6. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa.
7. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan, danatau pengubahan lanjutan yang dibuat
sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinnya.
8. Menyatakan konsumen bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan
terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
9
2.5 Jaminan Fidusia
2.5.1 Arti Fidusia
Menurut asal kata Fidusia berasal dari kata “ fides “ yang berarti kepercayaan. Sesuai dengan kata ini, hubungan hukum antara debitor
pemberi fidusia dengan kreditor penerima fidusia merupakan hubungan hukum yang berdasarkan kepercayaan. Pemberian fidusia percaya bahwa
penerima fidusia mau mengembalikan hak milik barang yang telah diserahkan, setelah dilunasi utangnya. Sebaliknya penerima fidusia bahwa pemberi fidusia
tidak akan menyalahgunakan barang jaminan yang berada dalam kekuasaanya.
9
Drs. M. Sadar, HH, dkk. Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia. Jakarta : Akademi, 2012, Hlm.. 53
Pranata jaminan fidusia sudah dikenal dan diberlakukan dalam masyarakat hukum romawi. Ada dua bentuk jaminan fidusia, yaitu :
1. Fidusia cum creditore, atau Fidusia cum creditore contracia dan 2.
Fidusia cum amico contracia. Keduanya timbul dari perjanjian yang disebut pacium fidusia yang
kemudian diikuti dengan penyerahan hak atau in iure cession. Bentuk yang pertama : fidusia cum creditore contracia, berarti janji kepercayaan yang dibuat
dengan kreditor, dikatakan bahwa debitor akan mengalihkan kepemilikan atas suatu benda kepada kreditor sebagai jaminan atas utangnya, dengan kesepakatan
bahwa kreditor akan mengalihkan kembali kepemilikan tersebut kepada debitor, apabila utangnya dibayar lunas. Timbulnya Fidusia cum creditore, disebabkan
kerena kebutuhan masyarakat akan hukum jaminan. Pada waktu itu hukum jaminan belum diatur oleh konstruksi hukum, dengan Fidusia cum creditore,
kewenangan yang dimiliki kreditor akan lebih besar yaitu sebagai pemilik atas barang yang diserahkan sebagai jaminan.
Debitor percaya bahwa kreditor tidak akan menyalahgunakan wewenang yang diberikan itu. Kekuatannya hanya terbatas pada kepercayaan dan secara
moral saja, bukan secara hukum. Sebaliknya debitor akan mengalami kesulitan jika debitor tidak mau mengembalikan hak milik atas barang jaminan itu jika
utangnya telah dibayar lunas. Hal ini merupakan kelemahan fidusia pada bentuk
awalnya, jika dibandingkan dengan sistem hukum jaminan yang dikenal sekarang. Karena adanya kelemahan itu maka ketika gadai dan hipotik
berkembangnya sebagai hak-hak jaminan, maka fidusia menjadi terdesak dan bahkkan akhirnya hilang sama sekali dari hukum Romawi. Jadi fidusia timbul
karena memang ada kebutuhan masyarakat akan hukum jaminan dan kemudian lenyap karena dianggap tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan tersebut.
Sedangkan Fidusia cum amico contracta atau pranata titipan, yang artinya sama dengan pranata “kepercayaan“ sebagaimana dikenal dalam sistem
hukum common law. Pranata titipan ini dilakukan dengan cara menitipkan kepemilikan benda kepada seseorang yang dipercaya kerena suatu perjalanan ke
luar kota, dengan janji bahwa orang tersebut akan mengembalikan kepemilikan barang tersebut, jika pemiliknya sudah kembali dari perjalanan. Fidusia cum
amico contracta, kewenangan diserahkan kepada pihak penerima akan tetapi kepentingan tetap ada pada pihak pemberi.
2.5.2 Pengaturan Jaminan Fidusia