27
lebih lemah. http:sosbud.kompasiana.com20101223pembagian-kerja-secara-seksual- gender-327317.html
2.2 Undang-Undang Tentang Ketenagakerjaan Perempuan
Paragraf 3 Perempuan Pasal 76 UU. No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 76 berisi larangan untuk mempekerjakan pekerjaburuh perempuan yang
berumur kurang dari 18 tahun, antara pukul 23.00 sd 07.00; pengusaha dilarang mempekerjakan pekerjaburuh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter
berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sd 07.00. Pengusaha yang mempekerjakan pekerjaburuh
perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 wajib : a. memberikan makanan dan minuman bergizi; dan
b. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.
Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerjaburuh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul
05.00. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 dan ayat 4 diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 81
Memuat tentang perijinan bagi pekerjaburuh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha untuk tidak wajib bekerja pada
hari pertama dan kedua waktu haid; pelaksanaan ketentuan ini diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Universitas Sumatera Utara
28
Pasal 82
1 Pekerjaburuh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 satu setengah bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 satu setengah bulan sesudah
melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. 2 Pekerjaburuh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak
memperoleh istirahat 1,5 satu setengah bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.
Pasal 83
Pekerjaburuh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.
2.3 Peran dan Hak Perempuan di Sektor Publik
Dilihat dari ketenagakerjaan, jumlah penduduk yang merupakan angkatan kerja di
Provinsi Sumatera Utara sebesar 5. 402. 178 orang, di mana sejumlah 5. 262. 622 orang
diantaranya bekerja, sedangkan 139. 556 orang merupakan pencari kerja. Dari hasil SP 2010, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja TPAK di Provinsi Sumatera Utara sebesar
62,64 persen, di mana TPAK laki-laki lebih tinggi daripada TPAK perempuan, yaitu masing-masing sebesar 79,51 persen dan 46,33 persen. Sementara itu, bila dibandingkan
menurut perbedaan wilayah, TPAK di perkotaan lebih rendah daripada perdesaan, masing-masing sebesar 55,98 persen dan 69,62 persen. Tiga kabupatenkota di Provinsi
Sumatera Utara dengan TPAK tertinggi berturut-turut adalah Kabupaten Humbang Hasundutan 88,73, Kabupaten Samosir 88,23, dan Kabupaten Dairi 86,35. Dengan
Universitas Sumatera Utara
29
jumlah pencari kerja sejumlah 139. 556 orang, Tingkat Pengangguran Terbuka TPT di provinsi ini mencapai 2,58 persen.
Pemberdayaan kaum perempuan yang menjadi cita-cita Kartini saat ini telah dapat dinikmati oleh sebagian besar perempuan. Sebagian dari kita tidak saja telah dapat
menemukan pekerjaan sesuai passion, tetapi juga telah memperoleh kebebasan finansial. Dari total populasi 112 juta jumlah pekerja di Indonesia data Badan Pusat Statistik tahun
2012, saat ini ada 43 juta pekerja perempuan yang membantu pertumbuhan ekonomi Indonesia. Itu artinya, jumlah pekerja perempuan hampir sama besarnya dengan pekerja
laki-laki. Adapun yang lebih penting, pada saat yang sama perempuan juga menemukan kebebasan untuk tetap menjalankan perannya sebagai ibu. Hal ini dimungkinkan berkat
semakin banyaknya peluang untuk bekerja secara freelance. Tren bekerja secara freelance ini menjadi peluang baru bagi jutaan perempuan yang ingin membutuhkan
penghasilan tambahan, maupun yang ingin bekerja dengan cara yang lebih fleksibel. Karena bagaimana pun, kita datang dari latar belakang yang berbeda-beda sehingga tidak
semua dari kita bisa bekerja di luar rumah penuh waktu. kompas.com
Menurut Dra. Lina Sudarwati, M. Si dalam Jurnal Unpublished Perempuan dan Struktur Sosial, 2003 Keberadaan dan keterlibatan wanita dalam pasar tenaga kerja
ditinjau dari perspektif Karl Marx erat kaitannya dengan perkembangan sistem kapitalis. Memperhatikan faktor di atas terlihat bahwa keterlibatan wanita dalam pasar tenaga kerja
merupakan pengaruh dari:
1. Faktor ekstern yang merupakan faktor penarik untuk bekerja yakni adanya
kesempatan kerja yang ditawarkan oleh kapitalis.
Universitas Sumatera Utara
30
2. Faktor intern, yang merupakan faktor pendorong untuk bekerja yakni
desakankesulitan ekonomi keluarga. Faktor kesempatan kerja dan faktor untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi inilah
yang pada hakekatnya menghantarkan kaum wanita untuk bekerja di sektor publik. http:repository.usu.ac.idbitstream12345678938331fisiplina20sudarwati.pdf
2.2.1 Wanita dan Pekerjaan
Wanita dan pekerjaan yang dapat dipertukarkan merupakan nilai tukar tenaga kerja wanita belum dihitung secara efektif, wanita juga tidak mendapat ganti kerugian
atas kehilangan upah dan keuntungan, kesempatan-kesemptana pengembangan karir, dan akses untuk waktu yang senggang. Kegunaan tenaga kerja ini telah direndahkan oleh
budaya patriarkis dan kolonisasi yang menanamkan pekerjaan semacam itu sebagai pekerjaan wanita. Namun, pekerjaan yang direndahkan itu telah menghasilkan pelayanan-
pelayanan yang bermanfaat bagi masyarakat yakni pendidikan, perawatan kesehatan, dukungan spiritual dan emosional, serta tanggungan perawatan bayi kaum tua atau anak-
anak yang menjadi tanda-tanda bagi defenisi kami sendiri sebagai suatu “peradaban”.
Wanita dan pekerjaan yang bermanfaat merupakan kehidupan sehari-hari wanita berada dalam konteks beban ganda. Beban untuk memberikan pengasuhan yang tidak
dibayarkan dalam pelayanan-pelayanan dalam pekerjaan rumah tangga, serta beban untuk memberikan kelangsungan hidup perekonomian melalui kerja upahan, memberikan
norma kepada wanita. Tidak ada pemisahan yang rasional dari keduanya, dua hal itu merupakan aktifitas yang tak terpisahkan bagi wanita, kecuali dibawah kapitalisme,
kolonisasi dan patriarki. Jane C. Ollenburger dan Helen A. Moore, 1996
Universitas Sumatera Utara
31
2.2.2 Sistem Masyarakat Patriarki
Sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial. Ayah memiliki otoritas terhadap perempuan yaitu
ibu, anak-anak dan harta benda. Secara tersirat sistem ini melembagakan pemerintahan dan hak istimewa laki-laki dan menuntut subordinasi perempuan. Kebanyakan sistem
patriarki juga adalah patrilineal. Patriarki adalah konsep yang digunakan dalam ilmu-ilmu sosial, terutama dalam antropologi dan studi referensi feministas. Distribusi kekuasaan
antara laki-laki dan perempuan di mana laki-laki memiliki keunggulan dalam satu atau lebih aspek, seperti penentuan garis keturunan keturunan patrilineal eksklusif dan
membawa nama belakang, hak-hak anak sulung, otonomi pribadi dalam hubungan sosial, partisipasi dalam status publik dan politik atau agama atau atribusi dari berbagai
pekerjaan pria dan wanita ditentukan oleh pembagian kerja secara seksual.
Keuntungan Patriarkhi bagi Perempuan adalah rasa kenyamanan yang didapatkan misalnya dalam masyarakat banyak perempuan menggunakan sistem patriarki sebagai
pelindung diri dan harus dilindungi laki-laki agar tidak terancam keamanannya. Sedangkan kerugian Patriarki buat Perempuan juga tidak kalah banyaknya, dalam
keluarga khususnya penganut Patrilineal akan mengutamakan anak laki-laki dari pada anak perempuan dalam penerus marga misalnya, kemudian pembagian harta warisan,
kepemilikan atas perempuan, belum lagi kasus kriminal seperti pelecehan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, dilapangan pekerjaan publik dan lain sebagainya yang
menjadi budaya dan sistem Patriarki pada masyarakat Indonesia. Ketimpangan kelas
Universitas Sumatera Utara
32
berdasarkan jenis kelamin ini sepertinya kurang dipersoalkan di Indonesia karena sistem masyarakatnya yang bersifat patriarkal membenarkan hal ini berlangsung. Bahkan hal ini
dianggap wajar karena pembagian peran kedua jenis kelamin ini memang dipersiapkan sesuai dengan nilai-nilai kodratnya masing-masing yatiu laiki-laki dan perempuan.
Menurut MC Donough dan Horrison 1978 dalam Saptari dan Holzner 1997,menyatakan bahwa dilain pihak ada juga yang membedakan dua aspek dari
patriarkhi, yaitu sebagai kontrol terhadap reproduksi biologis dan seksualitas terutama dalam perkawinan monogami, dan patriarkhi sebagai kontrol terhadap kerja melalui
pembagian kerja seksual dan sistem pewarisan.
2.2.3 Status dan Peranan Perempuan
Parson menyatakan pandangannya bahwa setiap masyarakat hanya bisa mempertahankan kelangsungan hidupnya apabila keteraturan sosial sosial order bisa
dipertahankan. Melalui konsep A.G.I.L Adaptation, Goal Attainment, Integration, and Latent Maintenance, ada empat fungsi agar masyarakat atau dalam lingkup lebih kecil
sekelompok individu dalam hal ini karyawan perempuan dapat bertahan,bertahan di sini berarti berkaitan dengan tempat,suasana dan sistem kerja.
Pertama adalah fungsi Adaptasi, artinya karyawan perempuan harus menyesuaikan dengan lingkungan sosial dan alam agar dapat bertahan dalam suasana
kerja dan menjalankan subsistem ekonomi. Fungsi yang kedua adalah mencapai tujuan, setiap pekerjaan yang dilakukan selalu didasari oleh motif sesuatu, misalnya ekonomi
upah dan pendidikan jenjang karir menjalankan subsistem politik. Ketiga, fungsi Integrasi, dimana setiap unsur dalam masyarakat terutama karyawan perempuan harus
Universitas Sumatera Utara
33
terjalin dan tidak berlawanan sesuai dengan nilai dan norma yang terbentuk dalam perkebunan tempat bekerja dan menjalankan subsistem hukum dan agama. Sedangkan
fungsi yang terakhir yaitu mempertahankan pola, artinya bentuk hubungan sosial yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan tersebut harus dipertahankan melalui aturan dan
nilai dalam hal ini aturan,nilai dan norma yang terdapat pada struktur organisasi kerja dan birokrasi perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara IV Persero Unit
Usaha Tinjowan. Kemudian sudah saatnya bagi keluarga yang berwawasan maju untuk mengubah
manajemen keluarga yang tradisional menjadi manajemen berdasarkan kebersamaan. Dapat dikatakan bahwa perkembangan status dan peranan wanita bersifat universal,
dengan catatan bahwa perpindahan dari periode Wanita Pasif ke periode Wanita Aktif dan tidak bersamaan waktunya. Kesempatan kerja bagi kaum wanita yang umumnya
hanya terbatas pada pekerjaan berupah rendah serta keterbatasan waktu yang bisa dicurahkan untuk bekerja diluar sektor domestik menempatkan mereka pada posisi yang
rendah dalam struktur ketenagakerjaan. Sementara lelaki memperoleh posisi yang lebih baik, karena bisa mencurahkan waktunya secara penuh untuk bekerja di sektor publik,
sebab mereka tidak terbebani oleh tugas-tugas di sektor domestik. Dengan demikian mereka dapat berproduksi dan memperoleh upah lebih besar dari wanita.
Akhirnya baik di sektor domestik maupun di sektor publik wanita tetap didominasi oleh kaum lelaki, karena pada kenyataan struktur ketenagakerjaan juga
menempatkan lelaki pada posisi ekonomis yang lebih kuat dari kaum wanita, sehingga dalam pemenuhan kebutuhan materialnya wanita masih tergantung pada kaum lelaki.
Universitas Sumatera Utara
34
dalam Jurnal Unpublished Wanita dan Struktur Sosial, Dra. Lina Sudarwati. M. Si. 2003
Hal ini bekrkaitan dengan ketimpangan jumlah perempuan dalam menduduki posisi jabatan struktural belum menjadi perhatian khusus bagi pimpinan instansi sehingga
mereka tidak menganggap perlu adanya pelatihan khusus dalam upaya mengembangkan dan meningkatkan kemampuan pegawai perempuan. Peran ganda perempuan menjadi
salah satu penyebab mereka kurang bisa membangun jaringan dengan pihak lain, padahal kemampuan membangun jaringan merupakan unsur terpenting di samping persyaratan
lain yang harus dipenuhi oleh pegawai perempuan untuk bisa menjadi seorang pemimpin atau menduduki jabatanstrategis dalam suatu instansi. Dan menghasilkan beberapa
rekomendasi kebijakan lainnya untuk meningkatkan eksistensi perempuan dalam birokrasi tersebut.
2.4 Kebijakan Pengarusutumaan Gender PUG