Analisis Pertimbangan Hukum dan Putusan Mahkamah Agung Nomor
bersama antara pengadu dan teradu pada tanggal 15 April 2011, dinyatakan batal demi hukum.
Kesesuaian akan putusan Putusan Hakim Majelis Arbiter Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta hingga Mahkamah Agung
memperlihatkan kesenjangan hukum tersebut yakni : Pertama, pengkualifikasian perjanjian pembiayaan infrastruktur. Ketua
Dra. Sri Wahyuni, M.M dan Anggota P.Bambang Ary Wibowo, SH dan Kelik Wardiono, SH. MH dalam putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Surakarta memutuskan bahwa perjanjian yang dibuat oleh PT. Sinarmas Multifinance dengan Etik Sri Sulanjari adalah perjanjian Refinancing dalam
gugatan konsumen. Ketidakterimaan pelaku usaha atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen sehingga mengajukan gugatan pada
Pengadilan Negeri Surakarta, sebagaimana hasil putusan tersebut tetap menyatakan batal demi hukum. Sejalanjutnya, pelaku usaha pun kembali
mengajukan kasasi dan putusan menyatakan putusan yang sama. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur adalah badan usaha yang diidrikan khusus untuk
melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana pada proyek infrastruktur.
Kegiatan Refinancing hanyalah dapat dilakukan oleh perusahaan pembiayaan Infrastruktur berdasarkan pada Pasal 5 Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan meliputi : a Pemberian pinjaman langsung direct lending untuk pembiayaan
infrastruktur; b Refinancing atas infrastruktur yang telah dibiayai pihak lain; danatau;
c Pemberian pinjaman subordinasi subordinated loans yang berkaitan dengan pembiayaan infrastruktur.
Pengkualifikasian perjanjian pembiayaan infrastruktur diketahui bahwa perjanjian yang dilakukan antara PT. Sinarmas Multifinance dan Etik Sri
Sulanjari tidak memenuhi persyaratan sahnya perjanjian, khususnya Pasal 1320 ayat 3 dan 4 jo Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa
perjanjian yang dilakukan tidaklah memilikiklausula yang halal karena bertentangan dengan undang-undang dinyatakan batal demi hukum.
Hakim Parulian Lumbantoruan, S.H, MH sebagai ahli hukum Pengadilan
Negeri Surakarta
menerangkan pengkualifikasian
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta hingga Mahkamah Agung yang
memutusakan perjanjian antara PT. Sinarmas Multifinance dan Etik Sri Sulanjari yaitu pembiayaan infrastruktur dengan maksud bahwa :
“Pertimbangan hukum dan putusan Arbiter Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta Nomor : 02-
06LSIV2012BPSK.Ska hingga Putusan Mahkamah Agung Nomor:
589KPdt.Sus2012 menyatakan
perjanjian pembiayaan
infrastruktur dengan
maksud pembiayaan
infrastruktur adalah perjanjian khusus untuk melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana. Pengkategorian
akan Etik Sri Sulanjari sebagai konsumen dengan perjanjian Refinancing atau penyediaan dana, sebagaimana kepentingan
dana tersebut yang diberikan kepada Etik Sri Sulanjari untuk menyatakan proyek dalam memenuhi sarana prasarana seperti :
jalan tol, transportasi, air minum dan lain-lainnya oleh PT. Sinarmas Multifinance Hasil wawancara pada Rabu, 10
Februari 2016 pukul 13:30 wib di Pengadilan Negeri Surakarta
”.
Kedua, perjanjian tentang kekuatan mengikat dari klausula baku yang dilakukan antara PT. Sinarmas Multifinance dan Etik Sri Sulanjari. PT.
Sinarmas Mutifinance bertentangan dengan Pasal 18 ayat 1 huruf d Undang- Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, berbunyi :
“ Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk
melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran
”.
Berdasarkan Pasal 18 ayat 3 UUPK klausul perjanjian yang demikian dinyatakan batal demi hukum. Pertimbangan hukum dinyatakan perjanjian
pembiayaan antara PT. Sinarmas Multifinance dan Etik Sri Sulanjari dengan jaminan secara kepercayaan nomor 911041101941 yang dibuat dan
ditandatangani, dalam pertimbangan putusan bentuk dan besarnya tidak dapat
dibaca secara jelas atau pengungkapannya sulit dimengerti yang berada pada klausula baku perjanjian pembiayaan tersebut.
Titi Hermawati Soeryabrata, S.H, MH sebagai ahli hukum unsur pelaku usaha Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Semarang menyatakan bahwa :
“Kesepakatan konsumen terjadi sebelumnya pelaku usaha sudah memberikan informasi mengenai pembiayaan dengan
bukti pendatanganan dalam perjanjian pebiayaan dana tunai tersebut. Pada Pasal 7 b Undang-Undang Perlindungan
Konsumen, berbunyi :
“Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa serta
memberi penjelasan,
penggunaan, perbaikan
dan pemeliharaan“.
Ketentuan perjanjian terdapat klausula baku yang harus terlebih dahulu dibaca, diketahui dan dipahami konsumen
seperti syarat-syarat prosedur perjanjian, bunga pembiayaan, angsuran pembiayaan dan lain-lainnya. Perjanjian pembiayaan
menjamin sah, ketika pendatanganan si konsumen akan kesepakatan sebelumnya supaya terlaksana dengan tidak ada
ketentuan yang dilanggar selama angsuran berlangsung. Hasil wawancara pada Jumat, 7 April 2016 pukul 11:30 wib di
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Semarang”.
Kedua kesenjangan hukum yang terdapat dalam Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Surakarta hingga Putusan Mahkamah Agung
memberikan penegasan akan segala perihal untuk meluruskan kebenaran yang sesungguhnya. Pelaksanaan untuk kedepannya pengkualifikasian perjanjian
pembiayaan dan klausula baku harus dengan sah antara pelaku usaha seperti PT. Sinarmas Multifinance dan Etik Sri Sulanjari. Hal ini berdampak supaya tidak
ada kembali kesenjangan dalam putusan, sebagaimana dapat memberikan keseimbangan yang harus didapatkan oleh pelaku usaha dan konsumen jika
mengalami sengketa konsumen.