Hubungan antara Model Pembelajaran Discovery Learning Kerangka Berpikir

2.4 Hubungan antara Model Pembelajaran Discovery Learning

dengan Scientific Approach dan Keterampilan Proses Sains Discovery learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa tidak diberikan pengetahuan dalam bentuk akhir, melainkan siswa berperan aktif dalam menemukan dan membangun suatu konsep. Proses penemuan konsep tersebut menggunakan langkah-langkah yang berorientasi pada pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Pendekatan ilmiah Scientific Approach yang berdasar atas kinerja para ilmuwan dalam menemukan sesuatu, merupakan pendekatan yang sesuai untuk membimbing siswa dalam proses penemuan layaknya seorang ilmuwan sehingga apa yang ditemukan benar-benar terpercaya dan teruji. Penemuan konsep dalam discovery learning dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan, salah satunya praktikum. Pelaksanaan praktikum yang dimaksud tidak hanya kegiatan yang membuat siswa memiliki keterampilan dalam melaksanakan praktikum saja, melainkan keterampilan yang melibatkan 10 indikator keterampilan proses sains. Siswa dituntut untuk terlibat dalam proses penemuan sebuah jawaban dari permasalahan yang diberikan, sehingga keterampilan praktikum siswa dapat disebut sebagai keterampilan proses sains. Oleh karena itu, dengan menerapkan model pembelajaran discovery learning dengan scientific approach diharapkan dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa dalam lingkup materi pokok.

2.5 Kajian Penelitian yang Relevan

2.5.1 Scientific Discovery Learning with Computer Simulations of Conceptual

Domains Penelitian yang dilakukan oleh Ton de Jong dan Wouter R. van Joolingen 1998 membahas mengenai penggunaan simulasi komputer dalam pembelajaran dengan model Scientific Discovery Learning. Dalam penelitiannya, De Jong dan Van Joolingen menyampaikan efektivitas dan efisiensi pembelajaran discovery learning. Menurut mereka, tugas utama siswa dalam pembelajaran discovery learning adalah mengetahui karakteristik suatu model berdasarkan simulasi. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa discovery learning dengan simulasi dapat menumbuhkan inisiatif siswa dalam proses pembelajaran.

2.5.2 The Effect of Discovery Learning on Students’ Success and Inquiry

Learning Skill Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Ali Gunay Balim 2009 bertujuan untuk mengetahui pengaruh discovery learning pada kemampuan inkuiri, pencapaian akademik, dan ingatan mengenai pengetahuan siswa. Objek penelitian adalah siswa kelas VII. Balim menyatakan bahwa discovery learning adalah sebuah model yang mendorong siswa untuk menarik simpulan berdasarkan aktivitas dan pengamatan yang dilakukan oleh dirinya sendiri. Hasil dan simpulan dari penelitian ini adalah model discovery learning dapat meningkatkan pencapaian dan kemampuan inkuiri siswa.

2.5.3 Studying the Effect of Guided Discovery Learning on Reinforcing the

Creative Thinking of Sixth Grade Girl Students in Qom during 2012-2013 Academic Year Tujuan utama dalam penelitian yang dilakukan oleh Ali Gholamian 2013 adalah mempelajari pengaruh guided discovery learning sebagai salah satu model aktif membelajarkan siswa yang memiliki keterampilan berpikir kreatif. Penelitian ini dilakukan kepada siswa perempuan kelas VI yang berjumlah 50 orang. Siswa tersebut kemudian dibagi menjadi kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen diberi perlakuan dengan guided discovery learning , sedangkan kelas kontrol dengan pembelajaran tradisional. Setelah dilakukan analisis data dapat disimpulkan bahwa guided discovery learning adalah sebuah langkah yang efisien untuk meningkatkan keterampilan berpikir kreatif siswa.

2.5.4 Secondary School Students’ Assessment of Innovative Teaching Strategies

in Enhancing Achievement in Physics and Mathematics Penelitian yang dilakukan oleh Agommuoh dan Ifeanacho 2013 adalah sebuah penelitian deskriptif untuk meneliti penilaian siswa SMA terhadap strategi pembelajaran inovatif dalam meningkatkan pencapaian dalam fisika dan matematika. Pencapaian yang dimaksud meliputi pengembangan keterampilan proses mengobservasi, mengklasifikasikan, mengkomunikasikan, mengukur, mengestimasi, dan memprediksi, keterampilan pemecahan masalah dan penyelidikan, berpikir logis, menghubungkan, dan kreatif. Penelitian dilakukan dengan memilih 190 siswa dari 394 sekolah dengan teknik purposive sampling. Hasilnya adalah para siswa setuju bahwa strategi pembelajaran inovatif yang meliputi model inkuiri, discovery learning, diskusi, bermain peran, simulasi, permainan, kelompok belajar, brainstorming, dan strategi sejenis dapat meningkatkan pencapaian dalam fisika dan matematika. Peneliti merekomendasikan strategi pembelajaran inovatif yang telah diteliti untuk digunakan dalam proses pembelajaran fisika dan matematika di sekolah.

2.6 Analisis Materi Pokok

Materi koloid memiliki beberapa sub-materi yang harus dipahami dengan baik oleh siswa. Sub-materi dalam materi pokok koloid adalah sistem koloid, sifat koloid, dan pembuatan koloid. Pemahaman yang baik akan diperoleh siswa melalui proses pembelajaran yang efektif. Oleh karena itu, peneliti menganalisis hal tersebut.

2.6.1 Sistem Koloid

2.6.1.1 Pengertian Sistem Koloid

Campuran adalah penggabungan dua atau lebih zat di mana di dalam penggabungan ini zat-zat tersebut mempertahankan identitasnya masing-masing Chang, 2008: 7. Berdasarkan ukuran partikel terlarut dalam campuran, campuran dibagi menjadi 3, yaitu larutan, koloid, dan suspensi Davis, 2006: 425. Koloid adalah campuran yang tidak mengendap atau memisah menjadi fase yang berbeda Jespersen et all, 2012: 264. Koloid terdiri atas fase terdispersi dalam ukuran tertentu dalam medium pendispersi. Zat yang didispersikan disebut fase terdispersi terlarut, sedangkan medium atau zat yang digunakan untuk mendispersikan disebut medium pendispersi pelarut. Sistem koloid banyak dijumpai dalam bidang kimia terapan dan kimia industri, baik dalam proses pembuatan maupun hasilnya Kasmadi Gatot, 2008: 253. Hasil-hasil industri ini banyak kita gunakan dan mudah kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari seperti kosmetik, detergen, margarin, susu, dan lain sebagainya. Sistem koloid berbeda dengan larutan maupun suspensi. Meskipun ketiganya merupakan campuran tetapi ketiganya mempunyai sifat yang berbeda antar satu dan lainnya. Perbedaan antar campuran tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Perbandingan Sifat Larutan, Koloid, dan Suspensi Larutan Koloid Suspensi Homogen, tidak dapat dibedakan walaupun menggunakan mikroskop ultra Homogen secara makroskopis tetapi heterogen jika dilihat dengan mikroskop ultra Heterogen, baik secara makroskopis maupun mikroskopis Ukuran partikelnya 1 nm Ukuran partikelnya antara 1 nm s.d 1000 nm Ukuran partikelnya 1000 nm Terdiri atas satu fase Terdiri atas dua fase Terdiri atas dua fase Stabil Pada umumnya stabil tidak memisah apabila didiamkan Tidak stabil Tidak dapat disaring menggunakan penyaring biasa maupun penyaring ultra Hanya dapat disaring menggunakan penyaring ultra Dapat disaring Purba, 2004: 283

2.6.1.2 Jenis-jenis Koloid

Penggolongan sistem koloid didasarkan pada jenis fase terdispersi dan medium pendispersinya. Koloid yang mengandung fase terdispersi padat disebut sol, koloid yang mengandung fase terdispersi cair disebut emulsi, dan koloid yang mengandung fase terdispersi gas disebut buih Parning et all, 2006: 161. Jenis-jenis koloid disajikan pada Tabel 2.3 Tabel 2.3 Jenis-jenis Sistem Koloid Jenis Fase terdispersi Medium pendispersi Contoh Busa Gas Cair Buih sabun, krim kocok Busa padat Gas Padat Batu apung, marshmallow Aerosol cair Cair Gas Kabut, awan Aerosol padat Padat Gas Asap, debu di udara, asbut Emulsi Cair Cair Krim, mayonais, susu Emulsi padat Cair Padat Mentega, keju Sol Padat Cair Cat, jelli agar-agar Sol padat Padat Padat Panduan logam, mutiara Jespersen et all, 2012: 624 Selain digolongkan berdasarkan fase terdispersi dan medium pendispersinya koloid juga dibedakan berdasarkan sifatnya terhadap pelarutnya. Koloid yang “suka” terhadap pelarutnya disebut koloid liofil, contohnya adalah kanji, sabun, dan tepung. Sedangkan koloid yang takut pelarutnya disebut koloid liofob, contohnya adalah sol emas, besi II hidroksida, arsen III sulfat, dan lain-lain Kasmadi Gatot, 2008: 26.

2.6.2 Sifat-sifat Koloid

Koloid memiliki sifat khas yang berbeda dengan larutan sejati dan suspensi Purba, 2004: 287. Sifat-sifat koloid, yaitu: 1 Efek Tyndall Efek Tyndall adalah terhamburnya cahaya oleh partikel koloid. Efek ini sering digunakan untuk membedakan larutan sejati dengan koloid karena larutan sejati tidak menghamburkan cahaya. 2 Gerak Brown Gerak Brown adalah gerak zig-zag partikel koloid. Gerak ini dapat diamati menggunakan mikroskop ultra. Gerak Brown terjadi akibat tumbukan yang tidak seimbang antara fase terdispersi dengan medium pendispersi. Gerak Brown merupakan salah satu faktor yang menstabilkan koloid karena dengan adanya gerak Brown partikel koloid dapat mengimbangi gaya gravitasi sehingga tidak terjadi sedimentasi Purba, 2004: 288. 3 Muatan Koloid a. Elektroforesis Partikel koloid ada yang bermuatan dan ada yang tidak bermuatan. Muatan suatu partikel koloid dapat diketahui melalui elektroforesis. Elektroforesis adalah pergerakan partikel koloid dalam medan listrik. b. Adsorpsi Partikel koloid yang bermuatan dapat menyerap berbagai macam zat pada permukaan. Penyerapan pada permukaan ini disebut adsorpsi. Zat yang diadsorpsi bukan hanya ion maupun zat lain yang bermuatan, tetapi juga molekul-molekul netral. Kemampuan adsorpsi partikel koloid dimanfaatkan dalam bidang industri dan kehidupan sehari-hari, antara lain pemutihan gula tebu, pembuatan norit, penjernihan air, pembuatan deodoran, dan lain- lain. 4 Koagulasi Penggumpalan partikel koloid disebut koagulasi. Koagulasi dapat terjadi jika terdapat dua sol yang bermuatan bercampur, penetralan elektroforesis muatan sol oleh elektroda, pemanasan sol, dan penambahan elektrolit pada sol. Semakin besar valensi suatu elektrolit semakin mudah menggumpalkan sol Kasmadi Gatot, 2008: 27. Sifat partikel koloid yang dapat terkoagulasi menggumpal dimanfaatkan dalam berbagai proses, contohnya penjernihan air, penggumpalan karet dalam lateks, dan pembuatan mesin Cotrell pada pembuangan gas di pabrik-pabrik. Selain itu fenomena pembentukan delta di muara sungai juga merupakan salah satu contoh peristiwa koagulasi di alam. 5 Koloid Pelindung Pada beberapa proses, suatu koloid perlu untuk dipecahkan. Akan tetapi, di lain pihak koloid perlu dijaga supaya tidak menggumpal. Perlindungan ini dilakukan dengan menambahkan suatu koloid pelindung, yakni suatu koloid yang ditambahkan dalam sistem koloid lainnya untuk menstabilkan sistem koloid tersebut. Contoh pemanfaatan sifat koloid yang dapat digunakan sebagai koloid pelindung adalah dalam pembuatan es krim, cat, dan tinta. 6 Dialisis Dialisis adalah suatu proses untuk menghilangkan ion-ion yang mengganggu kestabilan koloid. Sistem kerja dialisis adalah dengan memasukkan sistem koloid ke dalam suatu membran semipermeabel, yakni membran yang dapat dilewati oleh partikel-partikel kecil seperti ion dan molekul sederhana tetapi tidak dapat dilewati oleh partikel koloid. Proses dialisis secara alamiah terjadi dalam proses pemisahan hasil-hasil metaboliseme dalam darah oleh ginjal. Adaptasi proses ini dilakukan dalam proses cuci darah bagi penderita penyakit ginjal.

2.6.3 Pembuatan Koloid

Suatu sistem koloid dapat dibuat dari larutan sejati maupun suspensi et all, 2006: 170. Pembuatan koloid dari larutan sejati dilakukan dengan mengelompokkan partikel larutan sejati sehingga berukuran seperti partikel koloid, cara ini disebut cara kondensasi. Cara kondensasi Parning pada dasarnya adalah proses pembuatan koloid melalui reaksi kimia terlebih dahulu Kasmadi Gatot, 2008: 27. Sedangkan pembuatan koloid dari suspensi dilakukan dengan memperkecil partikel suspensi sehingga berukuran seperti partikel koloid, cara ini disebut cara dispersi. Adapun penjelasan masing-masing cara pembuatan sistem koloid adalah sebagai berikut: 1 Cara kondensasi a. Reaksi hidrolisis Hidrolisis adalah reaksi suatu zat dengan air. Reaksi ini umumnya digunakan dalam pembuatan koloi-koloid basa dari suatu garam. b. Reaksi redoks Reaksi redoks adalah reaksi yang disertai dengan perubahan bilangan oksidasi. Koloid yang terjadi merupakan hasil oksidasi atau reduksi. c. Pertukaran ion Reaksi pertukaran ion umumnya dilakukan untuk membuat koloid dari zat-zat yang sukar larut endapan yang dihasilkan pada reaksi kimia. 2 Cara dispersi a. Cara mekanik dispersi langsung Cara ini dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel fase terdispersi. Biasanya dilakukan dengan penggilingan atau penggerusan menggunakan lumpang atau penggiling koloid. Hasil penggerusan atau penggilingan kemudian diaduk dengan medium pendispersi. b. Homogenisasi Dilakukan dengan menggunakan mesin homogenisasi. c. Peptisasi Cara ini dilakukan dengan memecah partikel besar dari suspensi menjadi partikel koloid dengan bantuan zar pemeptisasi pemecah. d. Busur Bredig Mekanisme Busur Bredig merupakan gabungan dari cara dispersi dan kondensasi. Biasanya digunakan dalam pembuatan sol-sol logam.

2.7 Kerangka Berpikir

Materi kimia SMA memang membutuhkan pemahaman cukup tinggi sehingga membuat siswa menjumpai banyak kesulitan dalam memahami dan mendalaminya. Materi koloid berisi konsep-konsep yang banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari akan tetapi memerlukan pemahaman yang tinggi dalam mempelajari konsep-konsep tersebut. Pembelajaran yang cenderung bersifat verbalisme kurang cocok diterapkan dalam materi ini karena siswa akan cenderung menghafal sehingga lebih mudah lupa. Siswa akan lebih paham jika melakukan praktikum karena mereka dapat menemukan dan menguji sendiri konsep yang dipelajari. Berdasarkan masalah pembelajaran tersebut, peneliti menyusun suatu kerangka berpikir mengenai penerapan model pembelajaran discovery learning dengan scientific approach untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa SMA. Penerapan model dan pendekatan ini mendorong siswa untuk aktif dalam memahami konsep kimia sekaligus meningkatkan keterampilan psikomotorik siswa karena siswa diajak untuk menemukan konsep melalui berbagai kegiatan. Masalah pembelajaran kimia di SMAN 1 Kendal - Hasil belajar kognitif sudah baik KKM 77 - Siswa kurang aktif dalam pembelajaran - Kegiatan praktikum jarang dilakukan - Hasil belajar psikomotorik kurang Keterampilan psikomotorik siswa perlu ditingkatkan Penerapan model pembelajaran discovery learning dengan scientific approach untuk meningkatkan ketrampilan psikomotorik siswa melalui sepuluh indikator KPS Keterampilan psikomotorik siswa meningkat Penelitian Tindakan Kelas Observasi Wawancara XI IPA 1 Gambar 2.1 Kerangka berpikir

2.8 Hipotesis Tindakan