Farmakologi ketamin Mekanisme kerja ketamin

17

2.4.1 Farmakologi ketamin

Ketamin, 2-o-chlorophenyl-2-methylamine-cycloexanone pertama kali disintesa pada tahun 1963 dan digunakan pada manusia pada tahun 1965 oleh Corssen dan Domino. Obat ini larut dalam lemak dengan berat molekul 238 dalton pKa 7,5 dan digunakan dalam bentuk rasemik atau isomer levogyrous s + ketamin. 32 S + ketamin 3 sampai 4 kali lebih poten dari isomer R-ketamin untuk penanganan nyeri, sedikit menimbulkan agitasi dari pada yang bentuk rasemik dan dextrogyrous. S+ ketamin dua kali lebih poten dari rasemik dalam mencegah spinal cord central sensitization . 32 Ketamin dapat diberikan melalui oral, intramuskular, intravena bahkan saat ini berkembang penelitian ketamin epidural. Ketamin memiliki bioavailibilitas 93 dan waktu paruh sampai 186 menit. 31 Volume distribusi diperkirakan mencapai 3 Lkg. 30 Plasma puncak setelah pemberian intravena terjadi dalam waktu 1 menit, intramuskular dalam waktu 5 menit dan pemberian secara oral dalam waktu 30 menit. 33 Ketamin terdistribusi ke organ yang memiliki perfusi yang tinggi seperi otak dengan empat sampai lima kali dari kadar plasma dengan eliminasi obat melalui redistribusi obat dari organ yang perfusinya baik ke tempat yang kurang baik. Ketamin mengalami metabolisme konjugasi di hati melalui enzim sitokrom P 450. 34 Norketamin adalah hasil metabolit ketamin yang masih aktif tetapi potensiasinya sepertiga sampai seperlima dari ketamin dan pada akhirnya metabolit tadi dikonjugasikan menjadi larut air dan pada akhirnya diekskresikan melalui urin. Ketamin memiliki kelarutan lemak yang tinggi sehingga obat ini mudah melewati sawar darah otak. Ketamin memiliki ikatan dengan protein plasma 12 dan waktu paruh tercapai dalam 10 menit. 33 Universitas Sumatera Utara 18

2.4.2 Mekanisme kerja ketamin

Ketamin bekerja pada susunan saraf pusat dan menurut beberapa penelitian ketamin memiliki aktivitas perifer. Mekanisme ini didasarkan adanya NMDA reseptor di jaringan somatik termasuk pembuluh darah pada serabut saraf yang bermielin dan tidak bermielin. Oleh karena alasan ini maka ketamin tidak hanya bekerja di otak dan sumsum tulang belakang tetapi juga di perifer. 15 Efek kerja ketamin bekerja pada reseptor NMDA N-methyl-D-aspartate pada bagian kutub kalsium. Aktivasi reseptor NMDA menyebabkan hambatan influks kalsium ekstraseluler ke intraseluler. 35,37 Peran kalsium adalah sebagai second messenger untuk reaksi nyeri selanjutnya melalui pelepasan neurotransmitter nyeri yang lain. Blok pada NMDA reseptor adalah cara kerja utama dari ketamin di susunan saraf pusat dan medulla spinalis. Sebagai tambahan bahwa ketamin juga menghambat pelepasan dari glutamat yang bertindak sebagai neurotransmitter eksitatori yang berperan sebagai neurotransmitter nyeri. Mekanisme yang lain ketamin berikatan dengan reseptor opioid yaitu mu dan kappa. Interaksi ini terjadi sangat kompleks. Afinitas ketamin terhadap reseptor opioid ini 10 kali lebih lemah dari ikatannya terhadap reseptor NMDA dengan adanya bukti bahwa naloxon yang merupakan antagonis opioid tidak mengantagonis efek analgetik dari ketamin. 1,34 Ada bukti juga bahwa reseptor seperti monoaminergik, muskarinik dan nikotinik menjadi tempat ikatan ketamin sekaligus ketamin menimbulkan efek takikardi dan bronkodilator.

2.4.3 Preemptive ketamin

Dokumen yang terkait

Perbandingan Pretreatment Lidokain 40 mg Intravena Ditambah Natrium Bikarbonat 1 mEq Dengan Ketamin 100 μg/kgBB Intravena Dalam Mengurangi Nyeri Induksi Propofol

3 86 89

Efek Penambahan Natrium Bikarbonat 1 mEq Kedalam Lidokain 40 Mg Intravena Dibandingkan Dengan Lidokain 40 Mg Intravena Untuk Mengurangi Nyeri Pada Saat Induksi Propofol MCT/LCT

1 74 97

Efek Penambahan Natrium Bikarbonat 1 mEq Kedalam Lidokain 40 MG Intravena Dibandingkan Dengan Lidokain 40 MG Intravena Untuk Mengurangi Nyeri Pada Saat Induksi Propofol MCT/LCT

1 46 97

Perbandingan Kejadian Mual Muntah Pada Pemberian Tramadol Suppositori 100 mg Dan Tramadol Intravena 100 mg Sebagai Analgetik Paska Bedah Pada Operasi Ekstremitas Bawah Dengan Spinal Anestesi

1 78 66

Perbandingan Efek Inflasi Cuff Dengan Lidokain HCl 2% 6 CC + Natrium Bikarbonat 7,5% 0,6 CC Dengan Lidokain HCl 1,5 Mg/Kg BB Intravena Terhadap Kejadian Batuk Dan Hemodinamik Sebelum Dan Sesudah Ekstubasi Pada Anestesia Umum

0 40 96

Perbandingan Propofol 2 Mg/Kgbb-Ketamin 0,5 Mg/Kgbb Intravena Dan Propofol 2 Mg/Kgbb-Fentanil 1µg/Kgbb Intravena Dalam Hal Efek Analgetik Pada Tindakan Kuretase Kasus Kebidanan Dengan Anestesi Total Intravena

0 38 101

Perbandingan Respon Hemodinamik Pada Tindakan Laringoskopi Dan Intubasi Pada Premedikasi Fentanil 2µg/kgBB Intravena + Deksketoprofen 50 mg Intravena Dengan Fentanil 4µg/kgBB Intravena

1 44 90

Perbandingan Ketamin 0,5 MG/KGBB Intravena Dengan Ketamin 0,7 MG/KGBB Intravena Dalam Pencegahan Hipotensi Akibat Induksi Propofol 2 MG/KGBB Intravena Pada Anestesi Umum

2 53 97

Perbandingan Pengaruh Pemberian Fentanil 1 µg/kgBB Dengan Lidokain 2% 1 mg/kgBB Intravena Terhadap Respon Hemodinamik Pada Tindakan Ekstubasi

3 85 94

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Propofol - Perbandingan Pretreatment Lidokain 40 mg Intravena Ditambah Natrium Bikarbonat 1 mEq Dengan Ketamin 100 μg/kgBB Intravena Dalam Mengurangi Nyeri Induksi Propofol

0 0 25