c. Bertentangan dengan kesusilaan dan keseharusan yang diindahkan dalam
pergaulan masyarakat mengenai orang lain atau benda.
13
2.7 Penyelesaian Sengketa konsumen
2.7.1 Bentuk Penyelesaian Sengketa Konsumen
Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 45 ayat 2 “Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau
diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Berdasarkan ketentuan ini, bisa dikatakan bahwa ada dua bentuk penyelesaian
sengketa konsumen,yaitu melalui jalur pengadilan atau diluar jalur pengadilan. a.
Melalui Pengadilan Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu kepada
ketentuan peradilan umum yang berlaku di Indonesia. b.
Diluar Pengadilan Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan
untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi danatau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan
terjadinya kembali kerugian yang diderita oleh konsumen Pasal 47. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada
ayat 2 menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam
13
Ibid Intan Nur Rahmawanti dan Rukiyah Lubis, Hlm. 46-51
undang-undang. Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 45 ayat 4, “ apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen
diluar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para
pihak yang bersengketa”. Konsumen yang ingin menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara non-litigasi bisa melakukan alternatif sesuai resolusi
masalah ADR ke Badan Penyelesaian Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat LPKSM, Diektorat Perlindungan Konsumen di bawah
departemen perdagangan atau lembaga-lembaga lain yang berwenang.
2.7.2 Proses Beracara
2.7.2.1 Small Claim
Small claim adalah jenis gugatan yang dapat diajukan oleh konsumen, sekalipun dilihat secara ekonomis, nilai gugatannya sangat
kecil. Hukum perlindungan konsumen di berbagai negara, proses beracara secara small claim menjadi prinsip yang diadopsi luas. Ada tiga
alasan fundamental mengapa small claim diizinkan dalam perkara konsumen yaitu :
1. Kepentingan dari pihak penggugat konsumen tidak dapat diukur semata-mata dari nilai uang kerugiannya.
2. Keyakinan bahwa pintu keadaan seharusnya terbuka bagi siapa saja, termasuk para konsumen kecil dan miskin.
3. Untuk menjaga integritas badan-badan peradilan.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen dibentuk satu unit disebut Badan Perlindungan Konsumen Nasional, yang tidak memiliki
kewenangan untuk menggugat memiliki konsumen. Perwakilan untuk menampung gugatan-gugatan bernilai kecil ini justru diserahkan kepada
kelompok konsumen atau lembaga swadaya masyarakat yang disebut Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat LPKSM.
2.7.2.2 Class Action
Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengakomodasikan gugatan kelompok class action ini dalam Pasal 46 ayat 1 huruf b.
ketentuan itu menyatakan gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan
yang sama. Penjelasan dari rumusan itu menyatakan, gugatan kelompok tersebut harus diajukan oleh konsumen yang benar-benar dirugikan dan
dapat dibuktikan secara hukum, salah satu di antaranya adanya bukti transaksi.
Class Action bisa diajukan oleh suatu kelompok karena sudah harus memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan sebelumnya. Sebab
jika tidak bisa diproses lebih lanjut. Persyaratan menggunakan class action, sebagai berikut :
1. Anggota yang jumlahnya banyak dan secara bersama-sama hendak mengajukan gugatan class action.
2. Ditemukan adanya kesamaan permasalahan yang hendak diajukan dalam gugatan class action tersebut.
3. Tuntutan ataupun pembelaan dari anggota yang mengajukan tuntutan haruslah sejenis.
4. Wakil kelompok yang mewakili anggotanya adalah benar-benar orang yang terpilih dan memiliki kejujuran sehingga anggota
kelompok benar-benar mempercayakan apan permasalahan tersebut dengan harapan persoalan itu dapat diselesaikan dengan
secara sebaik-baiknya oleh wakil kelompok. Berdasarkan hukum Indonesia, peraturan yang mengatur class
action sebagai berikut : a. UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengolahaan Lingkungan Hidup.
b. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. c. UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.
d. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. e. PERMA No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan
Kelompok.
2.7.2.3 Legal Standing untuk LPKSM
Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, ada keinginan agar setiap Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya
Masyarakat LPKSM itu diwajibkan terdaftar dan diakui oleh
pemerintah. Tanpa pendaftaran dan pengakuan itu, ia tidak dapat menyandang hak sebagai pera pihak dalam proses beracara di
pengadilan terutama berkaitan dengan pencarian legal standing LPKSM. Legal standing dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen
ditentukan dalam Pasal 46 ayat 1 huruf c : “ Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat yaitu berbentuk
badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran menyebutkan dengan tegas tujuan didirikannya organisasi tersebut untuk kepentingan
perlindungan konsumen dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya”.
14
2.7.3 Tahap Dan Cara Penyelesaian Sengketa Konsumen
Penyelesaian sengketa konsumen adalah penyelesaian yang dilakukan diluar jalur pengadilan, khususnya melalui perantara BPSK. Penyelesaian
masalah sengketa konsumen melalui badan ini sangat murah, cepat, sederhana, dan tidak berbelit-belit.
Prosedur untuk menyelesaikan sengketa di BPSK sangat mudah, konsumen yang bersengketa dengan pelaku usaha bisa datang langsung ke
BPSK provinsi, yaitu dengan membawa surat permohonan penyelesaian sengketa, mengisi formulir pengaduan, dan menyerahkan berkas dokumen
pendukung. Kemudian, BPSK akan mengundang pihak-pihak yang sedang
14
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta : PT. Grasindo, 2006, Hlm. 65-68
bersengketa untuk melakukan pertemuan pra-sidang. BPSK memiliki wewenang untuk melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan dan
keterangan yang diadukan oleh bersengketa, yaitu dengan jalan damai atau jalan lain. Jika tidak ditempuh jalur damai, ada tiga tata cara penyelesaian sengketa
berdasarkan Keputusan Menteri Perindustri dan Perdagangan Nomor 350MPPKep122001 sebagai berikut :
a. Konsiliasi Pasal 1 angka 9 di dalam Kepmen tersebut menjelaskan bahwa konsiliasi
adalah proses penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan dengan perantaraan BPSK untuk mempertemukan pihak yang bersengketa, dan
penyelesaiannya diserahkan kepada para pihak. Penyelesaian ini dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa dengan didampingi oleh majelis
yang bertindak pasif sebagai konsiliator Pasal 5 ayat 1 Kemen ini. b. Mediasi
Penyelesaian sengketa denngan cara mediasi berdasarkan Pasal 1 angka 10 menjelaskan bahwa mediasi merupakan proses penyelesaian sengketa
konsumen diluar peradilan dengan peraturan BPSK sebagai penasehat dan penyelesaiannya diserahkan kepada para pihak. Penyelesaian sengketa
dengan cara ini dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa dengan didampingi oleh majelis yang bertindak aktif sebagai mediator
Pasal 5 ayat 2 Kepmen ini.
Cara mediasi ini hamper sama dengan cara konsiliasi, yang membedakan di antara keduanya adalah kalau mediasi disampingi oleh majelis yang
aktif, sedangkan cara konsiliasi didampingi majelis yang pasif. c. Arbitrase
Cara konsiliasi dan mediasi berdasarkan Pasal 1 angka 11 arbitrase adalah proses penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan yang dalam ini
para pihak yang bersengketa menyerahkan sepenuhnya penyelesaian kepada BPSK.
Cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara arbitrase ini berbeda dengan dua cara sebelumnya. Cara arbitrase, badan atau majelis yang dibentuk
BPSK bersikap aktif dalam mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa jika tidak ingin tercapai kata sepakat di anatara mereka. Cara pertama yang
dilakukan adalah badan ini memberikan penjelsaan kepada pihak-pihak yang bersengketa perihal perundang-undangan yang berkenaan dengan hukum
perlindungan konsumen. Kemudian masing-masing pihak yang bersengketa diberikan kesempatan yang sama untuk menjelaskan apa saja yang
dipersengketakan. Keputusan yang dihasilkan dalam penyelesaian sengketa ini adalah menjadi wewenang penuh badan yang dibentuk BPSK.
2.7.4 Jangka Waktu Penyelesaian Sengketa