Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keberagamaan adalah sikap seseorang terhadap agama yang dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Keberagamaan atau religiusitas dapat diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Aktifitas keagamaan tidak saja terjadi pada saat seseorang melakukan ritual
saja, melainkan juga ketika seseorang melakukan aktifitas yang lain dalam kehidupan. Dalam penelitiannya Robert H. Thouless mengemukakan beberapa faktor yang
menimbulkan religiusitas, yaitu : a.
Pengaruh pendidikan atau pengajaran dan berbagai tekanan sosial faktor sosial. b.
Berbagai pengalaman yang membantu sikap keberagamaan terutama pengalaman tentang keindahan, keserasian, kebaikan, konflik moral, dan pengalaman emosional
keagamaan. c.
Faktor-faktor yang seluruhnya atau sebagian timbul dari kebutuhan yang tidak terpenuhi terutama kebutuhan terhadap keamanan, cinta kasih, harga diri dan
ancaman kematian. d.
Berbagai proses pemikiran verbal faktor intelektual.
29
5. Dimensi Keberagamaan
Keberagamaan atau religiusitas diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia aktivitas beragama bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku
ritual beribadah, tapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural. Bukan hanya yang berkaitan dengan aktivitas yang tampak dan dapat dilihat
mata, tapi juga aktivitas yang tampak dan terjadi dalam hati seseorang. Karena itu,
29
Robert H. Thouless, Pengantar Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995, cet. 2, h. 34.
keberagamaan seseorang akan meliputi berbagai macam sisi atau dimensi. Dengan demikian, agama adalah sebuah sistem yang berdimensi banyak.
Menurut C.Y. Glock dan R. Stark Robertson, 1998 ada lima macam dimensi keberagamaan yaitu :
1 Dimensi keyakinan idiologis Dimensi ini berisi pengharapan-pengharapan di mana orang religius berpegang
teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut. Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan di mana para penganut
diharapkan akan taat. Walaupun demikian, isi dan ruang lingkup keyakinan itu berpariasi tidak hanya di antara agama-agama, tetapi seringkali juga di antara tradisi-tradisi dalam
agama yang sama. Di dalam Islam dimensi ini menunjuk pada seberapa tingkat keyakinan Muslim terhadap kebenaran-kebenaran agamanya, isi dimensi keimanan
menyangkut keyakinan tentang Allah, para malaikat, nabi atau rasul, kitab-kitab Allah, surga dan neraka, serta qadha dan qadar.
2 Dimensi Praktik Agama ritualistik Dimensi ini mencakup prilaku pemujaan, ketaatan, dan hal-hal yang dilakukan
orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Praktik-praktik keagamaan ini terdiri atas dua kelas penting yaitu : a. Ritual, mengacu kepada
seperangkat ritus, tindakan keagamaan formal dan praktik-praktik suci yang semua mengharapkan para pemeluk melaksanakan. Dalam kristen sebagian dari pengharapan
ritual itu diwujudkan dalam kebaktian di gereja, persekutuan suci, baptis, dan perkawinan dan semacamnya. b. Ketaatan. Ketaatan dan ritual bagaikan ikan dengan air, meski ada
perbedaan penting. Apabila aspek ritual dari komitmen sangat formal dan khas publik,
semua agama yang dikenal juga mempunyai perangkat tindakan persembahan dan kontemplasi personal yang relatif sepontan, informal, dan khas pribadi. Ketaatan di
lingkungan penganut Kristen diungkapkan melalui sembahyang pribadi, membaca injil dan barangkali menyanyi himne bersam-sama.
Dalam Islam ditunjukkan pada seberapa tingkat kepatuhan muslim dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual sebagaimana disuruh dan diajurkan oleh agamanya.
Dalam keberislaman dimensi peribadatan menyangkut pelaksanaan shalat, puasa, zakat, haji, membaca Al Qur’an, do’a, zikir, ibadah qurban, I’tikaf di masjid di bulan Puasa, dan
sebagainya. 3 Dimensi Pengalaman eksperiental
Dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama mengandung pengharapan-pengaharapan tertentu, meski tidak tepat jika dikatakan bahwa
seseorang yang beragama dengan baik pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan subjektif dan langsung mengenai kenyataan terakhir bahwa ia akan mencapai suatu
kontak dengan kekuatan supernatural. Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, persepsi-persepsi, dan sensasi-sensasi yang dialami
seseoang atau didefinisikan oleh suatu kelompok keagamaan. Dalam Islam dimensi ini terwujud dalam perasaan dekat atau akrab dengan Allah, perasaan do’a-do’anya sering
terkabul, perasaan tentram bahagia karena menuhankan Allah, perasaan bertawakal pasrah diri kepada Allah, perasaan khusuk ketika melaksanakan shalat atau berdo’a,
perasaan tergetar ketika mendengar azan atau ayat-ayat Al Qur’an, perasaan syukur kepada Allah dan lain sebagainya.
4 Dimensi Pengetahuan Agama Intelektual Dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling
tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus- ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi. Dimensi pengetahuan dan keyakinan jelas berkaitan
satu sama lain, karena pengetahuan mengenai suatu keyakinan adalah syarat bagi penerimaannya walaupun demikian, keyakinan tidak perlu diikuti oleh syarat
pengetahuan, juga semua pengetahuan agama tidak selalu bersandar pada keyakinan. Seseorang dapat berkeyakinan kuat tanpa benar-benar memahami agamanya, atau
kepercayaan bisa kuat atas dasar pengetahuan yang amat sedikit. Dalam Islam dimensi ini menyangkut pengetahuan tentang isi Al Qur’an, pokok-pokok ajaran yang harus diimani
dan dilaksanakan rukun Islam dan rukun iman hukum-hukum Islam, sejarah Islam dan sebagainya.
5 Dimensi Pengamalan konsekuensi Konsekuensi komitmen agama berlainan dari ke empat dimensi di atas. Dimensi
ini mengacu pada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktik, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Istilah “kerja” dalam pengertian teologis
digunakan di sini. Walaupun agama banyak menggariskan bagaimana pemeluknya seharusnya berpikir dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari, tidak sepenuhnya jelas
sebatas mana konsekuensi agama merupakan bagian dari komitmen keagamaan, atau semata-mata berasal dari agama. Dalam Islam dimensi ini menunjuk pada seberapa
tingkatan muslim berperilaku dimotifasi oleh ajaran agamanya. Dimensi ini meliputi
perilaku suka menolong, bekerja sama, berderma, berlaku jujur, menjaga amanat, tidak korupsi, tidak mencuri, dan lain sebagainya.
B. Pengertian Interaksi Sosial 1. Pengertian Interaksi Sosial