Gambaran Umum TVRI; Dulu, Kini, dan Nanti

59 BAB III PROFIL STASIUN TVRI

A. Gambaran Umum TVRI; Dulu, Kini, dan Nanti

Usulan untuk memperkenalkan televisi muncul jauh ditahun 1953, dari sebuah bagian di departemen penerangan, di dorong oleh perusahaan- perusahaan AS, Inggris, Jerman, Jepang, Yang berlomba-lomba menjual Hardware-nya. Menjelang asean games ke-4 di Jakarta pada 1962, soekarno dan cabinet akhirnya yakin akan perlunya televisi, dengan alasan reputasi internasional Indonesia tergantung pada pecan olahraga yang disiarkan, terutama ke jepang yang telah memiliki televisi sejak awal 1950-an. 1 Pemerintah Indonesia memutuskan untuk memasukkan proyek media massa televisi ke dalam proyek pembangunan Asian Games IV di bawah koordinasi urusan proyek Asian Games IV. Tanggal 25 Juli 1961, menteri penerangan mengeluarkan SK menpen No. 20SKM1961 tentang pembentukan panitia persiapan televisi P2T. 2 Pada 23 oktober 1961, presiden soekarno yang sedang berada di Wina mengirimkan Teleks kepada Menpen Maladi untuk segera menyiapkan proyek televisi saat itu waktu persiapan hanya 10 bulan dengan adegan utama: 1 membangun studio di eks AKPEN di senayan TVRI sekarang; 2 membangun dua pemancar; 100 watt dan 10 kw 1 Muhammad Mufid, Komunikasi Regulasi Penyiaran, Jakarta, Kencana, Cet. I, 2005 2 www.tvri.co.id Dengan tower 80 meter; dan 3 mempersiapkan software program serta tenaga. Tanggal 17 Agustus 1962, TVRI mulai mengadakan siaran percobaan dengan acara HUT proklamasi kemerdekaan Indonesia XVII dari halaman istana merdeka Jakarta, dengan pemancar cadangan berkekuatan 100 watt. Tanggal 24 Agustus 1962, TVRI mengudarakan untuk pertama kalinya dengan acara siaran langsung upacara pembukaan Asian Games IV dari stadion utama Gelora Bung Karno. Indonesia menjadi Negara ke empat di Asia yang memiliki siaran televisi, setelah jepang, Filiphina, dan Thailand. Pada tanggal 20 Oktober 1963, dikeluarkan Keppres No. 2151963 tentang pembentukan yayasan TVRI dengan pimpinan umum presiden RI. Pada Bab I pasal 3 keppres tersebut dikatakan bahwa yayasan TVRI merupakan pengelola tunggal pertelevisian di seluruh Indonesia. Sementara pasal 4 dan pasal 5 menjelaskan bahwa, “Keberadaan TVRI ditunjukan sebagai alat hubung masyarakat dalam melaksanakan pembangunan mental, khususnya manusia sosialis Indonesia”. Untuk melaksanakan misi TVRI, Presiden Soekarno mengeluarkan Keppres No. 218 Tahun 1963 tentang pemungutan sumbangan iuran untuk membantu pembayaran yayasan TVRI sebagai pelengkap Keppres No. 215 Tahun 1963. Dengan ketentuan ini, setiap pemilik pesawat televisi diseluruh wilayah Indonesia wajib mendaftarkan pesawatnya dikantor TVRI Kompleks Gelora Bung Karno, sebesar Rp. 300,- tiap pesawat. Tahun 1963 TVRI mulai merintis pembangunan stasiun daerah, yang dimulai dengan stasiun Yogyakarta. Stasiun baru ini mulai siaran pada akhir tahun 1964. Segera setelah itu, TVRI berturut-turut mendirikan Stasiun Medan, Surabaya, Makassar, Manado, dan Denpasar. Tahun 974, TVRI diubah menjadi salah satu bagian dari organisasi dan tata kerja departemen penerangan, yang diberi status Direktorat, langsung bertanggung jawab pada Direktur Jendral Radio, TV, dan Film Departemen Penerangan RI. Sebagai alat komunikasi pemerintah, tugas TVRI adalah untuk menyampaikan policy pemerintah kepada rakyat. Satu tahun kemudian, dikeluarkan SK Menpen No. 55 Bahan siaranKEPMenpen1975, TVRI memiliki status ganda yaitu selain sebagai yayasan televisi RI juga sebagai Direktorat Televisi, sedang manajemen yang diterapkan yaitu manajemen perkantoranbirokrasi. Memasuki tahun 1975, selain berstatus sebagai yayasan, TVRI juga ditetapkan sebagai unit pelaksana teknis UPT Departemen Penerangan dengan diterbitkannya SK Menteri Penerangan No.. 55B Tahun 1975, yang kemudian diperbarui oleh SK Menpen No. 230A tahun 1984 tentang organisasi dan tata kerja departemen penerangan yang didalamnya mengatur direktorat televisi yakni dibawah direktorat jendral RTF. Pada 1976, Indonesia meluncurkan sebuah satelit siaran domestic palapa, diikuti pada 1983 dengan satelit palapa B 2. Teknologinya memang Amerika, namun nama satelitnya merupakan symbol jawa, atau tepatnya diambil dari sumpah Gajah Mada, Mahapatih kerajaan Majapahit Abad XIV di Jawa Tengah. Mulai tahun 1977, secara bertahap dibeberapa Ibu kota Propinsi dibentuklah Stasiun-stasiun Produksi Keliling atau SPK, yang berfungsi sebagai perwakilan atau koresponden TVRI di daerah, yang terdiri dari: SPK Jayapura, SPK Ambon, SPK Kupang, SPK Malang tahun 1982 diintegrasikan dengan TVRI Stasiun Surabaya, SPK Semarang, SPK Bandung, SPK Banjarmasin, SPK Pontianak, SPK Banda Aceh, SPK Jambi, SPK Padang, SPK Lampung. Jika dibuat periodisasi perkembangan TVRI, maka paling sedikit kita bias membagi menjadi tiga. Pertama, era 1962 sampai 1975. TVRI yang terlahir secara formal 24 Agustus 1962, ditetapkan badan hukumnya sebagai Yayasan melalui Keppres RI No.2151963 Pada 20 Oktober 1963. Kedua, stasiun hokum era 1975 hingga 1999. TVRI para periode ini memiliki dua peran, yakni sebagai yayasan dan juga sebagai unit pelaksana Teknis Departemen Penerangan. Ketiga, era reformasi. Setelah beberapa waktu statusnya mengambang seiring dengan dilikuidasinya Deppen, berdasarkan SK presiden RI No. 335M1999 tentang Pembentukan Kabinet Persatuan Nasional. Dalam regulasi yang dikeluarkan pada tanggal 7 Juni 2000 dikatakan bahwa TVRI berbadan hukum perusahaan Jawatanperjan. Namun, terhitung 15 April 2003, pemerintah lalu mengalihkan badan hokum TVRI menjadi Perseroan. Penandatanganan akta pendirian dan anggaran dasar PT. TVRI ini mempertegas PP No.9 Tahun 2000 yang hakikatnya merupakan izin prinsip mengenai pengalihan status Perusahaan Jawatan ke Perseroan Terbatas. Semangat untuk menjadikan TVRI sebagai TV public telah diisyaratkan dalam berbagai kebijakan seputar TVRI PP No. 26 Tahun 2000 tentang status Perjan TVRI misalnya, secara eksplisit mengatakan bahwa tujuan Perjan adalah untuk menyelenggarakan kegiatan penyiaran televisi sesuai dengan prinsip-prinsip televisi public yang independen, netral, mandiri dan program siarannya senantiasa berorientasi kepada kepentingan masyarakat serta tidak semata-mata mencari keuntungan Pasal 6. Beberapa definisi Lembaga Penyiaran Publik antara lain: Manchesne, di AS tahun 1997, menyebutkan Lembaga penyiaran public sebagai jasa penyiaran yang bersifat nirlaba, ditunjang oleh dana public yang tanggung jawabnya terutama ditunjukan kepada masyarakat, menyediakan jasa kepada seluruh penduduk dan tidak menggunakan prinsip-prinsip komersil sebagai alat untuk menentukan pembuatan program penyiaran. Selanjutnya, Eiffel dari eropa, mendefinisikan lembaga penyiaran public sebagai lembaga pelayanan umum, sebagai lembaga penyiaran yang diperuntukan bagi public yang didanai oleh public dan dikendalikan oleh public. 3 Jadi, berdasarkan definisi-definisi tersebut, maka jelas bahwa kebijaksanaan penyiaran public merupakan kebijaksanaan independen 3 Rangkuman Workshop”TVRI TV PUBLIK”, 2004, h. 40 yang bersifat non komersial, berorientasi pada kepentingan public dan peningkatan kualitas public dan partisipasi public dalam pengelolaan lembaga. Ada tiga ciri khas lembaga penyiaran publik, yaitu: 1. Lembaga penyiaran public mempunyai fungsi sebagai public service. Fungsi ini dijalankan oleh lembaga penyiaran public dengan menyiarkan program-program yang memberikan manfaat bagi public. 2. Lembaga penyiaran public tidak berorientasi kepada pencarian keuntungan.. 3. Lembaga penyiaran public dikelola dengan melibatkan partisipasi public. Berkaca pada sejarah diatas TVRI sebagai lembaga publik memiliki prinsip-prinsip televisi public yang independen, netral, mandiri dan program siarannya senantiasa berorientasi kepada kepentingan masyarakat serta tidak semata-mata mencari keuntungan. TVRI sebagai LPP Lembaga Penyiaran Publik, tidak bisa sepenuhnya mengikuti keinginan pasar. TVRI sesuai dengan tupoksinya Tugas Pokok dan Fungsinya salah satu tugasnya adalah mengawal peradaban bangsa dan merajut kesetaraan ditengah kemajemukan yang juga dituntut memberikan program mencerdaskan bangsa dengan program- program sosialisasi Pemerintah. 4 4 Wawancara Pribadi dengan Erwin Aryananta, Direktur Bidang Pengembangan dan Usaha TVRI, 21 Januari 2013. Hal ini menjadi menjadi faktor penghambat bagi TVRI ditengah perkembangan media- media saat ini. Setiap media menginginkan produksi program yang berkualitas dan menghibur bagi pemirsanya, tentu saja hal ini tidak terlepas dari beberapa faktor pendukung seperti biaya produksi yang mencukupi, serta keberadaan SDM yang berkualitas. Dalam hal ini TVRI juga dihadapkan pada satu masalah yang cukup sulit, dimana TVRI dituntut memberikan program yang mencerdaskan bangsa dengan program- program sosialisasi Pemerintah . Namun pada kenyataanya saat ini program- program sosialisasi tersebut menjadi tak layak jual. Sehingga kebutuhan anggaran untuk menciptakan program yang berkualitas menjadi terhambat, yang seharusnya TVRI dengan program yang berkualitas mampu menambahkan pemasukan dari program- program yang laku terjual. . Konsekuensi logis dari keterbatasan anggaran mengakibatkan buruknya hasil produksi yang pasti memberikan efek domino terhadap audience share. Perlahan tapi pasti bahwa audience share sedikit demi sedikit berpindah pada TV Swasta yang mampu mengemas hampir seluruh programnya dengan format kekinian dan mengikuti keinginan pasar. hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Erwin Aryananta Direktur Bagian Pengembangan dan Usaha dalam wawancaranya bahwa “Memang TVRI tidak mampu mengikuti perkembangan zaman dan pergeseran nilai sosial masyarakat hari ini. ” 5 5 Wawancara Pribadi dengan Erwin Aryananta, Direktur Bidang Pengembangan dan Usaha TVRI, 21 Januari 2013. Keberadaan SDM Sumber Daya Manusia Yang berkualitas menjadi salah satu faktor yang sangat penting untuk menciptakan produksi program yang berkualitas, ditengah- tengah persaingan industri Media yang semakin ketat TVRI saat ini masih belum mampu besaing dengan televisi- televisi swasta yang jelas kaya dengan SDM berkualitas. Televisi swasta lebih memanfaatkan SDM muda yang jelas orang- orang muda lebih dinamis, penuh kreatifitas karena sedang berada pada proses bertumbuh kembang. Sedangkan Design produksi berkaitan erat dengan kreativitas. Makin kreative SDM nya makin berkualitas pula hasil produksi yang dihasilkan. Berbeda dengan TVRI yang masih menganut azas primordialisme dan fedalisme yang terbungkus dalam pakaian birokrasi harus bersaing dengan orang- orang muda dinamis yang sedang bertumbuh kembang. Design produksi terkait erat dengan creativitas yang kita ketahui bersama bahwa untuk dunia kreatif sky is the limit. Lalu bagaimana dengan SDM TVRI khusunya dalam bidang produksi mampu bersaing bila jabatan bukan disesuaikan dengan kompetensi melainkan berdasarkan azas senioritas. Ini yang dimaksud dengan azas feodalisme dengan pakaian birokrasi. Dalam birokrasi komunikasi yang dibangun bukan dua arah melainkan azas top down communication. Dapat dibayangkan bagaimana jadinya bila seseorang yang duduk sebagai birokrat harus bersaing dengan para pendatang muda yang dinamis disektor swasta. 6 6 Wawancara Pribadi dengan Erwin Aryananta, Direktur Bidang Pengembangan dan Usaha TVRI, 21 Januari 2013. Hal- hal tersebutlah yang menjadi pembeda antara televisi Publik dengan Televisi Swasta, seharusnya TVRI sudah mampu dan mau mengikuti hal tersebut jika tidak ingin ditinggalkan oleh pemirsanya. Dalam hal ini menjadi tugas yang cukup berat bagi divisi Pengembangan dan Usaha melihat tugas dari Tugas utama dari divisi tersebut yaitu men- generata revenue dalam meningkatkan kesejahteraan karyawan. Dengan memanfaatkan anggaran dari APBN yang sangat terbatas. Anggaran yang diterima dari APBN belum mampu mencapai tujuan tersebut, hal ini memaksa divisi Pengembangan dan Usaha mau tak mau untuk memikirkan permasalahan ini, divisi Pengembangan dan Usaha telah menjalankan tugas tersebut guna mencapai tujuan atas tanggung jawabnya yaitu dengan berkaca pada televisi swasta yang memanfaatkan aspek produksi program yang dihasilkan untuk mendapatkan pemasukan diluar anggaran APBN. Divisi Pengembangan dan Usaha membuka peluang kerjasama dengan pihak ketiga. Divisi Pengembangan dan Usaha melakukan road show keseluruh agency dan PH Production House untuk mendengar apa keinginan produsen agar content program dapat disesuaikan dengan keinginan pasar dan produsen. Dengan dasar itu Divisi Pengembangan dan Usaha melakukan diskusi secara mendalam dengan production centre agar mampu membuat program dengan content yang diinginkan masyarakat. Namun dengan keterbatasan dana dan dengan dukungan peralatan yang sudah sangat obsolete TVRI tidak cukup memiliki kekuatan yang memadai untuk memproduksi program dengan format kekinian agar mampu bersaing dengan pihak swasta. Hal yang sangat menyulitkan ruang gerak TVRI dibatasi oleh UU 32. UU penyiaran memang berlaku umum terhadap TV swasta namun taring KPI terkesan tumpul saat menghadapi TV Swasta yang dianggap melanggar UU penyiaran, seperti menayangkan infotainment yang jelas- jelas tidak memiliki unsur edukasi namun sampai saat ini program dimaksud masih terus menerus menghiasi layar kaca. Sementara program seperti ini memiliki rating yang tinggi. Dapat dibayangkan bila TVRI menanyangkan hal serupa, TVRI wajib bersikap independen, netral dan imparsial. 7 Langkah yang dilakukan oleh divisi pengembangan dan usaha yang dimulai pada tahun 2012 pertengahan cukup menuai hasil setidaknya Secara empirik pada pendapatan Non APBN mengalami kenaikan setiap tahunnya terutama lonjakan pendapatan terjadi pada tahun 2012 dan 2013. Hal ini tergambar pada tahun 2012 rating yang dikeluarkan oleh AGB Nielsen Media Research rating TVRI 0,6 dan pada bulan oktober 2013 rating yang dicapai menjadi 1,6. Prestasi ini harus mampu dipertahankan dan ditingkatkan oleh TVRI, dengan berkaca pada kekurangan yang ada dan perkembangan dunia media yang sangat pesat, TVRI harus mengalami perubahan kedepan jika masih ingin dilirik oleh pemirsanya. Dari kajian diatas jelas perubahan besar yang harus dilakukan oleh TVRI yaitu merubah bentuk kelembagaan TVRI, sudah saatnya TVRI harus mampu mandiri tanpa berharap hidup dari APBN. Karena jika terus berharap dari APBN, TVRI 7 Wawancara Pribadi dengan Erwin Aryananta, Direktur Bidang Pengembangan dan Usaha TVRI, 21 Januari 2013 akan terus dijadikan alat politik semata, dengan kata lain siapa penyandang dana terbesar akan bisa mengarahkan kemana TVRI bejalan. Dalam hal ini Erwin Aryananta selaku Direktur divisi Pengembangan dan Usaha mengatakan bahwa Sampai sekarang TVRI tetap bisa hidup bukan karena kepiawaiannya dalam bersaing secara sehat dalam industrinya namun hanya karena dukungan APBN. Apa yang terjadi kemudian adalah TVRI dalam banyak kesempatan harus mengikuti keinginan penyandang dana. 8

B. Struktur Lembaga Penyiaran Publik TVRI