Perumusan Masalah Latar Belakang Masalah

12 1. Dapat mengetahuidan lebih memahami problematika seputar nafkah yang menjadikan tanggung jawab suami dan diberikan kepada isteri dan nafkah iddah yang tidak diberikan oleh suami yang telah diperintahkan tetapi tidak diberikan oleh suami yang sepatutnya diberikan. 2. Dapat mengetahui hukum memberikan nafkah iddah yang telah ditetapkan oleh Al-Q ur’an dan sunnah. Manakala dapat menguasai mengenai nafkah iddah dengan lebih mendalam dan kenapa kewajiban nafkah iddah adalah tanggung jawab yang diberikan oleh suami. 3. Dapat menambah wawasan ilmu dalam wilayah kajian yang erat kaitannya dengan program studi Ahwal al-Syakhshiyyah dan menambah literatur kepustakaan.

D. Kerangka Teori

Talak adalah ikrar suami dalam sidang Pengadilan Agama yang mejadi salah satu sebab putusnya perkawinan sebagaimana dimaksud dalam pasal 129,130, dan 131 KHI.Dalam ajaran Islam, talak bagaikan pintu darurat yang merupakan jalan pintas untuk mengatasi kemelut rumah tangga, bila tidak ditemukan jalan lain untuk mengatasinya. Dengan demikian, pada dasarnya, ajaran Islam tidak menyukai terbukanya pintu darurat tersebut. Untuk menjaga agar pintu darurat itu benar-benar hanya digunakan pada situasi gawat darurat dalam kehidupan suami isteri, maka Al- Qur’an menetapkan, wewenang talak hanya berada pada tangan suami, yang pada umumnya, tidak seemosional seorang isteri dalam berbuat dan menentukan sikap. 13 Isteri yang telah bercerai dari suaminya masih mendapatkan hak-hak dari mantan suaminya diantaranya adalah: 1. Isteri yang dicerai dalam bentuk talak raj’i , hak yang diterimanya adalah penuh sebagaimana yang berlaku sebelum dicerai, baik dalam bentuk perbelanjaan untuk pangan, untuk pakaian dan juga tempat tinggal. 2. Isteri yang dicerai dalam bentuk talak ba’in, baik ba’in sughra atau ba’in kubra dan dia sedang hamil. Dalam hal ini ulama sepakat, bahwa dia berhak atas nafaqah dan tempat tinggal. 3. Hak isteri yang ditinggal mati oleh suaminya. Dalam hal isteri dalam keadaan hamil dia berhak atas nafkah dan tempat tinggal, namun bila siteri tidak dalam keadaan hamil ada yang mengatakan disuruh tinggal di rumah suaminya, dan ada juga ulama yang mengatakan berhak atas tempat tinggal, begitupun dalam pasal 152 KHI dan pasal 41 UU No.1 Tahun 1974, yaitu bekas isteri berhak mendapatkan nafkah dari bekas suaminya kecuali nusyuz. 12 Jadi pemberian nafkah oleh mantan suami kepada mantan isteri setelah percerian dimaksudkan agar isteri dapat memenuhi semua kebutuhan primernya selama masa iddah tanpa harus melanggar aturan-aturan iddah. Bila suami melalaikan kewajibannya maka akan timbul berbagai permasalahan, misalnya si anak putus sekolah, sehingga anak tersebut menjadi terlantar atau bahkan 12 Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqih Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan,Jakarta: Kencana,2009,Cet.3,h.322.