Tujuan Penelitian dan Manfaat

13 Isteri yang telah bercerai dari suaminya masih mendapatkan hak-hak dari mantan suaminya diantaranya adalah: 1. Isteri yang dicerai dalam bentuk talak raj’i , hak yang diterimanya adalah penuh sebagaimana yang berlaku sebelum dicerai, baik dalam bentuk perbelanjaan untuk pangan, untuk pakaian dan juga tempat tinggal. 2. Isteri yang dicerai dalam bentuk talak ba’in, baik ba’in sughra atau ba’in kubra dan dia sedang hamil. Dalam hal ini ulama sepakat, bahwa dia berhak atas nafaqah dan tempat tinggal. 3. Hak isteri yang ditinggal mati oleh suaminya. Dalam hal isteri dalam keadaan hamil dia berhak atas nafkah dan tempat tinggal, namun bila siteri tidak dalam keadaan hamil ada yang mengatakan disuruh tinggal di rumah suaminya, dan ada juga ulama yang mengatakan berhak atas tempat tinggal, begitupun dalam pasal 152 KHI dan pasal 41 UU No.1 Tahun 1974, yaitu bekas isteri berhak mendapatkan nafkah dari bekas suaminya kecuali nusyuz. 12 Jadi pemberian nafkah oleh mantan suami kepada mantan isteri setelah percerian dimaksudkan agar isteri dapat memenuhi semua kebutuhan primernya selama masa iddah tanpa harus melanggar aturan-aturan iddah. Bila suami melalaikan kewajibannya maka akan timbul berbagai permasalahan, misalnya si anak putus sekolah, sehingga anak tersebut menjadi terlantar atau bahkan 12 Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqih Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan,Jakarta: Kencana,2009,Cet.3,h.322. 14 menjadi gelandangan. Sedangkan mantan isterinya sendiri tidak menutup kemungkinanan akan terjerumus ke lembah hitam. 13 Undang-undang mengatur bahwa tugas pokok dari badan peradilan adalah menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya. Tugas lain daripada itu dapat diberikan kepadanya berdasarkan peraturan perundang-undangan. Putusan atau vonis dari pengadilan perdata memuat perintah dari pengadilan kepada pihak yang kalah untuk melakukan sesuatu atau memberikan sesuatu atau berbuat sesuatu atau melepaskan sesuatu atau menghukum sesuatu tertentu, perintah mana kalau tidak dituruti dengan sukarela dapat diperintahkan untuk dijalankan di eksekusi dengan kekerasan atau paksa.Jadi sifat dictumnya putusan adalah condemnatoir atau harus ada di antara bunyi dictumnya itu bersifat condemnatoir. Dikatakan bersifat condemnatoir adalah artinya menghukum salah satu pihak untuk melaksanakan sesuatu atau untuk menyerahkan sesuatu sebagaimana yang telah disebutkan dalam dictum atau amar putusan. Suatu putusan atau penetapan dikatakan mempunyai kekuatan mengikat ialah setelah ia in kracht, yaitu setelah habis upaya hukumnya. Tetapi walaupun putusan peradilan agama tersebut sudah in kracht, sepanjang dalam jenis-jenis perkara yang didapat di dalam Undang-undang No.1 tahun 1974 dan peraturan 13 M. Daud Ali, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakrta: PT.Raja Grafindo,Cet.6,h.125.