118
merupakan seorang pribadi yang baik sebagai karyawan perempuan maka mereka bekerja dan dapat diterima menjadi karyawan di PT. Perkebunan Nusantara IV persero Unit
Usaha Tinjowan.
4.6 Faktor Penghambat Eksistensi Dan Mobilitas Sosial Informan Sebagai
Karyawan Perempuan di Unit Usaha Tinjowan
Dalam penelitian ini,dapat terlihat faktor yang mengindikasi untuk menghambat proses eksistensi dan mobilitas sosial karyawan sebagai berikut :
4.6.1 Faktor Struktural
Adapum faktor strukturalnya terkait dengan kebutuhan tenaga kerja karyawan di bagian pekerjaan tertentu,misalkan di bagian SDM dan UMUM kekurangan di bagian
arsip surat menyurat,dikarenakan karyawan sebelumnya telah pensiun maka dibutuhkan tenaga pengganti yang diambil dari bagian pekerjaan lain. Namun hal ini dilakukan
penilian dan tidak sembarangan asal menempatkan seorang karyawan tersbeut pindah. Dan kesempatan ini terjadinya,karena karyawan sebelumnya yang bekerja pensiun. Hal
ini melihatkan bahwa,kemungkinan seorang karyawan untuk pindah dari satu posisi kerja terntentu ke posisi bagian kerja lain tunggu ada karyawan yang pensiun. Jadi,geser
menggeser posisi karena pensiun mungkin hal yang tepat dan menjadi salah satu faktor penghambat untuk karyawan tidak bisa pindah atau bergeser posisi kerja ke bagian
pekerjaan lain. Bapak Tarmidi selaku bagian pengamanan :
“...kami disini biasa pindah tempat saja,misalnya dari jaga diperbatasan bipindahkan ke pengamana pabrik,atau ke bagian
Universitas Sumatera Utara
119
kantor. Karena orang yang jaga disitu pensiun atau masuk kekantor,jadi harus pindah”.
Ditambahkan ibu Juliana ambarita : ;kalo saya dulu dipindahkan karena ada lowongan kurang
guru,maka saya dimasukkan jadi tenaga pengajar di SMP Yapendak. Jadi dari lapangan saya mengajar”.
Berkaian dengan dua faktor determinan mobilitas sosial yakni faktor struktural yang melihat jumlah relatif dari kedudukan tinggi yang bisa dan harus
diisi serta kemudahan untuk memperolehnya. Kemudian hal ini memperlihatkan bahwa faktor strukturan tersebut
menjadi hambatan demi hambatan yang dialami karyawan untuk terjadinya perpindahan atau mobilitas sosial yang mengakibatkan mereka harus tetap bekerja
ditempat bagian kerja mereka sampai ada kesempatan dibutuhkan lowongan di posisi bagian pekerjaan lain dan masih sama kesempatannya untuk karyawan
perempuan dan laki-laki mengalami perpindahan atau mobilitas sosial karyawan tersebut yang masih di dalam Unit Usaha Tinjowan.\
4.6.2 Faktor Individu
Adapun faktor individu menjadi tolak ukur dan pengaruh dalam terjadinya mobilitas sosial karyawan perempuan. Dimana disatu sisi perempuan menginginkan
meningkatkan karir tapi disatu sisi dia mempertimbangkan pekerjaan yang lebih enak dan mementingkan pekerjaan mana,terkait dengan karyawan perempuan bekerja sebagai gaya
hidup atau karir,atau sekedar pencarian nafkah dan menambah penghasilan keluarganya saja. Kesempatan sudah sama diberikan,tergantung individu karyawan perempuan dan
Universitas Sumatera Utara
120
laki-laki dalam mengambil tindakan dan keputusan ketika ada kesempatan perpindahan atau mobilitas sosial tersebut.
Kualitas diri orang perorang setiap karyawan,baik ditinjau dari pendidikannya,penampilannya,keterampilan pribadi,dan lain-lain. Dalam hal ini termasuk
faktor keberuntungan kesempatan dalam meraih suatu posisi pekerjaan. Penilaian dilakukan oleh Asssiten bagian SDM dan UMUM,langsung dengan penilaian kinerja,dan
mendapatkan informasi dari rekan-rekan kerja juga dipertimbangkan. Namun kembali pada individu karyawan ketika dipilih dan mempetimbangkan pilihan perpindahan
tersebut. Hal ini seperti yang diungkapkan ibu Sri Rezeki : “... keliatannya enak kerja dikantor dek tapi capek tiap hari itu saja
yangdikerjakan. Kalo kita dilapanga kerjanya lebih sulit terlihat tapi santai dengan suasana lapangan. Walau panas sudah terbiasakan dengan panas-
panasan,tapi tak ada tekanan.semua orang ditanyak mau pindah tempat yang enak pasti mau tapi kan banyak yang sudah menikmatinya disini.
Istilahnya lebih fleksibel kerjanya.”
Hal lainnya terkait lainnya adalah umur,kendala umur. Karena mungkin kualitas diri karyawan dilihat dari jam terbang atau jam kerja yang tinggi. Misalkan ada
kesempatan untuk naik jabatan atau posisi kerja naik menjadi karyawan pimpinan,alangkah terbentur umur misalnya masa kerja yang tinggal 2 tahun lagi.
Jadi,karyawan mempertimbangkan untuk tidak mengambil pilihan tersebut dan tetap pada posisi kerja yang lama. Dalam hal ini misalnya karyawan pelaksana di bagian tata
usaha,yang ada kesempatan untuk promosi jabatan naik jadi staff istilah untuk menyebutkan naik menjadi karyawan pimpinan,namun kembali umur banyak menjadi
perimbangan para karyawan perempuan dan laki-laki ketika ada kesempatan kenaikan karir di Unit Usaha Tinjowan.
Universitas Sumatera Utara
121
Bapak Suyono juga memaparkan : “...dek awak siapa gak mau naik jadi staff atau pimpinan. Memang
rezeki gak kemana tapi umur,kita tahu diri juga. Belum tentu lebih mudah pekerjaan jadi atasan bos itu. Malah mungkin lebih sulit dan
payah,sementara umur awak,berapa tahun lagi pensiun. Kalo ditanya mau yah lagi lagi mau.”
Dengan demikian,semua karyawan laki-laki dan perempuan kesempatannya sama hanya saja kembali pada kualitas diri individu karyawan
masing-masing terhadap pilihan yang diberikan terhadap kesempatan mobilitas sosial tersebut didalam Unit Usaha Tinjowan.
4.6.3 Faktor Jaringan Sosial karyawan
Adapun ketika semua menginginkan untuk naik karir,pindah posisi kerja dan jabatan serta perpindahan yang lebih baik dari sebelumnya,setelah faktor kesempatan dan
lainnya indikatordari jaringan sosial juga diperhatikan. Dalam hal ini indikator jaringan sosial karyawan erat kaitannya dengan kesempatan dan faktor intern antara karyawan
yang bersangkutan dengan pihak terkait disini pihak terkait dengan perpindahan tersebut adalah bagian SDM dan UMUM. Kualitas diri menjadi nomor satu penilian yang
dilakukan terhadap karyawan. Kalaupun jaringan sosial,sekedarnya saja beberapa hal yang bersinggungan dengan indikator jaringan sosial disini adalah sebagai berikut :
1. Mengenal baik pimpinan atau atasan
2. Menjaga hubungan baik dan kepercayaan pimpinan yang dilakukan karyawan
pelaksana 3.
Mempererat tali silaturahmi dengan pimpinan agar tercipta citra yang baik karyawan pelaksana
4. Keakraban secara professional
Universitas Sumatera Utara
122
5. Relasi sosial karyawan pimpinan dan karyawan pelaksana perempuan dan
laki-laki,sebatas professional kerja dan kualitas diri karyawan agar menciptakan harmonisasi sosial dalam bekerja di Unit Usaha Tinjowan.
Kemudian hal lainnya seperti kekerabatan dan keakrabatan sebatasnya dan saling menghargai secara professional kerja menjadi pertimbangan selanjutnya untuk
kemungkinan menjadi relasi antar jaringan sosial karyawan pimpinan dan karyawan pelaksana perempuan dan laki-laki di dalam Unit Usaha Tinjowan
Terakhir bahwasannya,setiap karyawan perempuan yang juga berstatus sebagai ibu rumah tangga dan istri dari karyawan atau suaminya,mereka tetap dapat
mengayunkan buaian dengan tangan kirinya untuk urusan rumah tangganya,dapat pula mengggoyangkan dunia dengan tangan kanannya. Karena perempuan bekerja dan
berkarya demi kemajuan perempuan dan sebagai ukuran kemajuan suatu negeri. Karyawan perempuan yang maju berkarir dan berkarya dengan profesional menjadikan
ukuran dan harapan juga bagi kemajuan perusahaan PT. Perkebunan Nusantara IV Persero Unit Usaha Tinjowan.
Universitas Sumatera Utara
123
BAB. V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan .