91
b.
Environmental Perception
persepsi tentang lingkungan, yaitu interpretasi tentang suatu setting oleh individu didasari latar belakang budaya, nalar, dan
pengalaman individu tersebut. c.
Perceived Environment
lingkungan yang terpersepsikan, merupakan produk atau bentuk dari persepsi lingkungan seseorang atau sekelompok orang.
d.
Environment Cognition, Image, and Schemata
kognisi lingkungan, citra, dan skema, yaitu proses memahami dan memberi arti terhadap lingkungan.
e.
Environment Learning
pemahaman lingkungan meliputi proses pemahaman yang menyeluruh, menerus tentang suatu lingkungan oleh seseorang.
f.
Environment Quality
kualitas lingkungan, yaitu suatu lingkungan yang memenuhi preferensi imajinasi ideal seseorang atau sekelompok orang.
g.
Territory
teritori, yaitu batas dimana organisme hidup menentukan tuntutannya, menandai, serta mempertahankannya.
h.
Personal Space and Crowding
ruang personal dan kesumpekannya, batas yang tidak tampak di sekitar seseorang.
i.
Environmental Pressures and Stress
tekanan lingkungan, stress, dan strategi penanggulangannya, merupakan faktor fisik yang menimbulkan rasa tidak
enak, tidak nyaman, dan lainnya yang menyebabkan stress.
3.3. Latar Belakang Pemilihan Tema
Berdasarkan pada analisa terhadap kasus HIVAIDS, diketahui bahwa penyandang HIVAIDS ini sering sekali mendapat banyak tekanan, baik dari segi
lingkungan dan juga dari segi dirinya sendiri, antara lain : 1.
Dari segi diri sendiri Pada awal-awal kasus terjangkitnya virus HIV, kebanyakan orang tersebut
cenderung menunjukkan reaksi-reaksi keras seperti menolak hasil tes, menangis, menyesali, memarahi diri sendiri, mengucilkan diri sendiri, depresi, bahkan
terkadang sering terbesit keinginan untuk mengakhiri hidupnya. 2.
Dari segi lingkungan Tidak jarang para penyandang HIVAIDS ini mendapat stigma dan diskriminasi
dari masyarakat. Perlu disadari bahwa hal ini tentunya membawa dampak
Universitas Sumatera Utara
92
psikologi tersendiri bagi penyandang HIVAIDS, dimana dia merasa sendirian, serta merasa dikucilkan dari masyarakatnya. Hal inilah yang membuat mereka
sering menyendiri.
Adapun dampak dari tekanan ini adalah semakin terpuruknya seorang penyandang HIVAIDS, dimana pada saat ini mereka merasa putus asa, terpuruk,
depresi, kehilangan semangat hidup, dan kelalaian dalam kepatuhan penggunaan obat. Hal-hal inilah yang menyebabkan kondisi fisik mereka menurun, dan berujung pada
waktu perkembangan siklus HIV ke AIDS yang lebih cepat waktu hidup yang lebih singkat.
Agar penyandang HIVAIDS ini tidak semakin terpuruk, maka dibutuhkan suatu lingkungan yang nyaman, kekeluargaan, serta sesuai dengan keinginan mereka,
dimana mereka yang pada kenyataanya memiliki perilaku yang ingin bisa bersosialisasi dengan bebas dengan semua orang, memperoleh dukungan dari orang,
dan tidak ingin ditakuti oleh orang lain, dapat memperolehnya disini. Oleh karena itu digunakan arsitektur perilaku, dimana arsitektur perilaku
memperhatikan hubungan antara pola pikir, karakteristik, perilaku, serta kebutuhan manusia
behaviour setting
, yang kemudian diterjemahkan dalam perancangan bangunan, baik dari segi arsitekturalnya dan segi tata ruangnya sendiri.
Dengan demikian, diharapkan dapat tercipta suatu hubungan ruang, program ruang, dan tata ruang yang sesuai dengan keinginan mereka dan diharapkan dapat
menjadi rumah kedua yang nyaman bagi mereka.
3.4. Interpretasi Tema Terhadap Proyek