b. Jamur kuku
4. Pada tempat lain :
a. Luka infeksi pada tempat garukan
b. Cacingan Odang, 1995.
5.3. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan faeces dari 74 orang responden penelitian diketahui bahwa yang terinfeksi kecacingan lebih banyak yaitu 55 orang 74,3 dibandingkan dengan
yang tidak terinfeksi kecacingan yaitu sebanyak 19 orang 25,7. Berdasarkan jenis kelamin yang terbanyak terinfeksi kecacingan adalah jenis kelamin laki-laki yaitu 31 orang
72,1 dan perempuan sebanyak 24 orang 77,4 sedangkan yang tidak terinfeksi kecacingan jenis kelamin laki-laki sebanyak 12 orang 27,9 dan jenis kelamin
perempuan sebanyak 7 orang 22,6. Berdasarkan data tersebut bahwa kemungkinan anak laki-laki lebih banyak bermain-main dan jarang menggunakan alas kaki
dibandingkan dengan anak perempuan. Hal ini sejalan dengan penelitian Siregar, 2003 di Desa Namo Bintang bahwa
yang paling banyak terinfeksi cacing pada kelompok jenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 66,7. Sedangkan umur yang terbanyak terinfeksi kecacingan adalah pada umur 9 tahun
yaitu sebanyak 20 orang 36,4 sedangkan makin tua umur responden semakin rendah terkena infeksi kecacingan hal ini terlihat dari hasil pemeriksaan bahwa pada umur yang
tertua yaitu 11 tahun sebanyak 16 orang 57,9.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini juga sejalan dengan penelitian Siregar, 2003 di Desa Namo Bintang bahwa yang paling banyak mengalami terinfeksi cacing pada kelompok kelompok umur 9-
13 tahun yaitu sebesar 84,4. Tingginya prevalensi cacing berkaitan dengan kelompok umur, hal ini terlihat
bahwa makin tinggi umur responden, makin menurun yang terkena infeksi kecacingan. Meskipun kecacingan dapat ditemukan pada berbagai kelompok umur yang berbeda-beda,
namum prevalensi kecacingan tertinggi ditemukan pada anak balita dan usia anak sekolah terutama kelompok umur yang kurang memperhatikan kebersihan dirinya. Di samping itu
semikin meningkat umur, anak akan mengalami perubahan pola bermain, pola kegiatan, tingkat kebersihan dan daya tahan yang semakin tinggi.
Infeksi kecacingan dapat ditemukan pada berbagai golongan umur, namun prevalensi tertinggi ditemukan pada anak balita dan usia SD, terutama kelompok anak
yang mempunyai kebiasaan defekasi di saluran air terbuka dan sekitar rumah, makan tanpa cuci tangan, dan bermain-main di tanah yang tercemar telur cacing tanpa alas kaki
Gandahusada, dkk, 2000 Hasil pemeriksaan faeces tersebut ternyata sebagian besar yang terinfeksi
kecacingan dengan jenis cacing yang terdapat di dalam faeces yang paling banyak adalah jenis cacing gelang yaitu sebesar 61,8, diikuti oleh cacing gelang dan tambang sebesar
18,2, cacing cambuk 9,1, cacing tambang 7,3, bahkan ada responden terinfeksi ketiga jenis cacing tersebut yaitu sebesar 1,8. Hal ini sesuai dengan penelitian Sasongko,
dkk, 2002 pada 11 SD di Jakarta yang menunjukkan bahwa di antara 5.212 anak yang kecacingan, ternyata 3.328 anak terkena askariasis yaitu cacingan karena terinfeksi oleh
cacing gelang.
Universitas Sumatera Utara
Cacing gelang ini mempunyai cairan tubuh yang dapat menimbulkan reaksi toksik sehingga terjadi gejala demam disertai alergi misalnya gatal-gatal, oedema wajah,
konjungitis dan iritasi saluran pernafasan bagian atas. Selain itu cacing dewasa juga dapat menimbulkan berbagai akibat yang bersifat mekanik, seperti obstruksi usus, intususepsi.
Migrasi cacing ke organ misalnya lambung, esophagus, mulut, hidung, rima glottis atau bronkus dapat menyumbat pernafasan penderita, dan dapat terjadi apendiksitis,
penyumbatan saluran empedu, abses hati dan pankreatitis akut Brown, 1983.
5.4. Hubungan Perilaku Pengetahuan, Sikap, Tindakanan Responden Terhadap Infeksi Kecacingan