Kebutuhan Sosio-Ekonomi dan Keamanan

Perancis menjadi negara tujuan utama pencari suaka dari Pantai Gading 110 . Data ini menjelaskan bahwa konflik di Pantai Gading berdampak pada gelombang pencari suaka di Perancis. Selain gelombang pencari suaka dari Pantai Gading, konflik ini juga dapat meningkatkan potensi Perancis sebagai negara tujuan imigran dari Afrika Barat. Hal ini disebabkan pada masa sebelum konflik, Pantai Gading sangat terbuka untuk imigran dari negara-negara Afrika Barat karena kebijakan pada masa Presiden Boigny untuk meningkatkan produktivitas lahan perkebunan 111 . Selama konflik berkecamuk di Pantai Gading, imigran dari negara-negara Afrika Barat dipandang oleh kelompok pro-Gbagbo sebagai kelompok pendukung Ouattara. Posisi politik imigran dari Afrika Barat di Pantai Gading selama konflik menyebabkan berkurangnya arus imigrasi. Situasi keamanan kawasan Afrika Barat yang fluktuatif juga mendorong arus pencari suaka ke Eropa. Gelombang imigran pencari suaka dari Pantai Gading dan negara Afrika Barat ini akan menambah beban pemerintah Perancis yang sedang menghadapi krisis ekonomi di zona Euro. Hal ini yang menjadi salah satu faktor pendukung Pemerintah Perancis untuk melakukan intervensi militer ke Pantai Gading agar konflik tidak berkepanjangan yang dapat mengakibatkan terjadinya gelombang imigran. 110 Piotr Juchno dan Alexandros Bitoulas, Statistics in Focus, Eurostat,2011 , 9 111 Bonnie Campbell , “The Ivory Coast” , dalam John Dunn ed., West African States : Failure and Promise Cambridge University Press, 2008, 102 Ekonomi Pascakrisis zona Euro yang melanda Eropa, Perancis pada tahun 2010 dan 2011, dalam masa pemulihan pascakrisis 112 . Penggiatan kembali industri merupakan salah satu pilihan untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi pascakrisis. Perancis sebagai salah satu negara penghasil dan eksportir senjata terbesar di dunia, dapat memanfaatkan dinamika yang terjadi di Pantai Gading dalam upaya menggiatkan kembali industri senjata dalam negeri. Pada awal 2000- an, Perancis merupakan penyedia utama senjata ke kawasan Afrika. Namun, eskalasi peran Tiongkok dan Rusia di Afrika semakin mengurangi dominasi suplai senjata oleh Perancis yang berdampak pada penurunan produktivitas industri senjata dalam negeri Perancis 113 . Situasi krisis zona Euro yang berdampak defisit pertumbuhan ekonomi Perancis pada 2009, memaksa Perancis untuk menggiatkan industri senjata. Laurent Gbagbo muncul dengan kebijakan yang tidak ingin lagi terikat dengan Perancis selaku bekas master koloni dan memandang Perancis sebagai entitas asing yang ingin menjalankan kebijakan neo-kolonialisme di Pantai Gading. Cara pandang Gbagbo terhadap Perancis menyebabkan peralihan mitra dalam penyediaan senjata di Pantai Gading 114 . Pandangan politik Gbagbo yang lebih dekat dengan kelompok sosialis membawa kedekatan Pantai Gading ke 112 Evan Gruver, Austerity : The Answer to Europe’s Crisis 2012, 26 113 “New Ways to Play An Old Song” diunduh pada 20 November 2014 dari http:www.economist.comnewsmiddle-east-and-africa21591205-french-soldiers-once- again-their-way-south-how-much-has-changed 114 Berouk Mesfin, “Only a Folie de Grandeur ? Understanding French Policy in Africa”, African Security Review, vol 17 no.1 2008 ,118 negara-negara sosialis dan menjadikan Tiongkok sebagai mitra utama dalam perdagangan senjata 115 , menggantikan Perancis sebagai penyedia utama senjata. Selain dari upaya penggiatan industri senjata, angka atau jumlah investasi Perancis di Pantai Gading besar. Perancis hingga 2012, menguasai lebih dari 50 persen dari kegiatan berbagai sektor perekonomian di Pantai Gading 116 . Gbagbo yang memiliki kecenderungan berpihak kepada negara-negara sosialis dipandang dapat menggangu kepentingan Perancis di Pantai Gading, meski di wilayah utara Pantai Gading selama konflik dikuasai oleh milisi pro-Ouattara, namun akses transfortasi vital yaitu pelabuhan di Abidjan dikuasai oleh Pemerintahan Gbagbo 117 . Hal lain yang dapat menjadi faktor determinan intervensi ke Pantai Gading adalah pemberian sanksi ekonomi oleh Uni Eropa terhadap Pantai Gading. Kebijakan Uni Eropa untuk memberikan sanksi ekonomi kepada Pantai Gading disebabkan adanya indikasi pelanggaran HAM terhadap masyarakat sipil. Selama berlaku sanksi ekonomi ini, Pantai Gading tidak dapat melakukan aktivitas perdagangan dengan negara-negara UE. Tindakan ini membawa dampak buruk tidak hanya bagi perekonomian Pantai Gading, tapi juga negara UE yang bergantung pada komoditas yang berasal dari Pantai Gading 118 . 115 David H. Shinn , “Chinese Involvement in African Conflict Zones”, China brief , vol. IX no. 7 2009, 8 116 Berouk Mesfin, “Only a Folie de Grandeur ? Understanding French Policy in Africa” h.118 117 Explo Nani- Kofi, “Crisis in Cote d’Ivoire: history, interest, and parallels”, dalam Firoze Manji dan Sokari Ekine ed., African Awakening : The Emerging Revolution Oxford : Pambazuka Press, 2012,.40 118 Nicolas Cook, Cote d’Ivoire Post Election Crisis, Congressional Research service, 2011, 15 Kakao dan kopi sebagai komoditas unggulan Pantai Gading menempatkan negara UE, termasuk Perancis, sebagai negara importir 119 . Bagi Perancis yang sedang terjebak dalam krisis ekonomi zona Euro dan mengalami defisit pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009, sanksi UE atas Pantai Gading memberikan polemik dari segi perekonomian domestik, dimana 25 persen impor kakao Perancis berasal dari Pantai Gading 120 . Namun, konflik yang membawa kepada pemberian sanksi UE menghambat suplai komoditas kakao dan memberi dampak kepada pasar dalam negeri Perancis. Jumlah investasi dan ekpatriat Perancis merupakan yang terbesar di Pantai Gading dibanding dari negara lain 121 . Situasi ini menjadikan Perancis menaruh perhatian lebih akan keberadaan investasi dan warga negara-nya di Pantai Gading. Keamanan yang tidak menentu akibat krisis pascapemilu secara langsung menganggu kepentingan nasional Perancis. Situasi yang semakin kacau di Pantai Gading selain dapat menghambat investasi Perancis juga dapat membuat ekpatriat yang berkerja di Pantai Gading kembali ke Perancis. Kepulangan ekpatriat ketika iklim ekonomi UE yang sedang mengalami krisis dan angka pengangguran yang tinggi di kawasan tersebut hanya akan menambah beban pemerintah yang sedang berjuang terlepas dari dinamika perekonomian kawasan. 119 European Union, Trade in goods with Ivory Coast, European Commission, 2013 diunduh pad 20 November 2014 dari http:trade.ec.europa.eudoclibcfmdoclib_section.cfm?sec=148langId=EN 120 “OEC: Cote dIvoire CIV Profile of Exports, Imports and Trade Partners” diunduh pada 21 November 2014 dari http:atlas.media.mit.eduprofilecountryciv 121 “France and Côte d’Ivoire” diunduh pada 21 November 2014 dari http:www.ambafrance-uk.orgFrance-and-Cote-d-Ivoire Sebaliknya, situasi yang kondusif di Pantai Gading akan sangat menguntungkan bagi negara-negara UE, khususnya Perancis. Perekonomian di Eropa yang sedang mengalami krisis, mengharuskan Perancis memaksimalkan investasi atau mencari tempat berinvestasi di luar kawasan Eropa. Kondisi Pantai Gading yang kondusif akan memberikan Perancis opsi tempat investasi yang memudahkan dan mengurangi pengangguran di dalam negeri. Asumsi ini terbukti. Pascakonflik di Pantai Gading, jumlah warga negara Perancis di negara tersebut meningkat, kondisi perekonomian, sulit mencari pekerjaan di Eropa, dan kesamaan dalam bahasa menjadikan alasan warga negara Perancis memilih berkerja dan berinvestasi di Pantai Gading 122 . Keamanan Isu imigran memiliki kaitan dengan keamanan domestik suatu negara. Persaingan dalam pencarian lapangan kerja antara imigran dengan penduduk asli , ketidakmampuan negara tujuan dalam mencukupi kebutuhan para imigran sering mengarahkan imigran ke tindakan-tindakan kriminal, dan perbedaan nilai dan norma antara imigran dengan penduduk lokal dapat mengakibatkan konflik komunal. Setelah peristiwa 911, kelompok imigran dari Afrika, Timur Tengah dan Asia di Perancis mengalami tekanan terkait isu Islamophobia 123 dan xenophobia. 122 “Europeans Seek Opportunities in Ex-colonies” diunduh pada 20 November 2014 dari http:www.aljazeera.comvideoafrica2012062012627145952154336.html 123 Istilah Islamophobia pertama kali diperkenalkan sebagai konsep dalam Laporan Runnymede Trust 1991 dan didefinisikan sebagai permusuhan tidak berdasar terhadap umat Islam, dan karena itu takut atau tidak suka dari semua atau sebagian besar umat Islam. Istilah ini diciptakan dalam konteks umat Islam di Inggris pada khususnya dan Eropa pada Fenomena ini menyebabkan kelompok imigran sering mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan, akibat perilaku diskriminasi rasial oleh korporasi yang memilih memperkerjakan penduduk asli. Hal ini menyebabkan peningkatan jumlah pengangguran dari kelompok imigran yang juga meningkatkan tingkat kriminalitas. Fenomena serupa terjadi di Perancis, tidak hanya pada imigran muslim juga kelompok imigran dari Sub-Sahara 124 . Imigran dari Sub-Sahara yang datang ke Perancis dan pencari suaka akibat konflik yang terjadi di Pantai Gading mayoritas beragama Islam. Kedatangan semakin banyak imigran Muslim ini akan menghambat upaya sekularisasi Perancis yang dijalankan oleh Nicolas Sarkozy dan menekan konflik akibat xenophobia yang terjadi di Perancis akibat semakin banyak pertumbuhan imigran Muslim 125 . Konflik pascapemilu yang terjadi di Pantai Gading menyebabkan peningkatan jumlah imigran pencari suaka dari Afrika Barat 126 . Penambahan jumlah pencari suaka akan menambah beban Pemerintah Perancis dalam bidang keamanan, setelah banyak gangguan keamanan akibat protes terkait kebijakan pengetatan anggaran dalam negeri akibat dari krisis zona Euro. umumnya, dan dirumuskan berdasarkan lebih umum kerangka xenophobia. Diunduh dari http:crg.berkeley.educontentislamophobiadefining-islamophobia 124 John e. Roemer and Karine van Der Straeten,” Xenophobia and The Size of The public Sector in France: a Politico- Economic Analysis”, Cowles Foundation Paper no. 1164, Yale University 2006, 98 125 Julie M. Claire, Secular and Indivisible ?: Laïcité, Islam and French State, Washington D.C.: American University,2011, 28 126 Piotr Juchno dan Alexandros Bitoulas, Statistics in Focus, Eurostat,2011 , 7 Intervensi Perancis ke Pantai Gading juga terkait pada kebutuhan keamanan, sosial dan ekonomi Perancis. Hal ini menjadi salah satu faktor determinasi Perancis dalam melakukan intervensi militer ke Pantai Gading.

2. Atribut Nasional

Peran Perancis sebagai Gendarme d’Afrique Polisi Afrika Hubungan antara Pantai Gading dan Perancis sudah terjadi dari abad ke- limabelas, akibat kolonialisme yang dijalankan Perancis di Afrika, maka Perancis tidak bisa lepas dari situasi politik yang terjadi di Afrika. Setelah masa kolonial, keterlibatan Perancis di negera-negara bekas koloni di Afrika, termasuk Pantai Gading, pada masa Perang Dingin adalah untuk menghindari pengaruh komunisme yang dinilai berbahaya, sehingga Perancis menempatkan diri sebagai Gendarme d’Afrique Polisi Afrika 127 . Negara-negara di Afrika yang secara institusi politik belum kuat dan tingginya konflik komunal yang terjadi, menjadikan negara-negara di Afrika sering kali terjebak dalam pusaran konflik bersenjata yang menelan banyak korban jiwa. Kenyataan ini menyebabkan harus ada negara yang memiliki kapasitas untuk menghentikan konflik yang terjadi. Perancis yang memiliki hubungan historis panjang dengan negara-negara di Afrika, beberapa kali terlibat dalam konflik sebagai Gendarme d’Afrique. Meski pascaPerang Dingin, Perancis mencoba untuk mengurangi peran dan intervensi di Afrika, kenyataan bahwa 127 Tony Chafer, “Chirac and ‘la Françafrique’: No Longer Family Affair”. Modern Contemporary France. Vol. 13 No. 1 2005 , 8 tidak bisa lepasnya Afrika dari pengaruh Perancis terutama dalam masalah penghentian konflik, terlepas dari jumlah kepentingan Perancis di Afrika 128 . Konflik pascapemilu di Pantai Gading tahun 2010. Mengakibatkan terjadinya eskalasi kekerasan dan jumlah korban sipil. Fenomena ini memancing perhatian komunitas internasional untuk mengambil tindakan atas pertikaian yang terjadi. Saat permulaan pertikaian terjadi ECOWAS dan Uni Afrika mencoba melakukan mediasi untuk menghentikan konflik, namun tidak berhasil 129 . Saat memasuki tahun 2011 PBB meningkatkan peran UNOCI sebagai pasukan penjaga perdamaian di Pantai Gading, tapi tidak berhasil menghentikan krisis akibat kapabilitas militer yang tidak memadai 130 . Pada April 2011, Perancis dan Nigeria menyeponsori resolusi DK PBB no. 1975 untuk melakukan intervensi ke Pantai Gading 131 . Tindakan untuk mensponsori DK PBB No. 1975 memperlihatkan bahwa Perancis tidak bisa lepas dari keterkaitan historis dengan negara-negara di Afrika. Posisi sebagai Gendarme d’Afrique menjadikan Perancis mitra penting negara-negara Afrika, terutama bekas jajahannya, di saat perang dan damai. 128 Peter J. Schnaeder, “New Direction in Francophone West African Policies”, dalam Gilbert M. Khadiagala dan Terrence Lyons ed., African Foreign Policy : Power and Process, Colorado : Lynee Rienner Publisher, 2001, 42 129 Eunice Dadson, “Examining the Role of Third-Party Mediation in Cote d’Ivoire’s Conflict: Peacemakers or Spoilers?”, KAIPTC Paper No. 24, 2008, 19 130 Kwesi Aning dan Naila Salihu, “The Protection of Civilians in Peace Support Operations:Lessons from Côte d’Ivoire”,Conflict trends, 2012, 29 131 Bruce Crumley “Anatomy of an Intervention: Why France Joined the U.N. Action in Abidjan”. Diunduh 22 Desember 2013 dari http:content.time.comtimeworldarticle0,8599,2063613,00.html

3. Opini Publik

Tahun 2012 adalah tahun terakhir masa jabatan Sarkozy, sebelum mengikuti kembali pemilihan presiden. Menjelang pemilu, kepopuleran seorang tokoh publik merupakan hal yang penting terutama bagi tokoh yang ingin mencalonkan diri dalam pemilihan. Jabatan presiden yang sedang diemban Sarkozy, memberikan keuntungan dikarenakan Sarkozy dapat menggunakan kebijakan pemerintahan sebagai alat untuk mendapatkan simpati publik menjelang pemilihan presiden. Krisis ekonomi yang sedang dialami oleh negara-negara dalam zona Euro terjadi pada masa Pemerintahan Sarkozy. Permasalahan ekonomi regional ini memaksa negara-negara di zona Euro untuk melakukan kebijakan budget austerity penyederhanaan anggaran yang berdampak pada peningkatan usia pensiun dan pengetatan anggaran pada sektor-sektor publik. Peristiwa ini berdampak pada berkurangnya kepercayaan publik kepada pemerintah 132 . Menjelang pemilihan presiden, isu intervensi kemanusiaan sering kali digunakan oleh pemerintah untuk mendapat simpati publik. Tindakan menggunakan intervensi kemanusiaan sebagai instrumen untuk meningkatkan popularitas bukan hal baru dalam politik Perancis. Sebelum Sarkozy, upaya meningkatkan popularitas di dalam negeri dengan instrumen politik luar negeri sudah pernah digunakan Jacques Chirac saat melakukan intervensi ke Afghanistan bersama Amerika Serikat untuk melawan teroris. Pada saat itu Chirac dinilai publik Perancis berupaya menjaga keamanan warga negara serta turut aktif 132 Viljar Veebel, Raul Markus,”Why and How Supranational Institutions Became Central Stakeholders in The Eurozone Debt Crisis 2008 –2012?”, Baltic Journal of Political Science, No 2 2013, 63 menjaga keamanan global yang terancam pascaperistiwa 911. Tindakan ini menuai simpati publik 133 . Tindakan Perancis ke Pantai Gading pada 2011, juga dapat menjadi upaya Sarkozy untuk menarik kembali simpati publik setelah tindakan yang cenderung berpihak kepada Presiden Tunisia Zain al-Abidin bin Ali oleh Menteri luar negeri Perancis saat itu, Michélle Alliot Marie, karena memberikan bantuan kepada Bin Ali yang dinilai publik sebagai pemimpin represif 134 . Tindakan mengirimkan pasukan Licorne ke Pantai Gading untuk menghentikan Gbagbo yang dipandang sebagai pemimpin otoriter dapat menjadi cara Sarkozy menuai kembali simpati publik setelah tindakan Alliot Marie 135 . Pada intervensi militer ke Pantai Gading dapat menjadi momen Sarkozy untuk mengalihkan pandangan publik atas kebijakan budget austerity yang mendapat penolakan dan tidak populer, kepada kebijakan luar negeri yang berani menjaga kepentingan nasional di luar negeri serta berhasil menghentikan konflik di Afrika Francophone. Meski kemudian terbukti bahwa isu krisis di zona Euro lebih berpengaruh pada opini publik Perancis pada pemilihan umum 2012 yang dimenangkan François Hollande dari Partai Sosialis. 133 Irene Marchi, Multilatéralisme, légitimité, union, obligation: analysing Chirac’s discourse legitimisation on the Afghanistan and Iraq interventions 2013, diunduh pada 20 November 2014 dari https:www.academia.edu6443390MultilatC3A9ralisme_lC3A9gitimitC3 A9_union_obligation_analysing_Chirac_s_discourse_legitimisation_on_the_Afghanistan _and_Iraq_interventions, 9 134 Susi Dennison, dkk, After The Revolution: Europe and The Transition in Tunisia, European Councilon Foreign Relations, 2011, 6 135 “Sarkozys micro-managed intervention in Ivory Coast could win votes” diunduh pada 20 November 2014 dari http:www.theguardian.comworld2011apr11sarkozy-ivory- coast-vote-winner