Penatalaksanaan hipertensi pada lansia

2.7 Penatalaksanaan hipertensi pada lansia

Sani (2008) menjelaskan pedoman umum penanganan hipertensi di Indonesia hasil konsensus dalam Pertemuan Ilmiah Nasional Pertama Perhimpunan Hipertensi Indonesia 13-14 Januari 2007 di Jakarta, antara lain :1) Penanganan hipertensi ditujukan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler termasuk serebrovaskuler serta perkembangan penyakit ginjal, dimulai dengan upaya peningkatan kesadaran masyarakat dan perubahan pola hidup kearah yang lebih baik; 2) Penegakan diagnosis hipertensi perlu dilakukan dengan pengukuran tekanan darah minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu bila tekanan darah < 160/100 mmHg.; 3) Sebelum bertindak menangani hipertensi, perlu dipertimbangkan adanya risiko kardiovaskuler, kerusakan organ target dan penyakit penyerta. Penanganan dengan obat dilakukan terhadap penderita dengan banyaknya faktor risiko 3 atau lebih atau dengan adanya kerusakan organ target, diabetes, penyakit penyerta tertentu, disamping adanya perubahan pola hidup; 4) Penanganan dengan obat dilakukan bila upaya perubahan pola hidup belum mencapai target tekanan darah (masih >140/90 mmHg atau 130.80 mmHg pada Sani (2008) menjelaskan pedoman umum penanganan hipertensi di Indonesia hasil konsensus dalam Pertemuan Ilmiah Nasional Pertama Perhimpunan Hipertensi Indonesia 13-14 Januari 2007 di Jakarta, antara lain :1) Penanganan hipertensi ditujukan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler termasuk serebrovaskuler serta perkembangan penyakit ginjal, dimulai dengan upaya peningkatan kesadaran masyarakat dan perubahan pola hidup kearah yang lebih baik; 2) Penegakan diagnosis hipertensi perlu dilakukan dengan pengukuran tekanan darah minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu bila tekanan darah < 160/100 mmHg.; 3) Sebelum bertindak menangani hipertensi, perlu dipertimbangkan adanya risiko kardiovaskuler, kerusakan organ target dan penyakit penyerta. Penanganan dengan obat dilakukan terhadap penderita dengan banyaknya faktor risiko 3 atau lebih atau dengan adanya kerusakan organ target, diabetes, penyakit penyerta tertentu, disamping adanya perubahan pola hidup; 4) Penanganan dengan obat dilakukan bila upaya perubahan pola hidup belum mencapai target tekanan darah (masih >140/90 mmHg atau 130.80 mmHg pada

Umur dan adanya penyakit merupakan faktor yang akan mempengaruhi metabolisme dan distribusi obat, karenanya harus dipertimbangkan dalam memberikan obat antihipertensi dimulai dengan dosis kecil dan kemudian ditingkatkan secara perlahan. Menurut JNC VI1 pilihan pertama untuk pengobatan pada penderita ipertensi lansia adalah diuretik atau penyekat beta. Apalagi lansia kerja obat dalam tubuh dan interaksinya dengan jaringan tubuh farmakodinamik) berubah secara signifikan (Stockslager & Schaeffer, 2003). Lansia dengan tekanan darah sistolik antara 140-160 mmHg, penanganan pertama yang dilakukan adalah: amlodipin 5-10 mg sekali sehari, diltiazem 200 mg sekai sehari, felodipin 5-20 mg sekali sehari, nikardipin 30 mg dua kali sehari, nifedipin 30-60 mg sekali sehari, verapamil 120-240 mg dua kali sehari. Dosis obat-obat penyakat alfa yang dianjurkan adalah; doksazosin 1-16 mg sekali sehari, dan prazosin 0,5 mg sehari sampai 10 mg dua kali sehari.. Pada hipertensi lansia, penurunan tekanan darah diastolik hendaknya mempertimbangkan aliran darah ke otak, jantung dan ginjal.

Obat-obatan yang menyebabkan perubahan tekanan darah postural (penyekat adrenergik perifer, penyekat alfa dan diuretik dosis tinggi) atau obatobatan yang dapat menyebabkan disfungsi kognitif (agonis α 2 sentral) harus diberikan dengan hati-hati, karena pada lanjut usia sering ditemukan penyakit lain dan pemberian lebih dari satu jenis obat, maka perlu diperhatikan adanya interaksi obat antara antihipertensi dengan obat lainnya. Obat yang potensial memberikan efek antihipertensi misalnya obat anti psikotik terutama fenotiazin, antidepresan khususnya trisiklik, L-dopa, benzodiapezin, baklofen dan alkohol.

Obat yang memberikan efek antagonis antihipertensi adalah: kortikosteroid dan obat antiinflamasi nonsteroid. Interaksi yang menyebabkan toksisitas Obat yang memberikan efek antagonis antihipertensi adalah: kortikosteroid dan obat antiinflamasi nonsteroid. Interaksi yang menyebabkan toksisitas

Dosis beberapa obat diuretik penyekat beta, penghambat ACE, penyekat kanal kalsium, dan penyakat alfa yang dianjurkan pda penderita hipertensi pada lansia. Dosis obatobat diuretik (mg/hari) msialnya: bendrofluazid 1,25- 2,5, klortiazid 500-100, klortalidon 25-50, hidroklortiazid 12,5-25, dan indapamid SR 1,5. Dosis obat-oabat penyekat beta yang direkomendasikan adalah: asebutolol 400 mg sekali atau dua kali sehari, atenolol 50 mg sekali sehari, bisoprolol 10-20 mg sekali sehari, celiprolol 200-400 mg sekali sehari, metoprolol 100-2000 mg sekali sehari, oksprenolol 180-120 mg dua kali sehari, dan pindolol 15-45 mg sekali sehari. Dosis obat-obat penghambat ACE yang direkomendasikan adalah: kaptopril 6,25-50 mg tiga kali sehari, lisinopril 2,5-40 mg sekali sehari, perindropil 2-8 mg sekali sehari, quinapril 2,5-40 mg sekali sehari, ramipril 1,25-10 mg sekali sehari (Kuswardani, 2006).

Sasaran yang diajukan pada The joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and treatment of High Bloodpressure (JNC

VI) dimana pengendalian tekanan darah (Tekanan darah sistolik<140 mmHg dan Tekanan darah diastolik<90mmHg) sangat ketat untuk penderita lanjut usia. Direkomendasikan penurunan tekanan darah diastolik < 160 mmHg sebagai sasaran intermediet tekanan darah, atau penurunan sebanyak 20 mmHg dari tekanan darah awal.

Modifikasi gaya hidup sebagai langkah pertama perawatan hipertensi, harus menjadi fokus saat membuat rencana perawatan. The Sixth Report of the Joint National Committee on prevention, detection, evaluation, and treatment of Modifikasi gaya hidup sebagai langkah pertama perawatan hipertensi, harus menjadi fokus saat membuat rencana perawatan. The Sixth Report of the Joint National Committee on prevention, detection, evaluation, and treatment of

Kebijakan Pemerintah Kota Semarang dalam pengobatan adalah memberikan fasilitas gratis bagi masyarakat yang memiliki Kartu Tanda Penduduk Semarang dengan berobat ke Puskesmas. Program terapi obat hipertensi yang dilaksanakan di Puskesmas Srondol Kota Semarang meliputi obat Captopril atau Nifedipin (2x1) atau Tensibad (3x1) sebagai penurun tekanan darah, HCT atau Furosemide (3x1) sebagai diuretika. Obat tersebut diberikan kepada lansia untuk waktu pengobatan 10 hari, dan selanjutnya bisa berobat kembali ke Puskesmas. Bagi mayarakat di luar kota Semarang, bila berobat ke Puskesmas hanya membayar loket sebesar Rp 5000,-