Profil sindrom Nefrotik di poliklinik anak RSUP Fatmawati

(1)

PROFIL SINDROM NEFROTIK

DI POLIKLINIK ANAK RSUP FATMAWATI

Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Oleh :

INDRA NUR AKHIR RAHARJA

NIM 1111103000017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H / 2014 M


(2)

ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 16 September 2014


(3)

(4)

(5)

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh;

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada saya dan keluarga, sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat dan salam saya sampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya.

Saya sangat menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, selama masa perkuliahan hingga penyusunan laporan ini, sulit bagi saya untuk menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu, dengan rasa hormat saya sampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1) Prof. DR.(hc) Dr. M.K Tadjudin, Sp.And selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Beserta jajaran wakil dekan Dr. H. M. Djauhari Widjajakusumah, AIF, PFK , DR. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes dan DR. Delina Hasan, Apt, M.Kes.

2) Dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK dan Dr. Nouval Shahab, Sp.U, Ph.D, FICS, FACS selaku ketua dan sekretaris Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3) Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Dr. Riva Auda, Sp.A, M.Kes dan Dr. Debbie Latupeirissa, Sp.A(K) selaku dosen pembimbing yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dengan tekun dan sabar serta memberikan motivasi sejak awal persiapan hingga penulisan laporan akhir penelitian ini. Beliau tiada henti-hentinya memberikan arahan, pengetahuan, kritik dan saran yang sangat membangun menjadi tempaan bagi saya dan kawan-kawan untuk menyelesaikan penelitian ini. Dedikasi beliau merupakan contoh bagi saya.

4) Dr. Yanti Susianti, Sp.A dan Dr. Risahmawati, Ph.D selaku penguji sidang laporan penelitian yang memberikan banyak kritik dan saran yang berharga bagi saya.

5) Dr. Flori Ratnasari, Ph.D selaku dosen penanggung-jawab modul riset angkatan 2011 yang selalu membantu selama proses penelitian dan memotivasi untuk menyelesaikan penelitian ini.

6) Rasa hormat untuk semua guru-guru saya, yang telah begitu banyak membimbing dan memberikan saya kesempatan untuk menimba ilmu selama menjalani masa pendidikan preklinik di Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

7) Drg. Setiawaty, M.Kes selaku direktur umum, SDM dan pendidikan RSUP Fatmawati dan Dr. Dewi Lestarini, Sp.KK, MARS selaku kepala bagian Pendidikan dan Penelitian RSUP Fatmawati yang telah berkenan memberi izin untuk melakukan penelitian serta


(6)

vi

Drg. Danik H. selaku penanggung-jawab penelitian saya di RSUP Fatmawati yang telah membantu kelancaran kegiatan penelitian.

8) Kepada seluruh staf bagian Diklit, staf Poliklinik Anak, staf IRNA B gedung Teratai, dan staf IRMPDI terutama kepada Ibu Dian, Bapak Ismail, Bapak Taufik, Bapak Hasan, Bapak Kholil serta Ibu Balqis yang membantu kelancaran selama proses pengambilan data di RSUP Fatmawati.

9) Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementrian Agama Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada saya menjadi salah satu anggota penerima Beasiswa Santri Berprestasi di PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

10) Secara khusus saya sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang terdalam kepada kedua orang tua saya Effy Nursifayanti dan Sismantoro, tiada kata yang dapat saya ucapkan, bimbingan, arahan dan contoh adalah kunci teladan utama yang membuat saya dapat menyelesaikan pendidikan ini. Doa dan harapan mereka selalu menyertai saya selama hidup terutama saat menempuh pendidikan ini. Untuk saudari-saudari saya Arina Widyasistha dan Alia Fitri Khairunisa Siswati, terima kasih sedalam-dalamnya atas perhatian dan kasih sayang yang selama ini telah diberikan.

11) Kepada para sahabat yang menemani saya dikala susah dan senang selama proses penelitian yaitu Bentito Zulyan Pamungkas, Diana Nurmalasari dan Ahmad Riza Faisal Herze. Semoga penelitian ini dapat memotivasi kalian untuk dapat terus belajar.

12) Kepada seluruh teman-teman senasib sepenanggungan, PSPD angkatan 2011, yang telah banyak memberi dukungan baik moril maupun materil selama bersama-sama menjalani pendidikan.

Akhirnya dengan segala hormat saya sampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, yang telah membantu dan mendukung penyelesaian penelitian ini. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua.Amin ya rabbal ‘alamin

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, 18 September 2014


(7)

vii

ABSTRAK

Indra Nur Akhir Raharja. Program Studi Pendidikan Dokter. Profil Sindrom Nefrotik di Poliklinik Anak RSUP Fatmawati.

Sindrom nefrotik merupakan kelainan glomerulopati terbanyak yang menimbulkan gangguan ginjal pada anak yang terdiri dari kumpulan gejala klinis berupa proteinuria masif, hipoalbuminemia dan edema disertai dengan atau tanpa hiperkolesterolemia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien sindrom nefrotik di Poliklinik Anak RSUP Fatmawati.

Hasil studi deskriptif potong lintang menunjukkan bahwa selama periode 2011-2014, terdapat 64 pasien sindrom nefrotik idiopatik di Poliklinik Anak RSUP Fatmawati. Usia berkisar 1-15 tahun (median 3 tahun), jenis kelamin laki-laki 37 anak (57,8%) dan jenis kelamin perempuan 27 anak (42,2%) dengan rasio 1,4:1. Sebagian besar pasien datang dengan keluhan edema 61 anak (95,3%), kejang 2 anak (3,1%) dan demam 1 anak (1,6%). Pada sebagian besar pasien ditemukan gejala klinis berupa hipertensi 48 pasien (75%), hematuria 33 pasien (51,6%) dan infeksi 55 pasien (85,9%) dengan frekuensi tipe infeksi tersering adalah infeksi saluran pernapasan akut 36 pasien (65,4%) dan infeksi saluran kemih 8 pasien (14,8%). Sebagian besar pasien menunjukkan respon sensitif terhadap pengobatan dengan steroid 43 pasien (67,2%), respon dependen steroid 7 pasien (10,9%) dan resisten steroid 14 pasien (21,9%). Pasien mengalami kekambuhan sering 37 pasien (57,8%), kekambuhan jarang 18 pasien (28,1%). Kata kunci : sindrom nefrotik, usia, jenis kelamin, hipertensi, hematuria, infeksi, relaps.

ABSTRACT

Indra Nur Akhir Raharja. Undergraduate Medical Education MD Program. Nephrotic Syndrome Profile in Fatmawati Teaching Hospital Department of Pediatric.

Nephrotic syndrome is the most glomerulopathy disorder in children that affect renal function. It is characterized by massive proteinuria, hypoalbuminemia, edema with/without hypercholesterolemia. There is still a lack in profile study of nephrotic syndrome. The objective of this study is to identify the characteristic of nephrotic syndrome in Fatmawati Teaching Hospital Department of Pediatric.

A cross sectional descriptive study was done from 2011 until 2014. During this period 64 children with nephrotic syndrome who were diagnosed by idiopathic nephrotic syndrome consecutively selected. There were 37 boys and 27 girls (ratio 1.4:1) with nephrotic syndrome, the age ranged from 1-15 years (median was 3 years). Mostly, patient reason for encounter were recorded are edema 61 (95.3%), seizure 2 (3.1%) and fever 1 (1.6%). Accompanied by clinical symptoms such hypertension 48 (75%), hematuria 33 (51.6%) and infection 55 (85.9%). The most common type of infection were acute respiratory infection 36 (65.4%) and urinary tract infection 8 (14.8%). Most patient showed sensitive response to steroid treatment 43 (67.2%). 37 (57.8%) from all the patient observed had frequent relapsed and 18 (28.1%) had infrequent relapse.


(8)

viii DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ………. i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……….. ii

LEMBAR PERSETUJUANPEMBIMBING ………... iii

LEMBAR PENGESAHAN ………... iv

KATA PENGANTAR ………... v

ABSTRAK ……….…… vii

DAFTAR ISI ………. viii

DAFTAR TABEL ………. x

DAFTAR GAMBAR ………. xi

DAFTAR SINGKATAN ………... xii

BAB I PENDAHULUAN………. 1

1.1 Latar Belakang ...……… 2

1.2 Rumusan Masalah …...………... 2

1.3 Tujuan Penelitian………... 2

1.3.1 Tujuan Umum………... 2

1.3.2 Tujuan Khusus………... 3

1.4 Manfaat Penelitian……….. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..……….... 5

2.1 Definisi Sindrom Nefrotik………... 5

2.2 Etiologi Sindrom Nefrotik………. 5

2.3 Klasifikasi Sindrom Nefrotik………. 5

2.4 Patogenesis Sindrom Nefrotik………... 6

2.5 Patofisiologi Sindrom Nefrotik……….. 8

2.5.1 Proteinuria………. 8

2.5.2 Hipoalbuminemia……….. 9

2.5.3 Kelainan Metabolisme Lemak……….. 9

2.5.4 Edema……… 10

2.6 Diagnosis Sindrom Nefrotik………... 13


(9)

ix

2.7.1 Pengobatan Dengan Kortikosteroid……….. 14

2.8 Kerangka Teori……….. 16

2.9 Kerangka Konsep………... 17

2.10 Definisi Operasional…..……….. 18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……….. 21

3.1 Desain Penelitian……… 21

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian……… 21

3.3 Populasi dan Subjek Penelitian……...………... 21

3.4 Besar Sampel Penelitian………. 21

3.5 Teknik Pemilihan Sampel……….. 22

3.6 Identifikasi Variabel………... 22

3.7 Kriteria Subjek Penelitian……….. 22

3.9 Cara Kerja Penelitian………. 23

3.10 Alur Penelitian………. 23

3.11 Pengelolaan dan Analisis Data………. 23

3.12 Etika Penelitian……… 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...……….. 25

4.1 Hasil………... 25

4.1.1 Karakteristik Demografis Subjek Penelitian………. 25

4.1.2 Gambaran Klinis Subjek Penelitian……….. 26

4.1.3 Gambaran Pasien Sindrom Nefrotik………. 27

4.2 Pembahasan……… 28

4.3 Keterbatasan Penelitian………. 31

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...……… 32

5.1 Kesimpulan……… 32

5.2 Saran……….. 33

DAFTAR PUSTAKA ……… 34


(10)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Karakteristik demografis pasien sindrom nefrotik………. 25

Tabel 4.2 Keluhan Utama pasien………... 26

Tabel 4.3 Gambaran klinis yang ditemukan pada pasien……….. 26

Tabel 4.4 Frekuensi dan tipe infeksi pada sindrom nefrotik……….. 27

Tabel 4.5 Gambaran respon pengobatan steroid……… 27


(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Beberapa kemungkinan reaksi imun antigen glomerulus yang dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding kapiler………... 7

Gambar 2.2 Skema ‘underfilled theory’ ……… 11


(12)

xii

DAFTAR SINGKATAN

SN Sindrom Nefrotik

ISKDC International Study of Kidney Disease in Children

RSUP Rumah Sakit Umum Pusat


(13)

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sindrom Nefrotik (SN) merupakan kelainan glomerulopati terbanyak yang menimbulkan gangguan ginjal pada anak. Penyakit ini merupakan kumpulan sindrom yang terdiri dari gejala klinis berupa proteinuria masif, hipoalbuminemia, dan edema disertai dengan atau tanpa hiperkolesterolemia.1,2

Angka kejadian SN biasanya lebih tinggi pada anak-anak dari ras Asia dan Afrika. Insidensi penyakit SN ini 2 kasus per-tahun tiap 100.000 anak berusia kurang dari 16 tahun dengan prevalensi kumulatif 16 per 100.000 anak. Sementara di Indonesia kejadian SN dilaporkan terjadi 6 kasus per-tahun tiap 100.000 anak berusia kurang dari 14 tahun, dengan perbandingan anak laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Data yang diperoleh dari luar negeri menunjukkan duapertiga kasus SN dijumpai pada anak dengan usia kurang dari 5 tahun.1,2

Mayoritas kasus anak dengan SN menderita tipe idiopatik atau primer (90%) yang tidak disertai penyakit sistemik dan kelainan glomerulus yang disebabkan kelainan/lesi minimal dengan angka delapan puluh lima persen. SN idiopatik merupakan kelainan kronis yang sering mengalami kekambuhan (relapse). SN idiopatik dapat diklasifikasikan sesuai dengan kriteria kekambuhan; penderita yang mengalami kekambuhan≤3 kali dalam satu tahun disebut sebagai infrequent relapse/kekambuhan jarang, sementara penderita dengan kekambuhan≥4 kali dalam satu tahun disebut sebagai frequent relapse/kekambuhan sering. International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) melaporkan bahwa insidensi relaps dapat mencapai 76-90% dengan persentase frequent relapse mencapai 60%. Sementara di Indonesia didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan di Departemen Kesehatan Anak RSUP Soetomo Surabaya, didapatkan prevalensi angka kejadian kekambuhan mencapai 63,6% terdiri dari infrequent relapse(50,5%) danfrequent relapse (13,3%).1,3

Kekambuhan terus-menerus pada anak penderita SN dapat menimbulkan masalah besar pada kesehatan anak baik dalam hal kualitas hidup, proses tumbuh-kembang, maupun dampak


(15)

2

efek samping dari pengobatan steroid dalam jangka waktu panjang. Oleh karena itu, penegakkan diagnosis yang tepat dan cepat penting untuk menentukan penatalaksanaan holistik pada anak dengan SN sehingga risiko kekambuhan dapat ditekan.

Studi mengenai SN pada anak sebenarnya telah banyak dilakukan di berbagai negara terutama di negara-negara dengan angka prevalensi kejadian SN serta kekambuhannya yang tinggi termasuk di Indonesia, seperti studi yang dilakukan oleh M. Sjaifullah Noer (2005) mengenaiPredictors of Relapse in Steroid-Sensitive Nephrotic Syndrome dan M.N Sarkeret al (2012) mengenai Risk Factors for Relapse in Childhood Nephrotic Syndrome A Hospital Based Retrospective Study.1,4

Banyaknya penelitian serta tingginya antusiasme peneliti-peneliti untuk mengidentifikasi SN pada anak didasarkan karena tingginya angka morbiditas anak penderita SN. Namun studi-studi tersebut dimungkinkan belum cukup memberikan informasi yang menyeluruh mengenai SN pada anak, karena kebanyakan studi hanya menggunakan data yang diperoleh dari satu departemen/center di rumah sakit tertentu. Oleh sebab itu, peneliti merasa penting untuk mengidentifikasi varian data dari gambaran karakteristik populasi yang berbeda terutama pada pasien SN di Poliklinik Anak RSUP Fatmawati. Sehingga diharapkan hasil penelitian dapat melengkapi penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana gambaran karakteristik pasien sindrom nefrotik di poliklinik anak RSUP Fatmawati.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengidentifikasi karakteristik demografis, gambaran klinis ,dan laboratorium pada pasien sindrom nefrotik di Poliklinik Anak RSUP Fatmawati.


(16)

3

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui karakteristik usia pada pasien sindrom nefrotik di Poliklinik Anak RSUP Fatmawati.

2. Mengetahui karakteristik jenis kelamin pada pasien sindrom nefrotik di Poliklinik Anak RSUP Fatmawati.

3. Mengetahui gambaran manifestasi klinis infeksi pada pasien sindrom nefrotik di Poliklinik Anak RSUP Fatmawati.

4. Mengetahui gambaran manifestasi klinis hipertensi pada pasien sindrom nefrotik di Poliklinik Anak RSUP Fatmawati.

5. Mengetahui gambaran manifestasi klinis hematuria pada pasien sindrom nefrotik di Poliklinik Anak RSUP Fatmawati.

6. Mengetahui gambaran keluhan utama yang dijumpai pada pasien sindrom nefrotik di Poliklinik Anak RSUP Fatmawati.

7. Mengetahui gambaran karakteristik respon pengobatan steroid pada pasien sindrom nefrotik di Poliklinik Anak RSUP Fatmawati.

8. Mengetahui gambaran kekambuhan pada pasien sindrom nefrotik di Poliklinik Anak RSUP Fatmawati.


(17)

4

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti

• Sebagai salah satu syarat menyelesaikan program studi pendidikan dokter untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran.

• Sebagai media pembelajaran dan untuk menambah pengetahuan mengenai penelitian dalam bidang kedokteran serta profil sindrom nefrotik di Poliklinik Anak RSUP Fatmawati.

1.4.2 Bagi Institusi

• Menjadi referensi penelitian Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

• Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan para klinisi untuk mengidentifikasi anak penderita sindrom nefrotik.

1.4.3 Bagi Pendidikan

• Menjadi sumber informasi yang memiliki dasar bukti ilmiah mengenai profil sindrom nefrotik di Poliklinik Anak RSUP Fatmawati.

• Menjadi pembelajaran dalam melakukan penelitian terutama di bidang kedokteran

1.4.3 Bagi Masyarakat

Memberikan informasi bagi masyarakat luas mengenai profil sindrom nefrotik pada anak.


(18)

(19)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Sindrom Nefrotik

Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan kumpulan gejala yang terdiri atas proteinuria masif, hipoalbuminemia, edema, dan dapat disertai hiperkolesterolemia.2

2.2 Etiologi Sindrom Nefrotik

Setiap penyakit yang menyebabkan perubahan fisiologi glomerulus sehingga mengakibatkan bocornya albumin plasma ke ruang Bowman dalam jumlah masif dan cukup lama dapat menimbulkan sindrom nefrotik. Terdapat tiga penyebab SN pada anak antara lain2:

1. Kelainan glomerulus akibat kelainan bawaan saat lahir disebut SN kongenital. Umumnya kasus SN tipe Finlandia yang diturunkan secara autosomal resesif. 2. Penyakit glomerulus primer, penyakit terbatas hanya pada glomerulus sehingga

disebut sebagai SN primer atau idiopatik.

3. Penyakit sistemik dengan ginjal sebagai salah satu organ yang mengikuti penyakit antara lain lupus eritematosus sistemik (LES), purpura Henoch-Schӧ nlein, amiloidosis dan infeksi dengan HIV, parvovirus B19, serta hepatitis B atau C sehingga disebut sebagai SN sekunder.

2.3 Klasifikasi Sindrom Nefrotik

Klasifikasi yang dianjurkan oleh Studi International mengenai penyakit ginjal pada Anak/International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) didasarkan pada gambaran histopatologi hasil penemuan biopsi dan temuan klinis pada SN dengan kelainan glomerulus primer seperti yang tertera di bawah ini2,5;

1. Kelainan minimal (SNKM) 2. Glomerulosklerosis (GS)


(20)

6

a. Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) b. Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)

3. Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD) 4. Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif 5. Glomerulonefritis kresentik (GNK)

6. Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP) a. GNMP tipe I dengan deposit subendotelial b. GNMP tipe II dengan deposit intramembran

c. GNMP tipe III dengan deposit transmembran/subepitelial 7. Glomerulopati membranosa (GM)

8. Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)

Selain itu terdapat klasifikasi lain yang didasarkan pada respons terhadap pengobatan steroid lebih sering digunakan untuk menentukan prognosis dibandingkan klasifikasi berdasarkan patologi anatomi. Kelompok klasifikasi respons klinis steroid yang termasuk dalam SN primer atau idiopatik antara lain6:

1. SN Sensitif Steroid 2. SN Resisten Steroid 2.4 Patogenesis Sindrom Nefrotik

Mekanisme patogenesis yang dianggap terjadi pada SN dapat dibagi menjadi 3 kelompok besar, (1) akibat proses imunologis dengan faktor lingkungan serta endogen yang berperan sebagai faktor pencetus dan risiko yang memperberat kelainan glomerulus, (2) akibat kelainan biokimiawi, biasa pada kelainan kongenital seperti gangguan metabolisme protein, lipid, dan karbohidrat yang diturunkan secara genetik, (3) akibat kelainan hemodinamik yang mengganggu integritas sirkulasi kapiler glomerulus.2,7,8-10

Pada dasarnya ketiga proses tersebut menimbulkan gangguan integritas fungsi kapiler glomerulus sehingga menyebabkan gangguan sawar selektif terhadap muatannya, besarnya molekul menimbulkan gejala proteinuria. Faktor lingkungan seperti infeksi atau konsumsi obat-obatan tertentu dapat berperan sebagai pencetus dan ikut menimbulkan kelainan glomerulus. Sementara faktor-faktor endogen seperti autoantibodi, kompleks imun bersirkulasi, fragmen


(21)

7

komplemen reaktif dan protein koagulan dapat berperan sebagai faktor pencetus serta berperan dalam menentukan karakter, luasnya, dan waktu terjadi kelainan. Mengenai proses imunologis dapat disebutkan bahwa leukosit polimorfonukleus, monosit, limfosit B, trombosit, aktivitas jalur komplemen klasik dan alternatif, koagulasi, prostaglandin, kinin, angiotensin II, histamin, faktor agregasi trombosit, interferon, interleukin, dan metabolit oksigen toksik, semua ikut menentukan timbulnya gejala pada kelainan.2,8-13

Pada saat ini patogenesis dasar timbulnya SN yang banyak dipakai ialah terutama berdasarkan kelainan imunologis. Mekanisme reaksi antibodi antigen glomerulus endogen yang ditemukan pada membran basal dan membentuk deposit linier atau granuler bergantung pada distribusi lokal merupakan proses yang mempunyai dasar patogenesis penting. Antigen yang ditemukan mengendap pada membran basal tersebut bukan berasal dari jaringan ginjal itu sendiri (antigen nonrenal). Deposit granuler pada kerusakan glomerulus jenis kompleks imun sebenarnya merupakan hasil reaksi in situ antara antibodi dan antigen non-renal yang terikat pada permukaan glomerulus bukan karena terperangkapnya kompleks imun yang ditemukan pada sirkulasi. Beberapa faktor yang berperan dalam mekanisme tersebut ialah besarnya ukuran kompleks imun, muatan sawar glomerulus, dan perbedaan daya difusi.2,7,8,11

Gambar 2.1 Beberapa kemungkinan reaksi imun antigen glomerulus yang dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding kapiler (Couser dan Salant, 1982)10


(22)

8

2.5 Patofisiologi Sindrom Nefrotik 2.5.1 Proteinuria

Proteinuria merupakan salah satu kelainan utama pada SN. Secara klinis merupakan kelainan yang paling penting dalam penegakkan diagnosis SN, oleh karena itu proteinuria pada SN dinyatakan “berat” untuk membedakannya dengan kelainan

proteinuria lain yang bukan disebabkan oleh SN. Proteinuria berat telah ditetapkan dengan batasan > 40 mg/m2LPB/jam.2,7

A. Selektivitas protein

Kelainan dasar glomerulus menentukan variasi jenis protein yang diekskresikan pada penderita SN. Pada SNKM proteinuria yang terjadi bersifat selektif karena hampir seluruhnya terdiri dari albumin. Sementara pada SN dengan kelainan glomerulus lain didapatkan proteinuria non-selektif, dengan jenis protein yang diekskresi terdiri atas campuran albumin dan protein dengan berat molekul (BM) besar. Derajat selektivitas proteinuria dapat ditetapkan dengan membagi rasio IgG urin terhadap plasma (BM 150.000) dengan rasio urin plasma transferin (BM 88.000). Rasio kurang dari 0,2 menunjukkan adanya proteinuria selektif, biasanya terdapat pada penderita SNKM dan responsif terhadap steroid. Namun pemeriksaan ini dianggap tidak efektif karena sangat bervariasi untuk membedakan penderita SN dan bukan SN.2,8-10,12,13

B. Perubahan pada filter kapiler glomerulus

Perubahan permeabilitas membran basal juga tergantung terhadap kelainan dasar glomerulus. Pada SNKM terdapat penurunan klirens semua protein netral dengan semua berat molekul, namun terdapat peningkatan klirens protein bermuatan negatif seperti albumin. Hal inilah yang mendasari kelainan utama SN berupa hilangnya sawar muatan negatif selektif. Namun pada SN dengan kelainan glomerulonefritis proliferatif klirens molekul kecil menurun dan molekul besar meningkat. Keadaan ini menunjukkan bahwa di samping


(23)

9

hilangnya sawar muatan negatif juga terdapat perubahan sawar ukuran celah pori atau kelainan dua-duanya.2,7,8,10

Proteoglikan sulfat heparan yang menimbulkan muatan negatif pada lamina rara interna dan eksterna merupakan sawar utama penghambat keluarnya molekul muatan negatif, seperti albumin. Dengan hilangnya proteoglikan sulfat heparan dengan heparatinase mengakibatkan timbulnya albuminuria.2,12,13

Di samping itu terdapat sialoprotein glomerulus yaitu suatu polianion yang terdapat pada tonjolan kaki sel epitel, tampaknya berperan sebagai muatan negatif yang penting untuk mengatur sel viseral epitel dan pemisahan tonjolan-tonjolan kaki sal epitel suatu protein dengan BM 140.000 disebut podocalyxin mengandung asam sialat terbanyak di daerah tersebut. pada SNKM, kandungan sialoprotein kembali normal sebagai respons pengobatan steroid.2,12,13

2.5.2 Hipoalbuminemia

Jumlah albumin ditentukan oleh proses sintesis oleh hepar dan pengeluaran dari akibat degradasi metabolik, ekskresi renal dan gastrointestinal. Pada anak dengan SN biasanya terdapat hubungan terbalik antara laju ekskresi protein urin dengan derajat hipoalbuminemia.2,7,8-10

Meningkatnya katabolisme albumin di tubulus renal dan menurunnya katabolisme ekstrarenal dapat menyebabkan keadaan laju katabolisme absolut yang normal atau menurun. Jadi pada keadaan hipoalbuminemia menetap, konsentrasi plasma yang rendah tampaknya disebabkan oleh meningkatnya ekskresi albumin dalam urin dan meningkatnya katabolisme fraksi pool albumin (terutama disebabkan karena peningkatan degradasi di dalam tubulus renal) yang melampaui daya sintesis hati.2,8-10 2.5.3 Kelainan metabolisme lemak

Pada pasien SN primer timbul hiperkolesterolemia dan hiperlipidemia terutama pada tipe kelainan SNKM. Umumnya terdapat korelasi terbalik antara konsentrasi albumin serum dan kolesterol. Sementara kadar trigliserida lebih bervariasi bahkan dapat normal pada pasien dengan hipoalbuminemia ringan. Pada pasien SN konsentrasi


(24)

10

lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL) dan lipoprotein densitas rendah (LDL) meningkat, dan terkadang sangat mencolok. Sementara lipoprotein densitas tinggi (HDL) umumnya normal meskipun rasio kolesterol-HDL terhadap kolesterol total tetap rendah. Hiperlipidemia dapat disebabkan akibat sintesis yang meningkat atau degradasi yang menurun. Bukti dapat menjelaskan kedua proses abnormal tersebut meningkatnya sintesis lipoprotein di hati, akan diikuti oleh peningkatan produksi albumin secara sekunder melalui jalur yang berdekatan. Namun peningkatan kadar lipid juga dapat terjadi pada kondisi laju sintesis albumin yang normal. Sementara penurunan degradasi dapat terjadi akibat menurunnya aktivitas lipase lipoprotein secara sekunder yang disebabkan hilangnya α-glikoprotein asam sebagai stimulan lipase. Pada dasarnya bila albumin serum kembali normal maka seharusnya kelainan lipid dapat kembali normal. Lipid dapat juga ditemukan dalam urin berbentuk titik lemak oval danmaltese cross.2 2.5.4 Edema

Terdapat beberapa teori yang dianggap dapat menjelaskan mekanisme timbulnya edema pada SN, yaitu underfilled theory dan overfilled theory. Karena proses pembentukan edema bersifat dinamis memungkinkan kedua proses dari dua teori berbeda berlangsung bersamaan atau pada waktu berlainan pada individu yang sama. Hal ini disebabkan karena kelainan glomerulus dapat timbul akibat lebih dari satu rangsangan.2,8-10

A.Underfilled theory

Teori klasik pembentukan edema adalah menurunnya tekanan onkotik intravaskular yang menyebabkan cairan merembes ke ruang interstisial. Dengan meningkatnya permeabilitas kapiler glomerulus, albumin keluar menimbulkan albuminuria dan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia akan menyebabkan turunnya tekanan onkotik koloid plasma intravaskular. Hal ini yag mendasari meningkatnya transudasi cairan melewati dinding kapiler dari ruang intravaskular ke ruang interstisial hingga menyebabkan kondisi edema.2,8-10,12,13 Sebagai akibat pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri dalam sirkulasi akan menurun dibanding volume sirkulasi efektif.


(25)

11

Penurunan tersebut merupakan stimulasi timbulnya retensi natrium dan air di renal. Kondisi itu ditujukan sebagai kompensasi sekunder tubuh untuk menjaga volume dan tekanan intravaskular tetap normal. Retensi cairan berkelanjutan menjaga volume plasma, akan mengencerkan protein plasma sehingga menurunkan tekanan onkotik plasma. Pada akhirnya akan mempercepat gerak cairan ke ruang interstisial yang justru memperberat edema hingga tercapai keseimbangan pada kondisi edema stabil.2,8-10

Berdasarkan teori ini diduga terjadi kenaikan kadar renin plasma dan aldosteron sekunder. Namun hal tersebut tidak ditemukan pada seluruh penderita SN.

Gambar2.2 Skema ‘underfilled theory’ (Webb dan Postlethwaite, 2003)8 B.Overfilled theory

Beberapa kondisi pada penderita SN ditemukan meningkatnya volume dengan penekanan aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron. Hal tersebut yang mendasari timbulnya konsep ini, retensi natrium renal dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer dan tidak bergantung pada stimulasi sitemik


(26)

12

perifer. Retensi ini yang mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan ekstraselular. Pembentukan edema sebagai akibat dari peristiwa overfilling cairan ke ruang interstisial. Teori ini dapat pula menjelaskan adanya volume plasma yang tinggi dengan kadar renin plasma dan aldosteron yang menurun secara sekunder terhadap kondisi hipervolemia.2,8-10,12,13

Gambar 2.3 Skema ‘overfilled theory’(Webb dan Postlethwaite, 2003)8

Selain gambaran dari dua teori di atas, Meltzer dkk mengusulkan bentuk patofisiologi edema dengan menggunakan istilah berbeda yaitu tipe nefrotik dan tipe nefritik. Tipe nefrotik ditandai dengan volume plasma rendah dan vasokontriksi perifer dengan kadar renin plasma dan aldosteron yang tinggi. Laju filtrasi glomerulus (LFG) masih baik meski dengan kadar albumin rendah yang biasanya terdapat pada SNKM. Karakteristik patofisiologi ini sesuai dengan teori klasik underfillled yaitu retensi natrium renal dan air sebagai fenomena sekunder. Tipe nefritik ditandai dengan volume plasma tinggi, tekanan darah tinggi dan kadar renin plasma serta aldosteron yang rendah kemudian dapat meningkat sesudah persediaan natrium habis. Biasanya tipe nefritik ditemukan pada glomerulonefritis kronik dengan LFG yang relatif rendah dan albumin plasma yang tinggi dibanding tipe nefrotik. Karakteristik patofisiologi tipe ini sesuai dengan teorioverfilledbahwa retensi natrium renal dan air merupakan fenomena primer intrarenal.2,8-10


(27)

13

2.6 Diagnosis Sindrom Nefrotik Kriteria diagnosis SN antara lain2,6:

1. Edema. Sebagai gejala klinis utama edema dapat terjadi mulai dari derajat ringan dengan pembengkakan tungkai atau kelopak mata sampai yang berat yaitu pembengkakan seluruh tubuh (anasarka). Umumnya timbul secara perlahan dan sering timbul di tungkai bawah yang kemudian menghilang pada malam hari dan berpindah ke daerah wajah atau kelopak mata yang terlihat pada pagi harinya. Edema perlahan-lahan menjalar ke tempat lain di tubuh sampai ke jaringan longgarnya seperti pada vulva atau skrotum. Dapat ditemukan asites yang cukup besar hingga menyebabkan mengganggu pernapasan.

2. Proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau ≥ 0,05 g/kgBB/hari atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik≥ 2 +).

3. Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL.

4. Dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg/dL. Pemeriksaan penujang yang dilakukan, antara lain2,5:

1. Urinalisis. Biakan urin dilakukan jika ada indikasi infeksi saluran kemih.

2. Uji kuantitatif protein urin, dapat menggunakan urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari.

3. Pemeriksaan darah a. Darah tepi lengkap.

b. Albumin dan kolesterol serum.

c. Ureum, kretinin, serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau Schwartz. d. Komplemen C3; bila dicurigai SN akibat Lupus Eritematosus sistemik

ditambah pemeriksaan dengan komplemen C4, ANA (Anti Nuclear Antibody), dan anti ds-DNA.


(28)

14

2.7 Penatalaksanaan Sindrom Nefrotik

Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit degan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diit, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi orang tua.6

Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan berikut : 1. Pengukuran berat badan dan tinggi badan.

2. Pengukuran tekanan darah.

3. Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik, seperti lupus eritematosus sistemik atau purpuraHenoch-Schӧ nlein.

4. Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun kecacingan. Setiap infeksi perlu dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi steroid dimulai.

5. Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH selama 6 bulan bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberikan obat antituberkulosis (OAT).

Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila terdapat edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal, atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas fisik disesuaikan dengan kemampuan pasien. Bila edema tidak berat, anak boleh sekolah.

2.7.1 Pengobatan dengan kortikosteroid A. Terapi inisial

Terapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi steroid sesuai dengan anjuran ISKDC adalah diberikan prednison 60 mg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/ hari) dalam dosis terbagi, untuk menginduksi remisi. Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi badan). Prednison dosis penuh (full dose) inisial diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi remisi dalam 4 minggu pertama, dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal), atau 1,5 mg/kgbb/hari, secaraalternating(selang sehari),


(29)

15

satu kali sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten steroid.6

B. Pengobatan SN relaps

Pengobatan SN relaps yaitu diberikan prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan dosis alternatingselama 4 minggu. Pada pasien SN remisi yang mengalami proteinuria kembali ≥ ++ tetapi tanpa edema, sebelum pemberian prednison, dicari lebih dahulu pemicunya, biasanya infeksi saluran nafas atas. Bila terdapat infeksi diberikan antibiotik 5-7 hari, dan bila kemudian proteinuria menghilang tidak perlu diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal ditemukan proteinuria ≥ ++ disertai edema, maka diagnosis relaps dapat ditegakkan, dan prednison mulai diberikan.6


(30)

6


(31)

1


(32)

18

2.10 Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Pengukuran Skala

Sindrom Nefrotik Idiopatik

Suatu kumpulan gejala yang terdiri dari ;

• Edema

• proteinuria masif (proteinuria > 40 mg/m2 LPB/jam atau ≥ 0,05 g/kgBB/hari

atau rasio

protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik ≥ 2 +)

• hipoalbuminemia (kadar albumin serum < 2,5 mg/dL)

• hiperkolesterolemia (kadar kolesterol > 220 mg/dL)

yang timbul tidak diakibatkan oleh penyakit sistemik maupun secara kongenital.

• Sesuai tertulis dalam rekam medis

• Diagnosis dibagi menjadi remisi, relaps (frequent dan infrequent)

berdasarkan anamnesis

kekambuhan serta respon pengobatan steroid (resisten, sensitif dan dependen)

• Remisi : proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu

• Relaps : proteinuria ≥ 2 + (proteinuria > 40 mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu

• Sindrom Nefrotik Frequent Relapse : relaps ≥ 2 x dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau ≥ 4 x dalam periode 1 tahun

• Sindrom Nefrotik Infrequent Relapse : relaps kurang dari 2 x dalam 6 bulan pertama setelah respon awal atau kurang dari 4 x per tahun pengamatan

• Dependen steroid : relaps 2 x berurutan pada saat dosis steroid diturunkan (alternating) atau


(33)

19

(lanjutan)

Variabel Definisi Cara Pengukuran Skala

dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan

• Resisten steroid : tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis pennuh (full dose) 2 mg/KgBB/hari selama 4 minggu

• Sensitif steroid : remisi terjadi pada pemberian prednison dosis penuh selama 4 minggu

Usia Usia pasien ketika

didiagnosis sindrom nefrotik

Sesuai tertulis dalam rekam medis Interval

Jenis kelamin Indikasi jenis kelamin ketika lahir sebagai :

• Laki-laki

• Perempuan

Sesuai tertulis dalam rekam medis Nominal

Infeksi • Infeksi saluran kemih (ISK) adalah keadaan bertumbuh dan berkembang biaknya kuman atau mikroba di dalam saluran kemih dalam jumlah yang bermakna

• Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernapasan

• Sesuai tertulis dalam rekam medis

• Diagnosis klinis ISK dapat ditegakkan pada anak dengan demam atau dengan keluhan gangguan berkemih seperti disuria, polakisuria, urgency, frequency, ngompol, nyeri pinggang disertai kelainan pada urinalisis seperti leukosituria, uji nitrit positif, leukosit esterase positif dan/atau disertai pemeriksaan standar baku


(34)

20

(lanjutan)

Variabel Definisi Cara Pengukuran Skala

oleh bakteri atau

virus yang

berlangsung sampai dengan 14 hari

diagnosis ISK dengan biakan urin

Hipertensi Rata-rata TD Sistolik dan Diastolik ≥ 95 persentil menurut umur, jenis kelamin dan tinggi badan pada pengukuran tiga kali berturut-turut

• Sesuai tertulis dalam rekam medis

• Menggunakan rekomendasi baku tekanan darah pada anak berdasarkanThe Fourth Report on the Diagnosis, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure in Children and Adolescents (The Fourth Report) tahun 2003

Nominal

Hematuria Adanya darah dalam urin. Hematuria makroskopis atau gross dapat terlihat secara kasat mata, sementara hematuria mikroskopis hanya dapat dideteksi dengan uji dipstick yang dipastikan dengan pemeriksaan mikroskop sedimen urin

• Sesuai tertulis dalam rekam medis

• Diagnosis hematuria dengan uji dipstick positif dan/atau disertai konfirmasi sedimen urin secara mikroskopis apabila paling sedikit dalam 3 kali pemeriksaan urinalisis dalam kurun waktu 2-3 minggu menunjukkan lebih dari 5 sel darah merah per lapang pandang besar


(35)

(36)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah studi deskriptif potong lintang. Dengan menggunakan data sekunder dari rekam medik pasien sindrom nefrotik yang diperoleh dari Poliklinik Anak dan Instalasi Rekam Medik dan Pusat Data Informasi (IRMPDI) Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di IRMPDI dan Poliklinik Anak Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta Selatan. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli–Agustus 2014. 3.3 Populasi dan Subjek Penelitian

Populasi target penelitian adalah semua pasien dengan sindrom nefrotik. Populasi terjangkau adalah semua pasien sindrom nefrotik rawat jalan di Poliklinik Anak RSUP Fatmawati. Sampel penelitian adalah populasi terjangkau yang telah memenuhi kriteria inklusi penelitian.

3.4 Besar Sampel Penelitian

Perkiraan besar minimal sampel pada penelitian deskriptif ini diambil berdasarkan rumus besar sampeldeskriptif kategorikuntuk menentukan jumlah sampel yang diperlukan.

n

=

dengan; n = jumlah besar sampel minimal

= deviat baku α, α= kesalahan tipe I P = proporsi kategori variabel yang diteliti

Q = 1–P


(37)

Pada penelitian ini, diasumsikan melalui judgement nilai P (prevalensi) sebesar 50% serta menetapkan kesalahan tipe I sebesar 5% sehingga= 1,96 dengan nilai presisi (d) 15%. Besar sampel yang diperoleh melalui perhitungan sebagai berikut. Dari perhitungan tersebut, jumlah sampel minimal yang diperoleh adalah 43.

3.5 Teknik Pemilihan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara Consecutive Sampling (Non-probablity Sampling) dari data tahun yang paling aktual 2014 dimulai dari bulan Juli retrospektif ke belakang hingga data bulan Januari tahun 2011.

3.6 Identifikasi Variabel Variabel bebas terdiri dari :

1. karakteristik : usia dan jenis kelamin

2. Manifestasi klinis : infeksi, hipertensi, hematuria, keluhan utama 3. gambaran karakteristik respon pengobatan steroid

4. gambaran kekambuhan

Variabel tergantung adalah Sindrom Nefrotik. 3.7 Kriteria Subjek Penelitian

Kriteria inklusi subjek penelitian :

Rekam medik pasien sindrom nefrotik yang didiagnosis tipe idiopatik. Kriteria eksklusi subjek penelitian :

1. Rekam medik pasien sindrom nefrotik yang didiagnosis tipe kongenital.

2. Rekam medik pasien sindrom nefrotik yang didiagnosis tipe sekunder akibat penyakit sistemik.


(38)

3.9 Cara Kerja Penelitian

Data sekunder dikumpulkan berdasarkan catatan rekam medik lengkap sesuai kebutuhan yang berisi keterangan mencakup data status lengkap pasien, anamnesis, hasil pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium penunjang. Pengambilan data rekam medis pasien sindrom nefrotik dimulai Juli – Agustus 2014, jumlah sampel yang diambil akan dibatasi oleh jadwal pelaksanaan penelitian.

3.10 Alur Penelitian

3.11 Pengelolaan dan Analisis Data

Pengolahan, analisis serta penyajian data sekunder yang telah terkumpul menggunakan program SPSS 17.0 for windows. Analisis data dilakukan menggunakan analisis univariat. Semua data akan diolah menggunakan analisis statistik univariat yang bersifat deskriptif untuk mengetahui distribusi frekuensi serta persentase setiap variabel yang diteliti.


(39)

3.12 Etika Penelitian

Ethical clearance penelitian ini telah diajukan kepada Panitia Etik Penelitian Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati. Semua data yang didapat dari rekam medis yang digunakan sebagai sampel penelitian akan dijaga kerahasiaannya.


(40)

(41)

2 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Karakteristik Demografis Subjek Penelitian

Berdasarkan data yang diperoleh selama periode 4 tahun terhitung mulai Januari 2011 sampai Juli 2014 pasien sindrom nefrotik yang ditangani di Poliklinik Anak RSUP Fatmawati tercatat sebanyak 64 kasus. Gambaran karakteristik demografis yang disajikan dalam penelitian ini meliputi usia dan jenis kelamin pasien.

Tabel 4.1 Karakteristik demografis pasien sindrom nefrotik

Karakteristik Jumlah Persentase (%)

Usia 1-4 tahun 40 62,5

5-9 tahun 13 20,3

≥ 10 tahun 11 17,2

Jenis Kelamin

Laki-laki 37 57,8

Perempuan 27 42,2

Total 64 (100%) 64 100

Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rekam Medik dan Poliklinik Anak Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta Selatan. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli–Agustus 2014. Dari gambaran distribusi demografis pasien sindrom nefrotik di poliklinik anak diketahui mayoritas 40 anak (62,5%) berada pada kelompok usia 1-4 tahun, rentang usia pasien antara 1 tahun sampai 15 tahun dengan median 3 tahun. Sementara jumlah pasien berjenis kelamin laki-laki sebanyak 37 anak (57,8%) dan pasien perempuan sebanyak 27 anak (42,2%).


(42)

26

4.1.2 Gambaran Klinis Subjek Penelitian

Pada gambaran klinis diketahui bahwa sebagian besar pasien datang dengan keluhan awal berupa gejala klinis edema 61 anak (95,3%), demam 1 anak (1,6%), dan kejang 2 anak (3,1%).

Tabel 4.2 Keluhan utama pasien

Keluhan utama Jumlah Persentase (%)

Demam 1 1,6

Edema 61 95,3

Kejang 2 3,1

Total 64 100

Selain itu sebagian besar pasien yang diobservasi mengalami gejala klinis berupa hipertensi, hematuria dan infeksi saat onset sindrom nefrotik.

Tabel 4.3 Gambaran klinis yang ditemukan pada pasien

Manifestasi klinis Ya Persentase (%) Tidak Persentase (%)

Hipertensi 48 75 16 25

Hematuria 33 51,6 31 48,4

Infeksi 55 85,9 9 14,1

Pasien sindrom nefrotik yang mengalami hipertensi sebanyak 48 anak (75%) dan pasien yang mengalami hematuria sebanyak 33 anak (51,6%). Sementara frekuensi infeksi pada pasien ditemukan sebanyak 55 anak (85,9%), dengan frekuensi tipe infeksi terbanyak adalah infeksi saluran napas atas (ISPA) dan infeksi saluran kemih (ISK) dengan jumlah masing-masing 36 anak (65,4%) dan 8 anak (14,8%).


(43)

27

Tabel 4.4 Frekuensi dan tipe infeksi pada pasien sindrom nefrotik

Tipe Jumlah Persentase (%)

Dengan infeksi Diare 1 1,8

Filariasis 1 1,8

ISK 8 14,8

ISK + Selulitis 1 1,8

ISK + ISPA 5 9

ISPA 36 65,4

ISPA + OMA 1 1,8

Tuberkulosis 1 1,8

Peritonitis 1 1,8

Total 55 100

4.1.3 Gambaran Pasien Sindrom Nefrotik

Berdasarkan respon terhadap pengobatan dengan steroid ditemukan bahwa sebagian besar pasien sindrom nefrotik sensitif terhadap pengobatan steroid dengan frekuensi sebanyak 43 anak (67,2%) dan pasien sindrom nefrotik dependen steroid sebanyak 7 anak (10,9%). Sementara pasien yang mengalami resistensi terhadap pengobatan dengan kortikosteroid sebanyak 14 anak (21,9%).

Tabel 4.5 Gambaran respon pengobatan steroid

Respon pengobatan Jumlah Persentase (%)

Sensitif 43 67,2

Dependen 7 10,9

Resisten 14 21,9

Total 64 100

Berdasarkan kekambuhan/relaps sindrom nefrotik, pada penelitian ini diketahui jumlah pasien mengalami kekambuhan 55 anak (85,9%) baik frekuensi sering maupun


(44)

28

jarang dengan jumlah masing-masing 37 anak (57,8%) dan 18 anak (28,1%). Sementara pasien yang tidak mengalami kekambuhan diketahui sebanyak 9 anak (14,1%).

Tabel 4.6 Gambaran kekambuhan/relaps pasien sindrom nefroik

Frekuensi kekambuhan Jumlah Persentase (%)

Relaps Sering 37 57,8

Jarang 18 28,1

Non-relaps 9 14,1

Total 64 100

4.2 Pembahasan

Prevalensi sindrom nefrotik di Indonesia dilaporkan terjadi 6 kasus per-tahun tiap 100.000 anak berusia kurang dari 14 tahun, dengan perbandingan anak laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Pada penelitian ini diketahui bahwa sebagian pasien sindrom nefrotik berada di kelompok usia 1-4 tahun dengan jumlah 40 (62,5%). Hal tersebut berbeda dengan penelitian Nilawati GAP (2012) di RSUP Sanglah Denpasar yang melaporkan distribusi pasien sindrom nefrotik berdasarkan kelompok usia dengan jumlah tertinggi 52 (76,4%) terdapat pada kelompok usia 5-9 tahun. Sementara hasil sesuai ditujukan pada penelitian Rahi K dkk (2009) yang melaporkan distribusi usia pada kelompok 1-5 tahun merupakan kelompok dengan presentase angka kejadian sindrom nefrotik tertinggi dengan jumlah 64 (53,3%). Penelitian lain yang mendukung hasil yang sesuai juga didapatkan pada penelitian Sarker Mst.N dkk (2012) dan Noer MS (2005) masing-masing melaporkan kejadian sindrom nefrotik tertinggi pada kelompok usia≤ 6 tahun dengan jumlah 67 anak (67%) dan 59 anak (59,6%).1,4,14,15

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan jenis kelamin sebagian besar pasien sindrom nefrotik merupakan anak laki-laki 37 (57,8%) dengan perbandingan laki-laki dan perempuan berkisar 1,4:1. Pada penelitian lain Nilawati GAP (2012) didapatkan kecenderungan serupa dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan berkisar 3:1 dengan presentase jenis kelamin laki-laki 50 (73,5%). Penelitian lain yang medukung hasil sesuai juga dilaporkan olen Rahi K dkk (2009) dan Constantinescu AR dkk (2000) masing-masing melaporkan


(45)

29

presentase pasien sindrom nefrotik berjenis kelamin laki-laki 73 (60,83%) dengan rasio 1,5:1 dan 38 (67,9%) dengan rasio 1,8:1.4,14-17

Gambaran klinis berupa keluhan utama dan gejala klinis lain yang menyertai pada pasien sindrom nefrotik biasanya berupa edema yang timbul secara lokal saat permulaan terutama di sekitar preorbita dan pretibia, namun secara progresif dapat menyebabkan edema yang bersifat anasarka. Pada penelitian ini, didapatkan hampir keseluruhan pasien datang akibat keluhan timbulnya edema 61 (95,3%) sementara beberapa pasien datang dengan keluhan lain yang dapat timbul diakibatkan komplikasi dari sindrom nefrotik diantaranya kejang 2 (3,1%) dan demam 1 (1,6%). Hal serupa dilaporkan oleh Nilawati GAP (2012) pada sebagian besar pasien datang dengan keluhan bengkak 62 (91%) dan yang lainnya datang dengan keluhan demam, kejang, dan syok.14

Gejala lain yang timbul menyertai keluhan utama yang ditemukan pada sebagian besar pasien antara lain hipertensi 48 (75%), hematuria 33 (51,6%), dan infeksi 55 (85,9%). Gejala-gejala klinis tersebut dapat dihubungkan dengan kecenderungan kejadian dan frekuensi kekambuhan/relaps.

Manifestasi klinis hipertensi yang ditemukan pada sebagian besar pasien (75%) berbeda dengan hasil penelitian Subandiyah K (2004) yang melaporkan kejadian hipertensi pada pasien sindrom nefrotik sebesar 25 (27,47%). Penelitian Noer MS (2005) juga menunjukkan angka presentase kejadian yang rendah yaitu 22,2% pasien sindrom nefrotik mengalami hipertensi. Sementara Wisata L (2010) menemukan hipertensi pada 33 (43,42%) pasien.1,18,19

Dari hasil penelitian didapatkan 51,6% pasien menimbulkan menifestasi klinis berupa hematuria, hal tersebut menunjukkan angka yang lebih tinggi dibanding dengan laporan penelitian Constantinescu AR dkk (2000) yang mencatat 26 (46,4%) pasien sindrom nefrotik mengalami hematuria. Presentase kejadian hematuria lebih kecil lagi ditunjukkan oleh Subandiyah K (2004) yang mencatat hanya sebesar 39 (42,85%). Perbedaan terlihat dari hasil penelitian Wisata L (2010) yang mencatat sebesar 59 (77,63%) pasien menunjukkan manifestasi klinis hematuria.16,18,19

Pada penelitian ini ditemukan sebagian besar pasien sindrom nefrotik mengalami komplikasi infeksi dengan tipe infeksi yang paling sering ditemukan pada pasien adalah infeksi


(46)

30

saluran pernapasan atas dan infeksi saluran kemih dengan jumlah masing-masing 36 (65,4%) dan 8 (14,8%). Secara umum gambaran frekuensi infeksi sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Subandiyah K (2004) yang melaporkan presentase kejadian infeksi sebesar 69,19% dan mayoritas dari total pasien dengan infeksi menderita ISPA (34,1%) dan ISK (28,6%). Temuan tersebut serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan Moorani KN (2011), dalam penelitian tersebut didapatkan hasil kejadian ISPA dan ISK pada pasien sindrom nefrotik adalah 200 anak (54,49%) dan 82 anak (22,34%). Hasil penelitian lain yang berbeda dilaporkan oleh Sarker Mst.N dkk (2012) yang mencatat presentase tipe infeksi terbanyak yang diderita pasien sindrom nefrotik adalah ISK 22 anak (44%) dan ISPA 17 anak (34%). Namun hasil berbeda ditunjukkan oleh Gulati S dkk yang melaporkan kejadian ISPA pada pasien hanya sebesar 5,2%.4,18,20,21

Gambaran pasien sindrom nefrotik berdasarkan responnya terhadap pengobatan dengan steroid dan kekambuhannya. Pada penelitian ini didapatkan presentase respon sensitif sebesar 67,2%, hasil tersebut lebih rendah dibanding penelitian Nilawati GAP (2012) yang melaporkan presentase respon sensitif sebesar 85,2%. Sementara berdasarkan kekambuhannya, pada penelitian ini didapatkan 55 (85,9%) pasien mengalami kekambuhan/relaps dengan rincian presentase frekuensi sering 57,8% dan frekuensi jarang 28,1%. Hasil tersebut berbeda dengan penelitian Noer MS (2005) di RSUP Soetomo Surabaya, yang mendapatkan presentase kekambuhan/relaps sebesar 63,6% dengan rincian kambuh/relaps sering dan jarang masing-masing 13,3% dan 50,5%.1,14


(47)

31

4.3 Keterbatasan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini terdapat beberapa kekurangan akibat keterbatasan penelitian antara lain :

1. Pelaksanaansamplingdibatasi oleh waktu penelitian.

2. Keterbatasan memperoleh sampel yang diambil dari data rekam medik.

3. Tidak semua data yang diperoleh lengkap mencakup seluruh variabel yang ingin diteliti. 4. Desain penelitian terbatas.

Pola waktu potong-lintang dengan uji statistik deskriptif observasional, oleh karena itu pada penelitian ini hanya didapatkan hasil berupa gambaran karakteristik tanpa mengetahui hubungan kausalitas antar variabel yang diteliti.


(48)

(49)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Angka kejadian tertinggi pasien sindrom nefrotik di Poliklinik Anak RSUP Fatmawati terdapat pada kelompok usia 1-4 tahun dengan persentase sebesar 62,5%.

2. Jenis kelamin dengan angka kejadian sindrom nefrotik terbanyak di Poliklinik Anak RSUP Fatmawati adalah jenis kelamin laki-laki dengan persentase sebesar 57,8%.

3. Keluhan utama terbanyak pada pasien sindrom nefrotik di Poliklinik Anak RSUP Fatmawati adalah edema dengan persentase sebesar 95,3%.

4. Persentase angka kejadian hipertensi pada pasien sindrom nefrotik di Poliklinik Anak RSUP Fatmawati adalah 75%.

5. Persentase angka kejadian hematuria pada pasien sindrom nefrotik di Poliklinik Anak RSUP Fatmawati adalah 51,6%.

6. Persentase angka kejadian infeksi pada pasien sindrom nefrotik di Poliklinik Anak RSUP Fatmawati adalah 85,9%, dan tipe infeksi terbanyak adalah ISPA dengan persentase sebesar 56,3% dari total pasien sindrom nefrotik dengan gejala infeksi.

7. Respon terhadap pengobatan inisial dengan steroid terbanyak yang ditunjukkan pasien sindrom nefrotik di Poliklinik Anak RSUP Fatmawati adalah respon sensitif steroid dengan persentase sebesar 67,2%

8. Persentase angka kejadian kekambuhan/relaps pada pasein sindrom nefrotik di RSUP Fatmawati adalah sebesar 85,9%, dengan kecenderungan mengalami tipe kekambuhan/relaps frekuensi sering dengan persentase sebesar 57,8% dari total pasien sindrom nefrotik yang mengalami kekambuhan/relaps.


(50)

5.2 Saran

Berdasarkan keterbatasan penelitian, maka peneliti memberikan saran untuk :

1. Penelitian ini dapat dikembangkan menjadi penelitian lain untuk mengetahui hubungan kausalitas antar variabel dependen dan independen sebagai faktor risiko dengan menggunakan analisis bivariat maupun multivariat.

2. Pengambilan sampel terutama bagi penelitian mengenai sindrom nefrotik di RSUP Fatmawati, sebaiknya tidak dibatasi oleh waktu penelitian. Hal tersebut dikarenakan sedikitnya kasus baru sindrom nefrotik per tahun dan jumlah sampel minimal yang dibutuhkan untuk pengolahan data secara bivariat atau multivariat yang besar.


(51)

(52)

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Noer MS. Predictors of relapse in steroid-sensitive nephrotic syndrome.Southeast Asian J Trop Med Public Health2005;36:1313-20.

2. Wila Wirya, IGN. Sindrom Nefrotik. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, Penyunting. Buku ajar nefrologi anak 2nd ed. Jakarta: Balai Penerbitan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002. h:381-426.

3. The International Study of Kidney Disease in Children. Early identificationof frequent relapser among children with minimal change nephrotic syndrome. J Pediatr 1982;101:514-8.

4. Sarker MN, Islam MMSU, Saad T, Shoma FN, Sharmin LS, Khan HA, et al. Risk factor for relapse in childhood nephrotic syndrome – a hospital based retrospective study. Faridpur Med Coll J2012;7:18-22.

5. The International Study of Kidney Disease in Children. Nephrotic syndrome in children. Prediction of histopathology from clinical and laboratics at time of diagnosis.Kidney Int 1978;13:159.

6. Trihono PP, Alatas H, Tambunan T, Pardede SO. Konsensus tata laksana sindrom nefrotik idiopatik pada anak, ed. 2. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Badan Penertbit IDAI; 2012. h:1-22.

7. Vogt BA, Avner ED. Condition Particularly Associated With Proteinuria. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics, ed. 17. Philadelphia: Saunders. 2004. h:2188-95.

8. Haycock, Goerge. The child with idiopathic nephrotic syndrome. Dalam: Webb N, Postlethwaite R, penyunting. Clinical paediatric nephrology, 3rd ed. Oxford: Oxford University Press, 2003. h:1-520. h:341-66.

9. Tulassay T, penyunting. The nephrotic syndrome. Dalam: European society for paediatric nephrology handbook. ESPN, 2002. h:247-62.

10. Clark AG, Barrat TM. Nephrotic Syndrome. Dalam: Barrat TM, Avner ED, Harmon WE, penyunting. Pediatric nephrology, 4th ed. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins, 1999. h:731-77.

11. Roth KS, Amaker BH, Chan JCM. Nephrotic syndrome : pathogenesis and management.Paediatrics in Review2002;23:237-47.


(53)

12. Eddy AA, Symons JM. Nephrotic syndrome in childhood.The Lancet2003;362:629-39. 13. Bagga A, Mantan M. Nephrotic syndrome in children. Indian J Med Res

2005;122:13-28.

14. Nilawati, GAP. Profil sindrom nefrotik pada ruang perawatan anak RSUP Sanglah Denpasar.Sari Pediatri2012;14:269-72.

15. Rahi K, Al-Badri AAS, Salih BJ, Hasan FO. Childhood nephrotic syndrome, frequent and infrequent relapses and risk factors for relapse. The Iraqi Postgraduate Medical Journal2009;8:291-5.

16. Constantinescu AR, Shah HB, Foote EF, Weiss LS. Predicting first-year relapses in children with nephrotic syndrome.Pediatrics2000;105:492-5.

17. Andersen RF, Thrane N, Noergaard K, Rytter L, Jespersen B, et al. Early age at debut is a predictor of steroid-dependent and frequent relapsing nephrotic syndrome. Pediatr Nephrol2010;25:1299-1304.

18. Subandiyah, Krisni. Outcome sindrom nefrotik pada anak - penelitian prospektif studi cohort.Jurnal Kedokteran Brawijaya2004;20:147-51.

19. Wisata L, Prasetyo D, Hilmanto D. Perbedaan aspek klinis sindrom nefrotik resiten steroid dan sensitif steroid pada anak.Maj Kedokt Indon2010;60:559-63.

20. Moorani, Khemchand N. Infection are common cause of relapse in children with nephrotic syndrome.Pak Paed J2011;35:213-9.

21. Gulati S, Kher V, Gupta A, et al. Spectrum of infection indian children with nephrotic syndrome.Pediatr Nephrol1995;9:431-4.


(54)

6 LAMPIRAN


(55)

(56)

8 (lanjutan)


(1)

(2)

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Noer MS. Predictors of relapse in steroid-sensitive nephrotic syndrome.Southeast Asian J Trop Med Public Health2005;36:1313-20.

2. Wila Wirya, IGN. Sindrom Nefrotik. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, Penyunting. Buku ajar nefrologi anak 2nd ed. Jakarta: Balai Penerbitan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002. h:381-426.

3. The International Study of Kidney Disease in Children. Early identificationof frequent relapser among children with minimal change nephrotic syndrome. J Pediatr

1982;101:514-8.

4. Sarker MN, Islam MMSU, Saad T, Shoma FN, Sharmin LS, Khan HA, et al. Risk factor for relapse in childhood nephrotic syndrome – a hospital based retrospective study.

Faridpur Med Coll J2012;7:18-22.

5. The International Study of Kidney Disease in Children. Nephrotic syndrome in children. Prediction of histopathology from clinical and laboratics at time of diagnosis.Kidney Int

1978;13:159.

6. Trihono PP, Alatas H, Tambunan T, Pardede SO. Konsensus tata laksana sindrom nefrotik idiopatik pada anak, ed. 2. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Badan Penertbit IDAI; 2012. h:1-22.

7. Vogt BA, Avner ED. Condition Particularly Associated With Proteinuria. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics, ed. 17. Philadelphia: Saunders. 2004. h:2188-95.

8. Haycock, Goerge. The child with idiopathic nephrotic syndrome. Dalam: Webb N, Postlethwaite R, penyunting. Clinical paediatric nephrology, 3rd ed. Oxford: Oxford University Press, 2003. h:1-520. h:341-66.

9. Tulassay T, penyunting. The nephrotic syndrome. Dalam: European society for paediatric nephrology handbook. ESPN, 2002. h:247-62.

10. Clark AG, Barrat TM. Nephrotic Syndrome. Dalam: Barrat TM, Avner ED, Harmon WE, penyunting. Pediatric nephrology, 4th ed. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins, 1999. h:731-77.

11. Roth KS, Amaker BH, Chan JCM. Nephrotic syndrome : pathogenesis and management.Paediatrics in Review2002;23:237-47.


(3)

12. Eddy AA, Symons JM. Nephrotic syndrome in childhood.The Lancet2003;362:629-39. 13. Bagga A, Mantan M. Nephrotic syndrome in children. Indian J Med Res

2005;122:13-28.

14. Nilawati, GAP. Profil sindrom nefrotik pada ruang perawatan anak RSUP Sanglah Denpasar.Sari Pediatri2012;14:269-72.

15. Rahi K, Al-Badri AAS, Salih BJ, Hasan FO. Childhood nephrotic syndrome, frequent and infrequent relapses and risk factors for relapse. The Iraqi Postgraduate Medical Journal2009;8:291-5.

16. Constantinescu AR, Shah HB, Foote EF, Weiss LS. Predicting first-year relapses in children with nephrotic syndrome.Pediatrics2000;105:492-5.

17. Andersen RF, Thrane N, Noergaard K, Rytter L, Jespersen B, et al. Early age at debut is a predictor of steroid-dependent and frequent relapsing nephrotic syndrome. Pediatr Nephrol2010;25:1299-1304.

18. Subandiyah, Krisni. Outcome sindrom nefrotik pada anak - penelitian prospektif studi cohort.Jurnal Kedokteran Brawijaya2004;20:147-51.

19. Wisata L, Prasetyo D, Hilmanto D. Perbedaan aspek klinis sindrom nefrotik resiten steroid dan sensitif steroid pada anak.Maj Kedokt Indon2010;60:559-63.

20. Moorani, Khemchand N. Infection are common cause of relapse in children with nephrotic syndrome.Pak Paed J2011;35:213-9.

21. Gulati S, Kher V, Gupta A, et al. Spectrum of infection indian children with nephrotic syndrome.Pediatr Nephrol1995;9:431-4.


(4)

6 LAMPIRAN


(5)

(6)

8