342
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri
Tabel-tabel, diagram, mistar hitung khusus, dan kalkulator elektronik telah dipakai oleh
para juru ukur untuk memperoleh penyelesaiannya. Dalam Apendiks E
memuat jarak-jarak horizontal dan vertikal untuk perpotongan rambu 1 ft dan sudut-
sudut vertikal dari 0 sampai 16 , 74 sampai 90 , dan 90 sampai 106 untuk
pembacaan-pembacaan dari zenit. Sebuah tabel tak dikenal harus selalu
diselidiki dengan memasukkan harga-harga di dalamnya yang akan memberikan hasil
yang telah diketahui. Sebagai contoh; sudut- sudut 1, 10 dan 15 dapat dipakai untuk
mengecek hasil-hasil memakai tabel. Misalnya sebuah sudut vertikal 15 00’
sudut zenit 75 , perpotongan rambu 1,00 ft dan tetapan stadia 1ft, diperoleh hasil-hasil
sebagai berikut. Dari tabel E-1:
H = 93,30 x 1,00 +1 = 94,3 atau 94 ft
Contoh : untuk sudut sebesar 4 16’, elevasi M adalah
268,2 ft ; t.i. = EM = 5,6; perpotongan rambu AB = R = 5,28 ft; sudut vertikal a ke titik D
5,6 ft pada rambu adalah +4 16’; dan C = 1 ft. Hitunglah jarak H, beda elevasi V dan
elevasi titik O. Penyelesaian :
Untuk sudut 14 16’sudut zenith 85 44’ dan perpotongan rambu 1 ft, jarak-jarak
horizontal dan vertikal berturut-turut adalah 99,45 dan 7,42 ft. Selanjutnya…
H = 99,45 x 5,28 + 1 = 526 ft V =7,42 x 5,28-0,08 =39,18+0,08 = 39,3 ft
Elevasi titik O adalah
Elevasi O = 268,2 + 5,6 + 39,3 – 5,6 = 307,5 ft
Rumus lengkap untuk menentukan selisih elevasi antara M dan O adalah
Elev
o
- elev
M
= t.i. + V – pembacaan rambu
Keuntungan bidikan dengan pembacaan sebesar t.i agar terbaca sudut vertikal,
sudah jelas. Karena pembacaan rambu dan t.i berlawanan tanda, bila harga mutlaknya
sama akan saling menghilangkan dan dapat dihapuskan dari hitungan elevasi.
Jika t.i tak dapat terlihat karena terhalang, sembarang pembacaan rambu dapat dibidik
dan persamaan sebelumnya dapat dipakai. Memasang benang silang tengah pada
tanda satu foot penuh sedikit di atas atau di bawah t.i menyederhanakan hitungannya.
Penentuan beda elevasi dengan tachymetri dapat dibandingkan dengan sipat datar
memanjang t.i. sesuai bidikan plus, dan pembacaan rambu sesuai bidikan minus.
Padanya ditindihkan sebuah jarak vertikal yang dapat plus atau minus, tandanya
tergantung pada sudut kemiringan. Pada bidikan-bidikan penting ke arah titik-titik dan
patok-patok kontrol, galat-galat instrumental akan dikurangi dengan prosedur lapangan
343
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri
yang baik menggunakan prinsip timbal balik
yaitu, membaca sudut–sudut vertikal dengan kedudukan teropong biasa dan luar
biasa. Pembacaan langsung pada rambu dengan
garis bidik horizontal seperti pada sipat datar, bukan sudut vertikal, dikerjakan bila
keadaan memungkinkan untuk menyederhanakan reduksi catatan-catatan.
Tinjauan pada suatu tabel menunjukkan bahwa untuk sudut-sudut vertikal di bawah
kira-kira 4 , selisih antara jarak mirng dan jarak horizontal dapat diabaikan kecuali
pada bidikan jauh dimana galat pembacaan jarak juga lebih besar.
Dengan demikian teropong boleh miring beberapa derajat untuk pembacaan jarak
optis setelah membuat bidikan depan yang datar untuk memperoleh sudut vertikal.
12.1.5 Rambu tachymetri
Berbagai jenis tanda dipakai pada rambu tachymetri tetapi semua mempunyai bentuk-
bentuk geometrik yang menyolok dirancang agar jelas pada jarak jauh. Kebanyakan
rambu tachymetri telah dibagi menjadi feet dan persepuluhan perseratusan diperoleh
dengan interpolasi, tetapi pembagian skala sistem metrik sedang menjadi makin umum.
Warna-warna berbeda membantu membedakan angka-angka dan pembagian
skala. Rambu-rambu tachymetri biasa berbentuk
satu batang, lipatan atau potongan- potongan dengan panjang 10 atau 12 ft.
kalau dibuat lebih panjang dapat meningkatkan jarak bidik tetapi makin berat
dan sulit ditangani. Seringkali bagian
bawah satu atau dua dari rambu 12 ft akan terhalang oleh rumput atau semak, tinggal
sepanjang hanya 10 ft yang kelihatan. Panjang bidikan maksimum
dengan demikian adalah kira-kira 1000 ft. Pada
bidikan yang lebih jauh, setengah interval perpotongan antara benang tengan
dengan benang stadia atas atau bawah dapat dibaca dan dilipatgandakan untuk
dipakai dalam persamaan reduksi tachymetri yang baku. Bila ada benang
perempatan antara benang tengah dengan benang stadia atas, secara teoritis dapat
ditaksir jarak sejauh hampir 4000 ft. Pada bidikan pendek, mungkin sampai 200 ft,
rambu sipat datar biasa seperti jenis philania sudah cukup memuaskan.
12.1.6 Busur Beaman
Busur beaman adalah sebuah alat yang ditempatkan pada beberapa transit dan
alidade untuk memudahkan hitungan- hitungan tachymetri. Alat ini dapat
merupakan bagian dari lingkaran vertikal atau sebuah piringan tersendiri. Skala-skala
H dan V busur itu dibagi dalam persen. Skala V menunjukkan selisih elevasi tiap
100 f jarak lereng, sedangakn skala H
344
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri
memberikan koreksi tiap 100 ft untuk dikurangkan dari jarak tachymetri. Karena V
berbanding lurus dengan ½ sin 2 dan koreksi untuk H tergantung pada sin
2
, selang-selang pembagian skala makin rapat
bila sudut vertikal meningkat. Oleh karena itu nonius tidak dapat dipakai disini, dan
pembacaan tepat hanya dapat dilakukan dengan memasang busur pada pembacaan
angka bulat. Penunjuk skala V indeks terpasang agar
terbaca 50 mungkin 30 atau 100 pada beberapa instrumen bila teropong
horizontal untuk menghindari harga-harga minus. Pembacaan lebih besar dari pada 50
diperoleh untuk bidikan-bidikan di atas horizon, lebih kecil dari 50 di bawahnya.
Ilmu hitung yang diperlukan dalam pemakaian busur beaman disederhanakan
dengan memasang skala V pada sebuah angka bulat dan membiarkan benang silang
tengah terletak di tempat dekat t.i. Skala H Kemudian umumnya tak akan terbaca pada
angka bulat dan harga-harganya harus diinterpolasi. Ini penting karena hitungannya
tetap sederhana. Elevasi sebuah titik B yang dibidik dengan
transit terpasang di titik A didapat dengan rumus :
Elev B = elev A + t.i. + pembacaan busur – 50 perpotongan rambu – pembacaan
rambu dengan benang tengah
Instrumen-instrumen lain mempunyai busur serupa disebut lingkaran stadia dengan
skala V yang sama, tetapi skala H tidak memberikan koreksi presentase melainkan
sebuah pengali multiplier
12.1.7 Tachymetri swa-reduksi
Tachymetri swa-reduksi dan alidade telah dikembangkan dimana garis-garis lengkung
stadia nampak bergerak memisah atau saling mendekat sewaktu teropong diberi
elevasi atau junam. Sebenarnya garis-garis itu digoreskan pada sebuah piringan kaca
yang berputar mengelilingi sebuah rambu terletak di luar teropong sewaktu teropong
dibidikkan ke sasaran. Pada gambar dibawah garis-garis atas dan
bawah dua garis luar melengkung untuk menyesuaikan dengan keragaman dalam
fungsi trigonometri cos
2
dan dipakai untuk pengukuran jarak. Dua garis dalam
menentukan selisih elevasi dan melengkung untuk menggambarkan fungsi
sin cos . Sebuah garis vertikal, tanda silang tengah, dan garis-garis stadia
pendek merupakan tanda pada piringan gelas kedua yang terpasang tetap,
terumpun serentak dengan garis-garis lengkung.
Sebuah tetapan faktor pengali 100 dipakai untuk jarak horizontal. Faktor 20, 50, atau
100 diterapkan pada pengukuran beda tinggi. Harganya tergantung pada sudut