BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Musik adalah salah satu ekspresi budaya. Dalam kegiatan musik terdapat berbagai aspek sosial budaya yang saling terintegrasi. Musik tercipta karena ada
manusia yang menciptakannya yang disebut dengan pencipta musik. Dalam konteks seseorang mengkomposisikan musik, naka ia dapat disebut dengan komposer. Musik
juga selalu diusahakan dipertunjukkan dengan menggunakan unsur-unsur estetika. Misalnya menggunakan unsur harmoni, teks yang memuat nilai-nilai dan filsafat,
menggunakan genre-genre puisi seperti pantun, nazam, sonata, dan lainnya. Khusus untuk ini di dalam dunia musik dikenal dengan penggubah lirik dan pengaransemen
arranger. Musik juga selalu menggunakan pemain-pemain yang memiliki keahlian yang relatif baik, yang lazim disebut dengan pemusik atau musisi. Begitu juga untuk
musik-musik vokal, penonjolan pertunjukan adalah pada para penyanyi. Agar musik ini fungsional dan berkelanjutan, maka secara budaya, musik
membutuhkan masyarakat pendukung yang jumlahnya bisa relatif kecil, atau bisa juga relatif besar. Masyarakat pendukung sangat menentukan hidup dan matinya
genre-genre musik dalam kebudayaan manusia. Masyarakat pendukung ini ada yang disebut dengan fans club, pecinta musik, kelompok etnik, atau bahkan masyarakat
dunia.
Universitas Sumatera Utara
Dalam berbagai kasus musik di dunia ini, tokoh-tokoh musik apakah itu penyanyi, pemain alat musik tertentu, pengorganisasi peristiwa musik, begitu
menonjol peran sosial dan budayanya. Kita mengenal Michael Jackson sebagai penyanyi ikon musik populer dunia. Masyarakat internasional juga mengenal Kenny
G. sebagai pemain alat msuik saksofon yang handal di dunia. Begitu pula kita mengenal Kitaro yang handal dalam memainkan alat-alat musik perkusi Barat yang
dipadunya dengan alat-alat musik perkusi dari Jepang. Di lingkup nasional, kita mengenal Idris Sardi sebagai penggesek biola yang handal. Begitu juga ada penyanyi
dan pencipta lagu yang terkenal yaitu Titik Puspa. Kita juga mengenal Iwa K. sebagai penyanyi rap populer di Indonesia. Dari generasi muda, kita mengenal Henry lamiri
dari Kalimantan sebagai pemain biola yang handal, dan banyak lagi contoh-contoh lainnya.
Di Sumatera Utara, terdapat banyak tokoh musik yang cukup mewarnai kawasan ini, nasional, bahkan internasional. Kita mengenal komponis Cornel
Simanjuntak, Liberti Manik, Djaga Depari, Lily Suheiri, Rizaldi Siagian, Ben Marojahan Pasaribu, dan kawan-kawannya. Kita juga mengenal pencipta tari seperti
Guru Sauti, O.K. Adram, Taralamsyah Saragih, Yose Rizal Furdaus, Sirtoyono, Manchu, dan lain-lainnya. Para tokoh musik dan tari dari Sumatera Utara ini, ada
yang karya dan pertunjukannya, yang berdasar kepada budaya etniknya saja. Ada pula yang bersandar pada kebudayaan nasional Indonesia, dan bahkan budaya dunia.
Dalam kebudayaan musik Melayu di Sumatera Utara, yang menarik perhatian penulis sebagai seorang mahasiswa yang berkecimpung dalam disiplin
Universitas Sumatera Utara
etnomusikologi, adalah peran para seniman musik Melayu yang sebahagiannya berasal dari etnik-etnik di luar etnik Melayu. Atau mereka ini berkecimpung dalam
kesenian Melayu, dan memelayukan dirinya. Contohnya adalah Sirtoyono yang beretnik Jawa, dan banyak berkecimpung dalam tarian Melayu Sumatera Utara.
Begitu juga dengan Lily Suheiri seniman Sumatera Utara yang etniknya Sunda tetapi banyak menciptakan lagu-lagu Melayu baik dalam bentuk ensambel kecil atau
orkestra yang ia bina, yaitu Orkes Simfoni Medan Orsim. Demikian juga halnya dengan Zulfan Effendi Lubis, yang dipandang sebagai seniman musik khususnya
akordion Melayu Sumatera Utara. Ada apa dengan fenomena ini? Maka dalam pemikiran penulis, semua itu tidak terlepas dari identitas Melayu. Jadi ada kaitan
langsung antara identitas, musik, kebudayaan, lingkungan, dan konseptualisasi budaya.
Melayu adalah sebuah istilah antropologis dan budaya, yang memiliki berbagai pengertian. Istilah ini bisa bermakna dalam konteks yang luas yaitu ras, bisa juga
identitas yang berkaitan dengan tata negara, atau etnik setempat, yang menghuni kawasan tertentu seperti provinsi atau kabupaten. Makna-makna yang bisa luas atau
sempit ini umumnya tergantung dalam konteks apa istilah tersebut digunakan. Berdasarkan pengertian ras, Melayu dapat digolongkan kepada kumpulan
Melayu Polinesia atau ras berkulit coklat yang mendiami Gugusan Kepulauan Melayu, Polinesia, dan Madagaskar. Namun demikian pada masa pusat imperium
Melayu berada di Malaka 1400 M dan Parameshwara menjadi Islam, maka sejak itu agama Islam disebarkan dari Malaka ke segenap penjuru di Nusantara. Penyebaran
Universitas Sumatera Utara
yang terjadi melalui proses dagang dan perkawinan ini, sekaligus membentuk budaya Melayu. Setelah itu, terbentuk definisi jati diri Melayu yang baru yang tidak lagi
terikat pada faktor geneologis hubungan darah tetapi dipersatukan oleh faktor kultural yang sama, yaitu kesamaan agama Islam, bahasa Melayu, dan adat-istiadat
Melayu. Definisi Melayu sejak abad ke 15 M dikemukakan oleh penguasa kolonial
Belanda dan Inggris serta para sarjana asing bahwa seseorang dikatakan orang Melayu apabila ia beragama Islam, berbahasa Melayu sehari-hari, dan melakukan
adat istiadat Melayu dalam kehidupannya sehari-hari. Sehingga sampai pada awal kemerdekaan Indonesia istilah “masuk Melayu” sama dengan ”masuk Islam”
Luckman Sinar 1994:8-9. Menurut seorang ahli antropologi, Vivienne Wee dalam Takari dan Dewi,
2008, terdapat perbedaan pengertian Melayu di Singapura, Malaysia, dan Indonesia yang secara langsung berkaitan erat dengan persepsi pemerintah masing-masing.
Pemerintah Singapura memandang Melayu sebagai sebuah ras, sebuah kategori yang dihasilkan berdasarkan keturunan dalam sistem etnisitasnya. Bahkan di Singapura,
seseorang yang rasnya Melayu, beragama Kristen, berbahasa Inggris, secara syah dianggap sebagai orang Melayu. Terdapat sejumlah kecil orang Melayu Kristen dan
mereka dipandang sebagai suatu Asosiasi Kristen Melayu di Singapura. Sedangkan di Malaysia, Melayu secara konstitusional diikat identitasnya dengan agama Islam,
maka jika seorang Melayu berpindah agama menjadi Kristen misalnya, dia tidak dipandang lagi sebagai orang Melayu. Meskipun demikian, tidak berarti semua orang
Universitas Sumatera Utara
Islam di Malaysia dipandang sebagai orang Melayu. Konstitusi Malaysia menyatakan bahwa orang Melayu itu hanyalah orang Islam yang berbahasa Melayu, menuruti
adat-istiadat Melayu, lahir di Malaysia atau lahir dari orang tua yang berkebangsaan Malaysia. Berbeda dengan Singapura dan Malaysia, pemerintah Indonesia tidak
begitu berminat memberi pengertian secara legal terhadap Melayu. Pengertian Melayu di Indonesia adalah satu istilah yang mengandung makna identitas regional
berdasarkan pengakuan penduduknya. Dengan demikian, menurut pandangan pemerintah Indonesia, seseorang dapat saja menyatakan diri sebagai oring Melayu
ataupun bukan orang Melayu. Dia boleh menentukan identitas regionalnya. Karena pemerintah Indonesia tidak mencantumkan label etnik dalam kartu tanda penduduk
KTP, sedangkan Singapura dan Malaysia mencantumkannya. Selain itu, istilah Melayu bisa merujuk kepada salah satu etnik setempat di
Sumatera Utara yang terdiri dari daerah-daerah kebudayaan yaitu Melayu Deli, Serdang, Langkat, Asahan, Batubara, dan Labuhan Batu. Namun demikian, tidak
terdapat perbedaan yang sangat mendasar. Menurut Fadlin, perbedaan di antara keenam kelompok Melayu ini hanya terdapat pada dialek atau pengucapan sesuatu,
misalnya pada pengucapan kata “kemana” bisa berbeda pada akhir hurufnya di enam wilayah Melayu Sumatera Utara tersebut.
1
1
Hasil wawancara dengan Fadlin pada September 2009 di ruang kantor beliau di Departemen Etnomusikologi, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Namun hal tersebut tidak membatasi mereka untuk berkomunikasi, mereka dapat saling mengerti dan dapat saling
berkomunikasi dengan baik.
Universitas Sumatera Utara
Di Sumatera Utara, ciri kemelayuan yang utama adalah budaya dan agama Islam. Etnik Melayu bukan hanya mereka yang bernenek moyang Melayu
Semenanjung, Riau, dan Kalimantan, tetapi juga banyak suku setempat seperti Mandailing-Angkola, Karo, Batak Toba, Simalungun, dan suku pendatang seperti
Aceh, Minangkabau, Jawa, Arab, India yang masuk menjadi Melayu dan memelayukan diri. Namun di antara mereka ada yang mengakui diri ke dalam dwi-
etnisitas. Ini semua dikarenakan oleh identitas kemelayuan yang terbuka dan tidak membedakan asal keturunan. Yang terpenting adalah pelaksanaan budaya yang
dipandu oleh wahyu Allah. Di Sumatera Utara banyak orang Batak yang memelayukan diri dan mengakui diri sebagai orang Melayu, contohnya Zulfan
Effendi Lubis yang secara garis keturunan adalah seorang Batak Mandailing yang memelayukan diri dan mengakui diri sebagai orang Melayu. Ia mengatakan:
Bapak memang suku Mandailing, ayah saya marga Lubis. Tapi kan Bapak udah lebih banyak melakukan kebiasaan-kebiasaan Melayu.
Karena udah lama saya tinggal di daerah orang Melayu dan istri bapakpun orang Mandailing. Jadi Bapak orang Melayu, tapi tetap
bermarga Lubis wawancara penulis dengan Zulfan Effendi Juli 2010
Apa yang terjadi pada Zulfan Effendi Lubis itu, yaitu Batak menjadi Melayu dikonsepkan dalam pantun:
Bukan kapak sembarang kapak, Kapak untuk membelah kayu,
Bukan Batak sembarang Batak, Batak sudah menjadi Melayu
Takari 2004:86.
Universitas Sumatera Utara
Pantun ini sebagai fakta bahwa banyak orang Batak yang menjadi orang Melayu dan hal tersebut tidaklah asing terjadi di Sumatera Utara. Zulfan juga terkadang
mencantumkan marga Lubis di beberapa kaset rekamannya. Bahkan dalam menghasilkan karya-karyanya berbagai unsur musik Karo dan Mandailing
dimasukkannya. Misalnya dalam Album Dua Dimensi ia bersama-sama Laila Hasyim, Syaiful Amri, dan kawan-kawan memasukkan unsur musik Karo yang dipadu dengan
musik Melayu. Keberadaan Zulfan Effendi Lubis seperti di atas, amatlah menarik untuk dikaji
secara etnomusikologis. Menurut penulis, yang pertama sebagai orang Batak Mandailing yang kemudian masuk Melayu, ia memiliki identitas yang mendua atau
dikotomi. Di satu sisi ia menjadi bahagian dari masyarakat Melayu Sumatera Utara khususnya Deli, di sisi lain ia juga tetap merasa secara keturunan sebagai orang
Mandailing. Kedua, identitas keturunan dan kebudayaan yang sedemikian rupa berdampak kepada permainan atau ciptaan musik Zulfan Effendi. Ketiga, menurut
pendapat para informan, Zulfan Effendi termasuk seniman yang memiliki kelebihan sendiri dibanding seniman-seniman lain, di antaranya Zulfan Effendi dipandang
“hebat” dalam bermain akordion dalam mengiringi lagu-lagu Melayu. Kemudian, keempat, beliau juga selain pemain akordion musik Melayu juga memiliki kemahiran
dalam memainkan musik-musik Padang Pasir sebuah genre musik Islam di Sumatrera Utara yang berkembang di dasawarsa 1960-an sampai 1970-an. Kelima,
Zulfan Effendi termasuk seniman musik Melayu yang senior, yang mengajarkan keahlian musiknya kepada para muridnya. Untuk itu penulis sebagai mahasiswa
Universitas Sumatera Utara
Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, tertarik untuk mengkaji gaya permainan akordion Zulfan Effendi untuk musik Melayu, berdasarkan
pendekatan-pendekatan etnomusikkologi. Pengertian etnomusikolgi dalam tulisan ini adalah mengutip pendapat resmi
dari Society for Etnomusikologi seperti yang penulis kutip di bawah ini. Ethnomusicology encompasses the study of music-making
throughout the world, from the distant past to the present. Ethnomusicologists explore the ideas, activities, instruments, and sounds
with which people create music.
European and Chinese classical musics, Cajun dance, Cuban son, hip hop, Nigerian juju, Javanese gamelan, Navajo ritual healing, and
Hawaiian chant are a few examples of the many varieties of music- making examined in ethnomusicology. Ethnomusicology is
interdisciplinary—many ethnomusicologists have a background not only in music but in such areas as anthropology, folklore, dance, linguistics,
psychology, and history.
Ethnomusicologists generally employ the methods of ethnography in their research. They spend extended periods of time with
a music community, observe and document what happens, ask questions, and sometimes learn to play the community’s types of music.
Ethnomusicologists may also rely on archives, libraries, and museums for resources related to the history of music traditions. Sometimes
ethnomusicologists help individuals and communities to document and promote their musical practices.
Most ethnomusicologists work as professors at colleges and universities, where they teach and carry out research. A significant
number work with museums, festivals, archives, libraries, record labels, schools, and other institutions, where they focus on increasing public
knowledge and appreciation of the world’s music.
Many colleges and universities have programs in ethnomusicology. To see a list of some of these programs, visit
our Guide to Programs in Ethnomusicology
sumber: www. webdb.iu.edu
Sesuai dengan kutipan di atas, etnomusikologi adalah suatu wilayah kajian ilmiah terhadap keberadaan musik di seluruh dunia, dari masa lampau hingga kini. Para
Universitas Sumatera Utara
etnomusikolog mengeksplorasi ide-ide, kegiatan-kegiatan, alat-alat musik, dan suara musik beserta dengan masyarakat yang menghasilkan musik tersebut. Di antara
contoh-contoh kajian etnomusikologi adalah musik klasik Eropa dan China, tarian Cajun, tarian son dari Kuba, hiphop, juju dari Nigeria, gamelan Jawa, upacara
pengobatan pada masyarakat Navaho Indian, dan nyanyi pujian pada masyarakat Hawaii, dan berbagai musik lainnya dalam konteks kajian etnomusikologis. Ilmu
etnomusikologi ini adalah interdisipliner. Beberapa etnomusikolog, tidak hanya berlatar belakang pendidikan musik, tetapi juga berlatar belakang antropologi, folklor,
tari, linguistik, psikologi, dan sejarah. Para etnomusikolog, secara umum melibatkan metode etnografi dalam
penelitiannya. Mereka bekerja dan menghasilkan karya ilmiah yang berangkat dari data museum, festival, arsip, perpustakaan, label perekaman, sekolah, dan institusi
lainnya. Para etnomusikolog ini fokus kepada usaha meningkatkan ilmu pengetahuan dan apresiasi terhadap musik dunia. Banyak perguruan tinggi dan universitas yang
memiliki program studi etnomusikologi
.
Berkaitan dengan penelitian ini yang mefokuskan perhatian kepada gaya bermain akordion Zulfan Effendi, maka sangatlah relevan untuk didekati dengan
disiplin etnomusikologi. Zulfan Effendi adalah pemusik Melayu, yang memiliki keahlian khas sebagai pemain akordion. Permainan akordion ini memiliki latar
belakang kebudayaan, khsusunya Melayu dan ditambah dengan unsur budaya Timur Tengah Arab. Jadi kajian terhadap gaya permainan akordion Zulfan Effendi, berarti
studi musik dalam kebudayaan.
Universitas Sumatera Utara
Musik adalah ekspresi kultural, seperti halnya bahasa, humor, dan emosi merupakan hubungan antara musik dan kehidupan Sinar 1990:1. Di dalamnya
terdapat nilai dan norma yang terkandung di dalam kebudayaan pemilik kesenian tersebut. Begitu pula dengan kebudayaan musik Melayu. Secara umum musik Melayu
terbagi kedalam 2 bagian, yaitu musik tradisional dan musik modern. Yang termasuk ke dalam musik tradisional Melayu antara lain: 1 musik pengaruh India: Persia dan
Thailand atau Siam, seprti : nobat, menhora, makyong, dan rodat, 2 musik pengaruh Arab: gambus, kasidah, ghazal, zapin, dan hadrah; 3 nyanyian anak-anak; 4 musik
vokal lagu yang berirama lembut seperti Tudung Periuk, Damak. Dondang Sayang dan ronggeng atau joget. Sedangkan musik modern adalah: 1 keroncong dan
Istambul yang tumbuh dan berkembang awalnya di Indonesia; 2 lagu-lagu langgam; 3 lagu-lagu patriotik tentang tanah air, kegagahan, dan keberanian; 4 Lagu-lagu
ultramodern yang kuat dipengaruhi oleh budaya Barat Usman dalam Takari 2005: 161-162.
Masyarakat Melayu juga membuat klasifikasi alat musik yang dianggap tradisional, yaitu gendang panjang, rebab, gong, tawak-tawak, kesi, ceracap, dan
suling. Alat musik tersebut dibawakan dalam setiap upacara adat Melayu. Pengaruh musik Barat menjadi musik populer Melayu yang kemudian diadopsi oleh masyarakat
Melayu dan sampai saat ini selalu dipakai dalan setiap pertunjukkannya adalah biola dan akordion.
Akordion merupakan instrumen free-reed yang ditemukan pada awal abad ke- 19. Alat musik ini memiliki 4 bagian antara lain, bellows, keyboard, treble registers,
Universitas Sumatera Utara
bass registers dan bassis. Instrumen ini memiliki 12 bass
2
dengan 20 keyboard
3
Pada saat ini sudah sangat jarang ditemukan sajian musik populer Melayu tanpa suara akordion. Meskipun tidak selalu memakai akordion, tetapi alat musik
keyboard sering digunakan untuk memunculkan warna suara akordion tersebut. Kedudukan akordion pada ensambel musik Melayu merupakan instrumen yang
penting dan menjadi pembawa akord bahkan sering membawa melodi secara heterofoni dengan biola. Menurut Fauzi, akordion merupakan inovasi baru pada musik
Melayu yang menjadikan musik tersebut menjadi lebih hidup dan berwarna. sampai 160 bass dengan 45 keyboard. Tetapi ada juga desain yang lebih kecil atau
lebih besar. Setiap bass pada akordion membunyikan akord yang berbeda. Sistem pengakordan ini merupakan interpretasi penyebutan nama akordion.
4
Perbedaan gaya permainan akordion juga ditemukan di antara seniman musik Melayu, misalnya Ahmad Setia dan Zulfan Effendi. Ahmad setia merupakan pemain
akordion yang terkenal mahir memainkan akordion dalam mengiringi tari Serampang Dua Belas, sedangkan Zulfan Effendi terkenal sebagai pemain akordion yang mahir
Meski merupakan alat musik yang diadopsi dari kebudayaan musik Barat, akordion pada musik Melayu mempresentasikan gaya musik Melayu. Teknik yang
dipakai juga sesuai dengan konsep yang menjadi ciri musik Melayu, seperti sistem tangga nada, cengkok dan sebagainya. Perbedaan konsep budaya dengan alat musik
yang sama ini merupakan hal yang menarik untuk dikaji.
2
Bass dimaksudkan kepada tombol pada accordion yang memainkan akord.
3
Keyboard dimaksudkan kepada tuts piano pada accordion.
4
Hasil wawancara penulis dengan Datuk Fauzi pada Februari 2010
Universitas Sumatera Utara
memainkan akordion dalam mengiringi lagu-lagu. Perbedaan ini menjadi ciri khas pemusik tersebut dalam membawakan lagu-lagu pada akordion. Dalam kajian ini,
Zulfan Effendi Lubis penulis pilih untuk menjadi narasumber pokok bagi penulis karena Zulfan memiliki gaya permainan yang sangat khas dan berbeda, bahkan
memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh pemain akordion yang lain. Zulfan adalah seorang Batak Mandailing yang bermarga Lubis yang secara
dominan melakukan adat istiadat Melayu dalam kehidupannya sehari-hari dan merupakan salah satu pemain akordion yang cukup handal dan sangat dikenal dalam
musik Melayu khususnya di Sumatera Utara wawancara dengan Takari September 2009. Zulfan Effendi Lubis pada awalnya mempelajari musik padang pasir
5
Kelebihan lain yang dimiliki oleh Zulfan, antara lain mengkolaborasikan beberapa unsur musik dalam musik Melayu seperti musik Arab, musik Karo, musik
dengan alat musik harmonium dari ayahnya Zakaria Lubis dan pamannya Muhammad Nasir
Nasution. Kemudian ia mulai mempelajari musik Melayu dan mulai berkarir sebagai pemain akordion sejak berusia 17 tahun sampai sekarang. Kemampuan memainkan
musik padang pasir ini menjadi kelebihan dan ciri khas Zulfan Effendi Lubis yang tidak dimiliki oleh pemain akordion lainnya.
5
Di Sumatera Utara, yang dimaksud dengan irama padang pasir adalah merujuk kepada musik-musik yang berciri Arab, yang ditandai dengan penggunaan alat-alat musik seperti oudh
gambus, gendang marwas, nekara, dan lain-lainnya. Begitu juga dengabn melodi yang digarap berdasarkan maqamat dari Timur Tengah seperti nahawan, sikkah, ziharkah, husaini, bayati, dan lain-
lainnya. Lagu-lagu yang digunaklan juga sebahagian besar memakai lirik berbahasa Arab dan sebahagiannya bahasa Melayu. Genre padang pasir ini dibawa oleh para ulama dan seniman yang
menimba ilmu di Tanah Arab pada masa sebelum Indonesia merdeka sampai Indonesia meredeka. Di antara tokoh dan seniman irama padang pasir adalah Ahji Ahmaq Baqi, Mukhlis, Hajjah Nurasiah Jamil,
dan lain-lainnya. Genre irama padang pasir ini mencapai zaman keemasannya pada dasawarsa 1960-an sampai 1970-an. Padang pasir sendiri merujuk kepada pengertian kawasan padang pasir yang umum
terdapat di negara-negara di Timur Tengah.
Universitas Sumatera Utara
Mandailing, Jawa, dan salah satu albumnya yang paling terkenal adalah album Dua Dimensi.
Contoh melodi musik etnik Karo yang dimainkan oleh Zulfan Effendi melalui alat musik akordion.
Contoh melodi musik etnik Mandailing yang dimainkan oleh Zulfan Effendi melalui alat musik akordion.
Contoh melodi musik etnik Jawa yang dimainkan oleh Zulfan Effendi melalui alat musik akordion.
Ia merupakan murid kepercayaan dan “kesayangan” Ahmad Baqi, yaitu seorang pemusik dan pencipta lagu Melayu yang handal. Selain itu, Zulfan sering kali
dipanggil sebagai pemain akordion di beberapa kegiatan kesenian, seperti Pesta Gendang Nusanatara di Melaka tahun 1996-1998 yang diadakan bersama Fadlin dan
Universitas Sumatera Utara
grupnya di Malaysia, OPEC Second Summit bersama Sinar Budaya Grup SBG di Caracas, Venezuella pada bulan September Tahun 2001. Selain itu, ia juga berperan
sebagai pemain accordion bersama Rinto Harahap dan penyanyi legendaris Melayu Nur ‘Ainun dalam rekaman album Enam Jam di Malaka karya Rizaldi Siagian di
Jakarta. Zulfan juga membentuk dan membimbing grup sendiri yang ia beri nama Group As-Syabab Senandung Deli. Sebagian besar anggota group ini adalah keluarga
Zulfan, seperti anak dan keponakannya. Keistimewaan gaya permainan yang dimiliki Zulfan ini membuat penulis
tertarik untuk menganalisisnya melalui sudut pandang etnomusikologis. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Analisis Gaya
Permainan Akordion untuk Lagu-lagu Melayu oleh Zulfan Effendi.
1.2 Pokok Permasalahan