Model Pembelajaran Langsung Direct Instruction Etnomatematika

7 Guru mengajukan pertanyaan akhir pada siswa yang berbeda untuk lebih menekankan bahwa indikator tersebut benar-benar telah dipahami oleh seluruh siswa. Pelaksanaan model pembelajaran Probing-Prompting dibantu oleh media berupa Lembar Kegiatan Siswa LKS selama proses pembelajaran berlangsung.

2.1.9 Model Pembelajaran Langsung Direct Instruction

The direct instruction consists of five phase of activity: orientation, presentation, structured practice, guided practice, and independent practice Joyce Weil, 2003: 349-351. Fase 1: Orientasi pembelajaran 1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran. 2. Guru menguraikan materi yang akan dipelajari. 3. Guru membahas proses pembelajaran. Fase 2: Penyajian materi 1. Guru menjelaskan konsep baru atau keterampilan. 2. Guru menyajikan demonstrasi dan contoh. 3. Mengecek pemahaman Siswa. Fase 3: Latihan terstruktur 1. Guru memandu Siswa melalui latihan contoh. 2. Siswa bekerja dalam kelompok. 3. Guru memberi umpan balik atas jawaban Siswa, untuk menguatkan jawaban yang benar, dan mebenarkan jawaban Siswa yang keliru. Fase 4: Membimbing latihan 1. Siswa mengikuti latihan dengan bimbingan guru. 2. Guru menilai kemampuan Siswa. Fase 5: Latihan mandiri 1. Siswa melakukan latihan tanpa bantuan guru. 2. Guru melakukan evaluasi

2.1.10 Etnomatematika

Etnomatematika diperkenalkan oleh D’Ambrosio, seorang matematikawan Brasil pda tahu 1977. Definisi matematika menurut D’Ambrosio adalah The prefix ethno is today accepted as a very broad term that refers to the socialcultural context and therefore includes language, jargon, and codes of behavior, myths, and symbols. The derivation of mathema is difficult, but tends to mean to explain, to know, to understand, and to do activities such as ciphering, measuring, classifying, inferring, and metodeing. The suffix tics is derived from techne, and has the same root as technique Wahyuni, 2013. Dalam hal ini, etnomatematika mengacu pada kelompok-kelompok yang diidentifikasi oleh tradisi budaya, kode, simbol, mitos dan cara-cara khusus yang digunakan untuk berpikir dan menyimpulkan. Matematika lebih dari menghitung, mengukur, mengklasifikasikan, menyimpulkan, dan modeling. Pembelajaran berbasis etnomatematika, budaya menjadi media bagi siswa dalam memahami pengetahuan yang diberikan oleh guru. Menurut Wahyuni 2013:116 menerapkan etnomatematika sebagai suatu pendekatan pembelajaran akan sangat memungkinkan suatu materi yang dipelajari terkait dengan budaya mereka sehingga pemahaman suatu materi oleh siswa menjadi lebih mudah karena materi tersebut terkait langsung dengan budaya mereka yang merupakan aktivitas mereka sehari-hari dalam lingkungannya. Hal ini sangat membantu guru dalam proses belajar mengajar untuk memahami suatu materi. Guru berperan dalam memandu dan mengarahkan potensi siswa untuk menggali beragam budaya yang sudah diketahui, serta mengembangkan budaya tersebut. Proses pembelajaran berbasis etnomatematika memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan berbagai rasa keingintahuannya, terlibat dalam proses analisis dan eksplorasi yang kreatif untuk mencari jawaban, serta terlibat dalam proses pengambilan kesimpulan yang unik. Siswa yang terlibat dalam pembelajaran etnomatematika biasanya terlibat aktif dengan sosial. Etnomatematika merupakan studi tentang konsepsi-konsepsi, tradisi- tradisi, kebiasaan-kebiasaan matematika dan termasuk pekerjaan mendidik dan membuat anggota kelompok menyadari bahwa 1 mereka mempunyai pengetahuan, 2 mereka dapat menyusun dan menginterpretasikan pengetahuannya, 3 mereka mampu memperoleh pengetahuan akademik, dan 4 mereka mampu membandingkan dua tipe pengetahuan yang berbeda dan memilih salah satu yang cocok untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya Mastur et al., 2013. Batang merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang kaya akan budaya. Banyak budaya yang ada di lingkungan sekitar, khususnya budaya Batang seperti budaya rutin Jumat Kliwon di Alun-alun Batang, pasar malam, pasar tiban, dan lain sebagainya. Di tempat tersebut terdapat berbagai macam barang dan makanan dengan harga yang cukup murah. Selain itu tersedia pula berbagai macam permainan unik dan menarik. Peneliti menggunakan pendekatan budaya- budaya yang ada di Batang dalam pembelajaran materi kubus dan balok agar siswa lebih tertarik dalam mengikuti pelajaran serta menumbuhkan sikap positif siswa terhadap budaya lokal. Beberapa budaya lokal Batang disajikan pada Gambar 2.1 a Petilasan Syekh b Kerajinan Besek c Serabi Kalibeluk Maulana Maghribi Wonobodro Gambar 2.1 Budaya Lokal Batang Penerapan etnomatematika dalam penelitian ini yaitu dengan menjadikan pengetahuan budaya lokal Batang sebagai bahan rujukan dalam menyampaikan materi kubus dan balok serta pembuatan soal-soal komunikasi matematika kubus dan balok. Hal tersebut sejalan dengan yang dinyatakan oleh Rachmawati 2012 bahwa salah satu cara memanfaatkan pengetahuan etnomatematika dalam pembelajaran di sekolah adalah dengan menjadikan pengetahuan tentang etnomatematika tersebut sebagai bahan rujukan dalam penyampaian materi maupun pembuatan soal-soal komunikasi matematis yang sesuai dengan latar belakang budaya siswa.

2.1.11 Langkah-langkah Model Pembelajaran Probing-Prompting Berbasis