesuai kebutuhannya. Tanaman-tanaman yang berukuran kecil dapat ditempatkan di bagian timur dan tanaman yang berukuran besar seperti


(50)

buah-buahan di bagian barat. Hal ini dimaksudkan agar jenis tanaman yang besar tidak menaungi atau menghalangi sinar matahari terhadap tanaman yang kecil. Untuk tanaman pada daerah berlereng atau berkontur, tanaman sebaiknya ditanam searah kontur. Keuntungan utama pengolahan menurut kontur adalah dapat menghambat aliran permukaan yang meningkatkan penyerapan air oleh tanah dan menghindari pengangkutan tanah.

4.3.3 Ternak dalam Pekarangan

Berdasarkan penelitian Arifin, Munandar, Mugnisjah, Budiarti, Arifin-Nurhayati, Pramukanto (2007), ayam kampung, kambing, domba, dan sapi adalah ternak yang umumnya dipelihara di lahan pekarangan. Jenis hewan yang direkomendasikan untuk model pekarangan ini tersaji di Tabel 5. Selain hewan-hewan tersebut, ikan dan itik juga sering ditemui di dalam pekarangan. Untuk mengembangkan perikanan dengan lokasi yang jauh dari sumber air dapat dikembangkan kolam portabel/kolam terpal. Sedangkan untuk yang dekat dengan sumber air dengan lahan pekarangan yang cukup luas dapat dibuat kolam tanah atau jika pekarangan sempit dan tidak memungkinkan untuk membuat kolam dapat dibuat keramba apung. Ikan yang dapat dikembangkan di area sekitar Telaga Desa dan KIIC antara lain ikan nila, ikan mujair, ikan lele, dan ikan gurame.

Tabel 5 Rekomendasi Tanaman dan Hewan untuk Model Pekarangan di Telaga Desa KIIC

Nama Lokal Nama Latin Jarak Tanam Pekarangan

1 2 3 4

Tanaman Buah Tinggi Tanaman 1-2 m

Nanas Ananas comosus 1,5 m x 1,5 m √ √ √ √

Tinggi Tanaman 2-5 m

Pepaya Carica papaya 3 m x 3 m √ √ √ √

Tinggi Tanaman 5-10 m

Jeruk Keprok Citrus nobilis 5 m x 5 m √ √ √ √ Jambu Air Eugenia aquea Burm 8 m x 8 m √ √ √ Pisang Musa paradisiaca 3 m x 3 m √ √ √ √ Jambu Biji Psidium guajava 7 m x 7 m √ √ √

Tinggi Tanaman >10 m

Sawo Achras zapota 12 m x 12 m √ √ Sirsak Annona muricata 12 m x 12 m √ √ Buni Antidesmabunius 8 m x 8 m √ √ Sukun Artocarpus communis 10 m x 10 m √ √


(51)

Lanjutan Tabel 5

Nama Lokal Nama Latin Jarak Tanam Pekarangan

1 2 3 4

Tinggi Tanaman >10 m

Nangka Artocarpus heterophyllus 9 m x 9 m √ √ Belimbing Averrhoa carambola 6 m x 6 m √ √ √ Gandaria Bouea macrophylla Griff. 10 m x 10 m √ √ Durian Durio zibethinus 10 m x 10 m √ √ Manggis Garcinia mangostana 10 m x 10 m √ √ Duku Lansium domesticum 8 m x 8 m √ √ Mangga Mangifera indica 10 m x 10 m √ √ Rambutan Nephelium lappaceum 12 m x 12 m √ √ Kacapi/Sentul Sandoricum koetjape 6 m x 6 m √ √ √ Kedondong Spondias dulcis Forst. 7,5 m x 7,5 m √ √ √

Tanaman Bumbu Tinggi Tanaman >1 m

Bawang merah Allium ascalonicum 20 cm x 20 cm √ √ √ √ Bawang daun Allium fistulosum 20 cm x 30 cm √ √ √ √ Sereh Cymbopogon nardus 50 cm x 100 cm √ √ √ √ Kencur Kaempferia galanga 25 cm x 25 cm √ √ √ √

Tinggi Tanaman 1-2 m

Cabai Capsicum annuum 50 cm x 90 cm √ √ √ √ Kunyit Curcuma domestica 50 cm x 50 cm √ √ √ √ Temulawak Curcuma xanthorrhiza 75 cm x 100 cm √ √ √ √ Pandan Wangi Pandanus amaryllifolius 1 m x 1 m √ √ √ √ Jahe Zingiber officinale 40 cm x 60 cm √ √ √ √

Tinggi Tanaman 2-5 m

Lengkuas Alpinia galanga 1 m x 1 m √ √ √ √ Kapulaga Amomum compactum 2 m x 2 m √ √ √ √ Jeruk Nipis Citrus aurantifolia 4 m x 4 m √ √ √ √ Jeruk Purut Citrus hystrix 4 m x 4 m √ √ √ √

Tinggi Tanaman >10 m

Belimbing Wuluh Averrhoa bilimbi 6 m x 6 m √ √ √ Salam Syzigium polyanthum (Wight)

Walp. 8 m x 8 m √ √

Tanaman Hias Tinggi Tanaman >1 m

Sri Rezeki Aglaonema sp. 50 cm x 50 cm √ √ √ √ Jawer Kotok Coleus blumei 50 cm x 50 cm √ √ √ √ Simbang Darah Irisine herbstii 50 cm x 50 cm √ √ √ √ Adam Hawa Rhoeo discolor 50 cm x 50 cm √ √ √ √ Ruellia Ruellia malacosperma 50 cm x 50 cm √ √ √ √ Lidah Mertua Sansevieria trifasciata 50 cm x 50 cm √ √ √ √

Tanaman Hias Tinggi Tanaman 1-2 m

Teh-tehan Acalypha macrophylla 1 m x 1 m √ √ √ √ Pangkas Kuning Duranta repens 1 m x 1 m √ √ √ √ Kaca Piring Gardenia jasminoides 1 m x 1 m √ √ √ √

Soka Ixora javanica 1 m x 1 m √ √ √ √

Walisongo Schefflera grandiflora 1 m x 1 m √ √ √ √

Tinggi Tanaman 2-5 m

Bugenvil Bougainvillea sp. 1 m x 1 m √ √ √ √ Puring Codiaeum variegatum 1,5 m x 1,5 m √ √ √ √


(52)

Lanjutan Tabel 5

Nama Lokal Nama Latin Jarak Tanam Pekarangan

1 2 3 4

Tanaman Hias Tinggi Tanaman 2-5 m

Hanjuang Hijau Cordyline fruticosa 1 m x 1 m √ √ √ √ Hanjuang Merah Cordyline terminalis 1 m x 1 m √ √ √ √ Pisang Hias Heliconia sp. 1 m x 1 m √ √ √ √ Kembang Sepatu Hibiscus rosasinencis 2 m x 2 m √ √ √ √ Nusa Indah Mussaenda philippica 4 m x 4 m √ √ √ √ Lolipop Pachystachys lutea 1 m x 1 m √ √ √ √ Suji Pleomele angustifolia 20 cm x 20 cm √ √ √ √ Palem Wregu Rhapis excelsa 2 m x 2 m √ √ √ √

Tinggi Tanaman 5-10 m

Palem Merah Cyrtostachis renda 2 m x 2 m √ √ √ √ Palem Kipas Livistona rutundifolia 4 m x 4 m √ √ √ √ Daun Saputangan Maniltoa grandiflora Scheff. 4 m x 4 m √ √ √ √ Palem Hijau Ptychosperma macarthutii 2 m x 2 m √ √ √ √

Tinggi Tanaman >10 m

Beringin Karet Ficus elastica 8 m x 8 m √ √ Biola Cantik Ficus lyrata 8 m x 8 m √ √ Ketapang Terminalia catappa 10 m x 10 m √ √

Tanaman Industri Tinggi Tanaman 2-5 m

Tebu Sacharum officinarum 2 m x 2 m √ √ √ √

Kakao Theobroma cacao 3 m x 3 m √ √ √ √

Tinggi Tanaman >10 m

Sengon Albazia falcataria 3 m x 3 m √ √ √ √

Kelapa Cocus nucifera 3 m x 3 m √ √ √ √

Mindi Melia azedarach 5 m x 5 m √ √ √ √

Jati Tectona grandis 3 m x 3 m √ √ √ √

Tanaman Lain Tinggi Tanaman >1 m

Lantana Lantana camara 50 cm x 50 cm √ √ √ √

Tinggi Tanaman 1-2 m

Alamanda Allamanda cathartica 1 m x 1 m √ √ √ √

Tinggi Tanaman 2-5 m

Kesumba Bixa arborea 4 m x 4 m √ √ √ √

Tinggi Tanaman 5-10 m

Bambu Bambusa sp. rumpun √ √ √ √

Turi Sesbania grandiflora 2 m x 2m √ √ √ √

Tinggi Tanaman >10 m

Lamtoro Leucaena leucocephala 4 m x 4 m √ √ √ Tanjung Mimusoph elengi 5 m x 5 m √ √ √ Mahoni Swietenia macrophylla 3 m x 3 m √ √ √

Tanaman Obat Tinggi Tanaman >1 m

Sambang Colok Aerva sanguinolenta 50 cm x 50 cm √ √ √ √ Sambiloto Andrographis paniculata 50 cm x 50 cm √ √ √ √ Jengger Ayam Celosia spicata 50 cm x 50 cm √ √ √ √ Pacing Costus Speciosus 50 cm x 50 cm √ √ √ √ Patah Tulang Pedilanthus tithymaloides 1 m x 1 m √ √ √ √ Beluntas Pluchea indica 50 cm x 50 cm √ √ √ √ Tapak Dara Vinca rosea 50 cm x 50 cm √ √ √ √


(53)

Lanjutan Tabel 5

Nama Lokal Nama Latin Jarak Tanam Pekarangan

1 2 3 4

Tanaman Obat Tinggi Tanaman 1-2 m

Sambang Darah Excoecaria chochinensis 1 m x 1 m √ √ √ √ Mangkok Nothopanax scutellarium 1,5 m x 1,5 m √ √ √ √ Kumis Kucing Orthosiphon aristatus 50 cm x 50 cm √ √ √ √

Tinggi Tanaman 2-5 m

Mengkudu Morinda citrifolia 5 m x 5 m √ √ √ √ Mahkota Dewa Phaleria macrocarpa 3 m x 3 m √ √ √ √

Tinggi Tanaman 5-10 m

Kenanga Cananga odorata 5 m x 5 m √ √ √ √

Tinggi Tanaman >10 m

Pinang Areca catechu 3 m x 3 m √ √ √ √

Tanaman Pati Tinggi Tanaman 1-2 m

Garut Maranta arundinacea 50 cm x 50 cm √ √ √ √

Tinggi Tanaman 2-5 m

Ganyong Canna edulis 1 m x 1 m √ √ √ √

Talas Colocasia esculenta 75 cm x 75 cm √ √ √ √ Ubi Jalar Ipomoea batatas 30 cm x 100 cm √ √ √ √ Singkong Manihot esculenta 1 m x 1 m √ √ √ √ Sente Xanthosoma sagittifolium 1 m x 1 m √ √ √ √

Jagung Zea mays 25 cm x 75 cm √ √ √ √

Tanaman Sayur Tinggi Tanaman >1 m

Bayam Tahunan Amaranthus dubius 20 cm x 20 cm √ √ √ √ Bayam Cabut Amaranthus tricolor 20 cm x 20 cm √ √ √ √ Sawi Brassica juncea 30 cm x 40 cm √ √ √ √ Kangkung Darat Ipomoea reptans 20 cm x 20 cm √ √ √ √ Selada Lactuca sativa 20 cm x 25 cm √ √ √ √ Poh-pohan Pilea trinervia 30 cm x 30 cm √ √ √ √

Tinggi Tanaman 1-2 m

Mentimun Cucumis sativus 50 cm x 100 cm √ √ √ √ Gambas / Oyong Luffa acutangla 60 cm x 200 cm √ √ √ √ Kemangi Ocimum canum 60 cm x 60 cm √ √ √ √ Kecipir Psophocarpus tetragonolobus 35 cm x 35 cm √ √ √ √ Katuk Sauropus androgynus 30 cm x 30 cm √ √ √ √ Tomat Solanum lycopersicum 70 cm x 80 cm √ √ √ √ Terong Solanum melongena 60 cm x 80 cm √ √ √ √ Leunca Solanum nigrum 70 cm x 80 cm √ √ √ √ Kacang Panjang Vigna unguilata 30 cm x 75 cm √ √ √ √

Tinggi Tanaman 2-5 m

Pare Momordica charantia 1 m x 1m √ √ √ √ Labu Siam Sechium edule 4 m x 4 m √ √ √

Tanaman Sayur Tinggi Tanaman 2-5 m

Melinjo Gnetum gnemon 6 m x 6 m √ √ √ Petai Parkia speciosa 8 m x 8 m √ √ Jengkol Pithecellobium jiringa 10 m x 10 m √ √


(54)

Lanjutan Tabel 5

Nama Lokal Nama Latin Ukuran Kandang Pekarangan

1 2 3 4

Ternak

Itik Anas domesticus 6 -7 ekor/m² √ √ √ √ Sapi Bos taurus jantan : 1,8 m x 2 m / ekor √ √ √

betina : 1,5 m x 2 m/ekor √ √ √ Kerbau Bubalus bubalis 1,5 m x 2m / ekor √ √ Kambing Capra aegagrus

hircus

jantan : 1,2 m x 1,4 m / ekor √ √ √ betina : 1 m x 1,5 m / ekor √ √ √ biasa : 1 ekor/m² √ √ √ Ayam Kampung Gallus gallus

domesticus 6 ekor/m² √ √ √ √

Kelinci Lepus negricollis 6 -7 ekor/m² √ √ √ √ Domba Priangan Ovis aries

jantan : 2 m x 1,5 m/ ekor √ √ √ betina : 1 m x 1,5 m / ekor √ √ √ biasa : 1 ekor/m² √ √ √ Ikan Jika tersedia kolam dalam pekarangan

Keterangan :

1: Pekarangan Sempit 3: Pekarangan Besar

2: Pekarangan Sedang 4: Pekarangan Sangat Besar

√: Dapat di Tanam di Pekarangan

4.4 Rekomendasi Model Pekarangan 4.4.1 Model Pekarangan Sempit

Model pekarangan sempit diterapkan pada sebuah tapak kosong yang bergelombang dengan luasan 136, 37 m² (Gambar 13). Ruang dalam tapak dibagi menjadi dua, yaitu ruang untuk rumah dan untuk pekarangan. Berdasarkan Pedoman Umum Rumah Sederhana Sehat, kebutuhan ruang manusia minimal 7 m²/jiwa. Jika diasumsikan rumah ini akan diisi tiga orang (ayah, ibu, dan satu anak), minimal dibutuhkan luasan bangunan 21 m² sehingga sisa lahan untuk pekarangan sekitar 115, 37 m². Sesuai dengan luasan yang ada, tapak ini dapat mengakomodasi luasan minimal pekarangan kecil yaitu kurang dari 120 m².

Lahan yang sempit membuat kegiatan di pekarangan menjadi terbatas. Oleh karena itu, pekarangan harus diusahakan secara efektif dan intensif. Untuk pekarangan yang sempit, diperlukan suatu sistem bertanam tertentu sehingga meskipun sempit, pekarangan tetap dapat dimanfaatkan secara optimal dan memberikan hasil yang optimal. Salah satu cara adalah dengan memanfaatkan ruang secara vertikal, baik untuk penanaman maupun untuk rumah.


(55)

Untuk bangunan rumah pada model pekarangan sempit, dapat dipilih rumah panggung yang terbuat dari kayu, bilik, atau bambu. Pada umumnya, bentuk rumah dengan kolong di bagian bawah dibuat untuk menghindari binatang buas dan banjir saat hujan datang. Akan tetapi, pada model pekarangan sempit ini, bagian bawah rumah panggung digunakan untuk memelihara ternak berukuran kecil seperti ayam dan bebek dengan tetap mempertimbangkan aspek kesehatan rumah dan pemiliknya. Untuk pola ruang pekarangan, pada model pekarangan sempit terdiri dari pekarangan depan, pekarangan samping kiri, pekarangan samping kanan, dan pekarangan belakang. Bentuk luar tapak yang hampir menyerupai persegi ini memungkinkan pemanfaatan pekarangan depan, pekarangan belakang, dan pekarangan samping (kiri dan kanan) secara seimbang (Gambar 15).

Pekarangan depan dapat ditanami dengan tanaman hias yang tingginya kurang dari 0,5-1 m dengan tujuan agar pekarangan yang sempit ini tidak terlihat semakin sempit jika ditanami dengan tanaman yang tinggi dan lebar. Tanaman-tanaman tersebut dapat ditanam berjejer secara massal sehingga menjadi pagar hidup bagi pekarangan rumah tersebut. Sisa lahan yang masih ada di pekarangan dapat digunakan untuk menanam tanaman lain yang juga dibutuhkan, seperti


(1)

(2)

(3)

(4)

5.1 Simpulan

Model pekarangan yang dibuat di area pinggir danau Telaga Desa KIIC berbasis praktik agroforestri sebagai Taman Kehati yang mampu mengkonservasi keanekaragaman hayati pertanian (termasuk peternakan dan perikanan) secara ex-situ. Beragam jenis tanaman dan hewan yang ada di model pekarangan merupakan tanaman dan hewan asli atau lokal (indigenous species) khas Karawang atau Jawa Barat. Pada tapak ini, model pekarangan dibuat dalam empat ukuran, yaitu pekarangan sempit, pekarangan sedang, pekarangan besar, dan pekarangan sangat besar. Setiap model pekarangan memiliki pola ruang pekarangan depan, pekarangan samping, dan pekarangan belakang. Keempat model ini dapat dibedakan berdasarkan luasan dan element pekarangan di dalamnya (tanaman, hewan/ikan, termasuk fasilitas dalam pekarangan). Semakin luas pekarangan maka elemen pekarangan yang ada semakin banyak baik jenis maupun jumlahnya sehingga keanekaragaman hayati pun dapat meningkat.

5.2 Saran

Model pekarangan ini dapat diterapkan untuk pekarangan di kawasan permukiman Kawasan Industri KIIC dan Karawang pada khususnya serta permukiman di kawasan industri yang memiliki sifat atau karakteristik seperti Kawasan Industri KIIC. Untuk model pekarangan di kawasan industri, telah dipilih tanaman yang tidak hanya dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari tetapi juga dapat mereduksi polutan, khususnya kebisingan.


(5)

65

DAFTAR PUSTAKA

Aak. 1993. Dasar-dasar Bercocok Tanam. Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Arifin HS. 1998. Study on Vegetation Structure of Pekarangan and Its Changes Its West Java, Indonesia [disertasi]. Japan: Natural Science and Technology, Okayama University.

Arifin HS, Munandar A, Mugnisjah WQ, Budiarti T, Arifin-Nurhayati HS, Pramukanto Q. 2008. Revitalisasi Pekarangan Sebagai Agroekosistem dalam Mendukung Ketahanan Pangan di Wilayah Perdesaan. Di dalam: Seminar Nasional Strategi Penanganan Krisis Sumberdaya Lahan untuk Mendukung Kedaulatan Pangan dan Energi; Bogor, 22-23 Des 2008. Bogor: Faperta IPB.

Arifin HS, Wulandari C, Pramukanto Q, Kaswanto R. 2009. Analisis Lanskap Agroforestri. Bogor: IPB Press.

Arifin HS, Munandar A, Arifin-Nurhayati HS, Kaswanto RL. 2009. Pemanfaatan Pekarangan di Perdesaan. Bogor: IPB Press.

Arifin HS. 2012. Manajemen Lanskap Pekarangan bagi Kesehatan Pangan Keluarga. Di dalam: 60 Tahun Pendirian Kampus IPB Baranangsiang.

IPB Press, in press.

Arsyad S. 1985. Pengawetan Tanah dan Air. 1985. Bogor: Faperta IPB.

[Depdagri] Departemen Dalam Negeri. 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri. Jakarta: Depdagri.

[Deptan] Departemen Pertanian. 2007. Petunjuk Teknis Pengendalian Longsor. Jakarta: Deptan.

Harjadi S. 1989. Dasar-dasar Hortikultura. Bogor: Faperta IPB.

Indrawan M, Primack RB, Supriatna J. 2007. Biologi Konservasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Jahara LM. 2009. Perencanaan Hutan Kota Kawasan Industri Krakatau Cilegon, Banten [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.


(6)

Nazaruddin. 2003. Budi Daya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah. Jakarta: Penebar Swadaya.

Nugroho AD. 2009. Perencanaan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Industri Kota Bukit Indah Kabupaten Purwakarta [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Nugroho P. 2000. Kontribusi Pepohonan Terhadap Rumah Tangga pada Sistem Pekarangan [skripsi]. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Octavia MH, Arifin HS, Munandar A, Takeuchi K. 2008. Ekologi Lanskap Pekarangan Khas Perdesaan di DAS Cianjur Jawa Barat [abstrak]. Di dalam: Arifin HS et al., editor. Kompilasi Abstrak dan Ringkasan Hasil Penelitian: Studi Ekologi Lanskap pada Pengelolaan Sumberdaya Hayati yang berkelanjutan di Perdesaan Indonesia. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB.

Prasetyo BH, Suriadikarta DA. 2006. Karakteristik, Potensi, dan Teknologi Pengelolaan Tanah Ultisol Untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian: 39-46.

Sardjono MA, Djogo T, Arifin HS, Wijayanto N. 2003. Klasifikasi dan Pola Kombinasi Komponen Agroforestri. Bogor: World Agroforestry Centre (ICRAF).

Saroinsong FB. 2002. Studi Alokasi Penggunaan Lahan untuk Optimasi Pelestarian Lingkungan dengan Integrasi Penggunaan Model Hidrologi, SIG, dan Penginderaan Jauh [tesis]. Bogor: Program Pasacasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Soemarwoto O. 1991. Ekologi, Lingkungan Hidup, dan Pembangunan. Jakarta: Penerbit Djambatan.

Sulistyantara B. 2002. Taman Rumah Tinggal. Jakarta: Penebar Swadaya.

Supriatna J. 2008. Melestarikan Alam Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.