Merupakan bab yang terakhir dari penulisan ini meliputi kesimpulan dari

berarti pemberian yang wajib dilakukan oleh suami terhadap istrinya dalam masa perkawinannya. 3 Secara terminologi, Sayyid Sabiq dalam bukunya fiqh As-Sunnah menyebutkan nafkah merupakan hak istri dan anak-anak untuk mendapatkan makanan, pakian, dan kediaman serta beberapa kebutuhan pokok lainnya dan pengobatan, bahkan sekalipun si istri adalah seorang wanita yang kaya. Ada pula ulama yang yang berpendapat bahwa nafkah adalah hak istri yang merupakan kewajiban suami semenjak adanya hubungan atau ikatan untuk hidup bersama, yaitu pemberian nafkah dengan adil kepada istri menurut adat kebiasaan dan lingkungan masyarakat di mana istri tinggal. 4 Nafaqah adalah kewajiban suami yang harus dipikulnya terhadap istrinya. Nafaqah merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan suatu keluarga; tidak nyaman kehidupan keluarga tanpa ketiga hal tersebut. Hal yang telah disepakati oleh ulama kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi suami sebagai nafaqah adalah pangan, sandang dan papan. Ulama sepakat tentang kewajiban suami untuk memberi nafkah kepada istrinya berdasarkan dalil- dalil Al- Qur’an, mereka berbeda dalam menetapkan kapan secara hukum dimulai kewajiban nafaqah itu. Beda pendapat itu bermula dari beda pendapat mereka dalam hal apakah nafaqah itu diwajibkan karena semata melihat 3 Amir Syarifudun, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan , Jakarta: Kencana,2009 , Cet.Ke-3 , h.165. 4 A. Rahman I DJI, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah Syariah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002, Cet. Ke-1, h. 267. kepada akad nikah atau melihat kepada kehidupan suami istri yang memerlukan nafkah itu. Jumhur ulama termasuk ulama Syi’ah Imamiyah berpendapat bahwa nafaqah itu mulai diwajibkan semenjak dimulainya kehidupan rumah tangga, yaitu semenjak suami telah bergaul dengan istrinya, dalam arti istilah telah memberikan kemungkinan kepada suaminya untuk menggaulinya, yang dalam fiqih disebut dengan tamkin. Dengan semata terjadinya akad nikah belum ada kewajiban membayar nafkah. Berdasarakan pendapat ini bila setelah berlangsungnya akad nikah istri belum melakukan tamkin, karena keadaannnya ia belum berhak menerima nafaqah. al- Thusiy, V: 11 Golongan Zahiriyah berpendapat bahwa bagi mereka kewajiban nafaqah dimulai semenjak akad nikah, bukan dari tamkin, baik istri yang telah melangsungkan akad nikah itu memberi kesempatan kepada suaminya untuk digauli atau tidak, sudah dewasa atau masih kecil. Ibnu Hazmin: 249 Dasar pemikiran golongan ini ialah ayat-ayat Al- Qur’an maupun hadis Nabi yang mewajibkan suami membayar nafkah tidak menetapkan waktu. Dengan begitu bila seseorang telah menjadi suami, yaitu dengan berlangsungnya akad nikah, maka ia telah wajib membayar nafaqah tanpa melihat kepada keadaan istri. Inilah tuntutan zahir dari dalil yang mewajibkan nafaqah. 5 5 Amir Syarifudun, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan , Jakarta: Kencana,2009 , Cet.Ke-3, h. 168.