BM dalam Perspektif Sosiologi Sastra

berani menentang pemerintah. Kelompok masyarakat tersebut dinamakan masyarakat samin. Disamping bertradisi Jawa, masyarakat samin terbentuk oleh penyatuan visi dan misi ajaran Saminisme. Ajaran Samin Saminisme yang disebarkan oleh Samin Surosentiko 1859-1914, adalah sebuah konsep penolakan terhadap budaya Kolonial Belanda dan penolakan terhadap kapitalisme yang muncul pada masa penjajahan Belanda abad ke-19 di Indonesia. Sebagai gerakan yang cukup besar Saminisme tumbuh sebagai perjuangan melawan kesewenangan Belanda yang merampas tanah-tanah dan digunakan untuk perluasan hutan jati di Blora pada saat itu www.wikipedia.com. Kondisi masyarakat seperti inilah yang sendikit mempengaruhi pengarang dalam menulis karyanya. Karya-karya Pramoedya sarat dengan unsur perjuangan melawan sistem yang menindas dan tidak adil. Hal tersebut sejalan dengan kondisi masyarakat samin yang anti kolonialisme sebab kolonialisme adalah sistem yang menjajah dan merugikan rakyat. Kondisi sosial budaya pada masyarakat samin berpengaruh pada karakter tulisan Pramoedya yang bernada tegas menentang ketidakadilan.

C. BM dalam Perspektif Sosiologi Sastra

Karya sastra tidak sekedar fakta imajinatif dan pribadi melainkan juga merupakan pencerminan atau rekaman budaya dan suatu perwujudan pikiran tertentu pada saat karya tersebut dilahirkan Taine dalam Endraswara, 2003. Rekaman budaya yang tersirat dalam karya sastra pada akhirnya dapat dikaji dengan menggunakan sosiologi sastra. Salah satu bentuk karya sastra adalah novel. Taine menyebut novel bertujuan menggambarkan kehidupan nyata, mendeskripsikan karakter-karakter, serta menyugestikan rancangan tindakan dan memberikan penilaian terhadap motif-motif tindakan Faruk, 2005: 46. Hal tersebut sejalan dengan representasi kenyataan historis yang terdapat dalam novel BM. Masyarakat yang digambarkan dalam novel BM berlatar Surabaya dan Blora pada sekitar tahun 1898. BM merupakan novel yang menceritakan berbagai kehidupan masyarakat yang tinggal dalam lingkungan Kolonial dan Feodal dengan berbagai konflik yang mewarnainya. Karakter-karakter tokoh di dalamnya merupakan representasi dunia pemikiran dan perasaan pengarang dalam menampilkan ideologinya. Pramoedya memilih tokoh nyai sebagai tokoh utama. Sistem Kolonial telah menempatkannya dalam posisi tertindas secara ganda sebagai seorang perempuan di hadapan laki-laki dan seorang pribumi di hadapan penjajah Belanda. Tetapi di sisi lain, sebagai perempuan yang keluar dari hierarki masyarakat tradisional Jawa dan menjadi “kekasih” penjajah, seorang nyai mempunyai akses pada pengetahuan dan harta benda yang tidak dimiliki perempuan pribumi lainnya. Kehidupan nyai yang sekaligus merupakan kutukan dan berkah tersebut menurut Bandel sangat cocok melukiskan keadaan bangsa yang terjajah 2006: 43. Tema tersebut diungkapkan Pramoedya dalam novel BM sebagai representasi ideologinya mengenai sistem penjajahan di Indonesia. Dalam novel BM, ia mengungkapkan bahwa penjajahan dapat terjadi di Indonesia khususnya di Jawa karena masyarakat Jawa sendiri yang memberikan kesempatan kepada bangsa Eropa BM, 2006: 217. Ide-ide semacam itu seringkali digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan kebenaran dan perenungan kepada pembaca dalam menyikapi fenomena yang terjadi dalam masyarakat. Adapun yang disebut nyai menurut Leonard Blusse adalah perempuan yang dipelihara pejabat kolonial maupun swasta-swasta Belanda yang memiliki tingkat ekonomi menengah ke atas. Bahkan sebelum Belanda datang, pedagang Asia dan Portugis sudah terbiasa memelihara nyai. Pada masa VOC, orang Belanda yang beristrikan perempuan bumi putera tidak boleh membawa istri beserta anak-anak dari perkawinan itu ke negara asalnya. Perkawinan dianggap tidak sah oleh pihak gereja. Peristiwa demikian membuat kompeni memelihara nyai saja yang dapat ditinggalkan setiap saat Christanty dalam Basis, 1994: 21 Pengarang sangat berpengaruh dalam model penciptaan karya sastra. Semesta tokoh dan peristiwa yang diceritakan merupakan dunia yang dipahami bersama-sama dengan orang lain. Melalui karya sebenarnya seorang penulis atau seniman mencoba memahami dirinya sendiri. Studi biografis baik dalam proses produksi karya seni maupun karya keilmuan sosial dianggap memiliki sejumlah manfaat, terutama dalam kaitannya dengan latar belakang proses rekonstruksi fakta-fakta Ratna, 2003: 198. Termasuk dalam hal ini peristiwa atau fakta-fakta sosial yang terjadi di Hindia Belanda. Di pihak lain pengarang juga memiliki keterbatasan pengalaman baik secara sosiopsikologis maupun sosiobiologis sehingga data biografi yang terkandung dalam karya sastra sebenarnya sudah dimanipulasikan ke dalam bentuk-bentuk rekaan dan hanya sebagian kecil yang berkaitan dengan karya sastra Ratna, 2003: 200. Seperti yang digambarkan dalam novel BM, latar belakang masyarakat Feodal dan Kolonial merupakan salah satu bentuk fenomena yang ditunjukkan pengarang dalam menampilkan fenomena kekuasaan serta ide-ide perjuangan melawan kedua sistem tersebut. Termasuk bagaimana peran-peran perempuan dalam melakukan perlawanan terhadap perlakuan diskriminatif dari kedua sistem tersebut. Dalam hubungannya dengan masalah gender, perempuan pada masyarakat kolonial menduduki kelas yang rendah setelah laki-laki sehingga berpengaruh pada perannya dalam masyarakat. Hal tersebut dikemukakan oleh feminis dari Amerika yang mendasarkan ideologinya pada konsep marxis, bahwa perempuan merupakan suatu kelas dalam masyarakat yang ditindas oleh kelas lain yaitu kelas laki-laki Djajanegara, 2000: 2.

D. Perempuan dan Gender