92
psikologi tersendiri bagi penyandang HIVAIDS, dimana dia merasa sendirian, serta merasa dikucilkan dari masyarakatnya. Hal inilah yang membuat mereka
sering menyendiri.
Adapun dampak dari tekanan ini adalah semakin terpuruknya seorang penyandang HIVAIDS, dimana pada saat ini mereka merasa putus asa, terpuruk,
depresi, kehilangan semangat hidup, dan kelalaian dalam kepatuhan penggunaan obat. Hal-hal inilah yang menyebabkan kondisi fisik mereka menurun, dan berujung pada
waktu perkembangan siklus HIV ke AIDS yang lebih cepat waktu hidup yang lebih singkat.
Agar penyandang HIVAIDS ini tidak semakin terpuruk, maka dibutuhkan suatu lingkungan yang nyaman, kekeluargaan, serta sesuai dengan keinginan mereka,
dimana mereka yang pada kenyataanya memiliki perilaku yang ingin bisa bersosialisasi dengan bebas dengan semua orang, memperoleh dukungan dari orang,
dan tidak ingin ditakuti oleh orang lain, dapat memperolehnya disini. Oleh karena itu digunakan arsitektur perilaku, dimana arsitektur perilaku
memperhatikan hubungan antara pola pikir, karakteristik, perilaku, serta kebutuhan manusia
behaviour setting
, yang kemudian diterjemahkan dalam perancangan bangunan, baik dari segi arsitekturalnya dan segi tata ruangnya sendiri.
Dengan demikian, diharapkan dapat tercipta suatu hubungan ruang, program ruang, dan tata ruang yang sesuai dengan keinginan mereka dan diharapkan dapat
menjadi rumah kedua yang nyaman bagi mereka.
3.4. Interpretasi Tema Terhadap Proyek
Pada pusat rehabilitasi ini digunakan arsitektur perilaku sebagai tema perancangan. Perilaku serta pola pikir dari penyandang HIVAIDS ini diperhatikan
serta dianalisis berdasarkan kajian-kajian yang ada diatas, sehingga dapat ditentukan kebutuhan akan ruang, pola hubungan antar ruang, maupun desain ruang, serta
suasana di dalam suatu bangunan agar penghuni merasa betah dan nyaman menetap di dalamnya.
Universitas Sumatera Utara
93
Berdasarkan analisa terhadap tahapan psikologi dari penderita HIVAIDS, berikut adalah tahapan perilaku mereka menurut Kubler Kross 1987, dalam Seligson
Peterson, 1992, yaitu :
Gambar 3.4. Tahapan reaksi psikologis penderita HIVAIDS.
Berdasarkan dari analisa terhadap tahapan perilaku mereka, maka berikut pola pikir mereka yang menjadi perhatian dalam perancangan, antara lain :
Gambar 3.5. Pola pikir dan perilaku dari penderita HIVAIDS
.
Terkejut, marah, penyangkalan
Gelisah Menyalahkan
hasil diagnosa Rasa penyesalan,
dan bersalah Marah terhadap diri
sendiri atau orang yang menulari
Tidak berdaya Kehilangan kontrol
terhadap akal sehat Stress dan
depresi
Stadium 1 Stadium 2
Stadium 3
Tawar menawar Membuka jati diri
Ingin diterima dan dicintai
Mencari dukungan sosial
Mencari sesama pengidap
Tidak menganggap diri normal, namun
sebagai manusia cacat dengan
identitas HIV
Stadium 4
Mental kuat Menerima keadaan diri
Mendekatkan diri pada agama Mengembangkan sikap damai
Stadium 5
Universitas Sumatera Utara
94
Dari pola pikir dan perilaku para penyandang HIVAIDS ini, berikut interpretasi tema terhadap bangunan antara lain :
No. Perilaku
Penderita HIVAIDS
Analisa Kebutuhan
Penerapan Pada Perancangan
Dampak Terhadap Perilaku
1. Dampak Fisik
berupa gangguan syaraf :
Sawan
kebingungan Menurunnya
metabolisme otak
Ketidaknormalan gangguan
motorik Pelupa
Masalah visuospatial
Ketidakstabilan diri
Menggunakan sirkulasi yang
sederhana dan tidak
membingungkan.
Sirkulasi yang mengarahkan
tidak rumit. Perancangan yang
menyatu dengan alam natural.
Akses lebih mudah dari 1 bangunan ke
bangunan yang lain.
Pengguna bangunan
terorientasi dengan baik tidak stress
dengan sirkulasi yang rumit.
2. Stress, depresi,
cemas.
Berdampak terhadap semangat
hidup yang rendah, murung,
dan menarik diri. Ingin
mendapatkan sebanyak
mungkin informasi dan
dukungan sosial sehingga
semangat hidup dapat
ditingkatkan.
Ingin sosialisasi
dengan masyarakat.
Ingin bersosialisasi
dengan sesama penderita
sehingga mereka tidak
merasa sendiri. Lingkungan yang
alami natural perancangan
yang menyatu dengan alam
Dapat membantu
mengembalikan kesehatan fisik
dan psikis.
Berdampak pada behaviour
dan mood. Lingkungan
dapat mempengaruhi
manusia. Lingkungan
yang alami membuat
seseorang merasa lebih
Mood dari penyandang
HIVAIDS dapat ditingkatkan
dengan melihat hal-hal yang alami
ruang luar lingkungan yang
alami sebagai bagian dari terapi.
Lingkungan yang nyaman dan alami
dapat membuat penyandang
HIVAIDS merasa nyaman,
kekeluargaan, dan dapat berbicara
dari hati ke hati.
Dengan adanya ruang sosialisasi,
maka penyandang
Universitas Sumatera Utara
95 baik.
Menciptakan kesan nyaman.
HIVAIDS dapat saling berbagi
sehingga tidak merasa sendiri dan
depresi, semangat hidup dapat
meningkat.
Ruangan yang terang dan tidak
rendah membuat orang tidak
tertekan.
Memiliki ruang- ruang sosialisasi
yang tersebar. “Grouping in
small number is better than
grouping in large number.”
Penggunaan warna-warna yang
menenangkan dan memberikan rasa
kedamaian.
Penggunaan material yang
hangat dan dapat menciptakan
kesan hangat dan nyaman.
Pencahayaan yang cukup pada setiap
ruangan. Mengintegrasikan
manusia dengan lingkungannya.
Ruangan dengan ketinggian yang
tidak terlalu rendah dan luas ruang
yang tidak sempit sehingga
menimbulkan kesan plong.
Universitas Sumatera Utara
96 3.
Ingin bersosialisasi,
tidak ingin ditakuti, ingin
suasana kekeluargaan.
Ingin bersosialisasi
dengan masyarakat.
Mendapatkan dukungan
sosial. Memiliki ruang-
ruang sosialisasi yang tersebar.
“Grouping in small number is
better than grouping in large
number.” Dengan adanya
ruang sosialisasi, maka penyandang
HIVAIDS dapat saling berbagi
sehingga tidak merasa sendiri dan
depresi, semangat hidup dapat
meningkat.
Tampilan
bangunan yang tidak menakutkan.
Lingkungan yang alami natural
perancangan yang menyatu
dengan alam
Dapat membantu
mengembalikan kesehatan fisik
dan psikis.
Berdampak pada behaviour
dan mood. Lingkungan
dapat mempengaruhi
manusia. Lingkungan
yang alami membuat
seseorang merasa lebih
baik.
Menciptakan kesan nyaman.
Tabel 3.3. Intepretasi tema terhadap proyek.
Berdasarkan pada interpretasi tema diatas, maka konsep perancangan lebih menekankan pada perancangan yang menyatu dengan alam. Salah satu tokoh arsitek
yang menerapkan konsep perancangan bangunan yang menyatu dengan alam adalah Tadao Ando. Adapun prinsip-prinsip Tadao Ando yaitu :
Universitas Sumatera Utara
97
a. Bermain dengan elemen cahaya, air, dan udara sebagai bagian dari perancangan
yang membuat pengguna bangunan tetap menyadari kehadiran alam meskipun berada di dalam bangunan. Contoh penerapan :
- Bukaan yang lebar berupa kaca jendela yang bening. - Dinding tidak massive secara keseluruhan interaksi ruang luar dan ruang dalam
yang menyatu. - Pencahayaan dari atap skylight yang memberikan kesan lapang dan nyaman,
serta memberikan pengalaman ruang yang menarik. b.
Mengintegrasikan manusia dengan alam daripada membatasinya. Contoh penerapan :
- Penggunaan kaca bening. - Ruang luar dan ruang dalam terhubung namun tetap memberikan kesan di
dalam ruang atau di luar ruang. c.
Perancangan massa bangunan dengan memperhatikan hubungannya dengan lingkungan sekitar sehingga membentuk hubungan yang erat antara place
dengan people. d.
Movement sirkulasi sebagai elemen penting dalam perancangan yang menghubungkan ruang luar dan ruang dalam.
e. Penggunaan dinding beton dan bentuk geometry tidak dilarang.
f. Ruang selalu dihubungkan dengan jembatan, jalur path, dan elemen-elemen
lansekap tanaman, pohon, dan air
promenade architecture
untuk mengarahkan dan mendekatkan bangunan dengan kualitas lingkungan kualitas
lingkungan yang alami tetap tercipta.
3.5. Studi Banding Tema Sejenis 3.5.1.Duke Ingtegrative Medicine, Durham