Perempuan dan Gender KAJIAN PUSTAKA

Di pihak lain pengarang juga memiliki keterbatasan pengalaman baik secara sosiopsikologis maupun sosiobiologis sehingga data biografi yang terkandung dalam karya sastra sebenarnya sudah dimanipulasikan ke dalam bentuk-bentuk rekaan dan hanya sebagian kecil yang berkaitan dengan karya sastra Ratna, 2003: 200. Seperti yang digambarkan dalam novel BM, latar belakang masyarakat Feodal dan Kolonial merupakan salah satu bentuk fenomena yang ditunjukkan pengarang dalam menampilkan fenomena kekuasaan serta ide-ide perjuangan melawan kedua sistem tersebut. Termasuk bagaimana peran-peran perempuan dalam melakukan perlawanan terhadap perlakuan diskriminatif dari kedua sistem tersebut. Dalam hubungannya dengan masalah gender, perempuan pada masyarakat kolonial menduduki kelas yang rendah setelah laki-laki sehingga berpengaruh pada perannya dalam masyarakat. Hal tersebut dikemukakan oleh feminis dari Amerika yang mendasarkan ideologinya pada konsep marxis, bahwa perempuan merupakan suatu kelas dalam masyarakat yang ditindas oleh kelas lain yaitu kelas laki-laki Djajanegara, 2000: 2.

D. Perempuan dan Gender

Umar dalam Budiawati mengatakan bahwa jenis kelamin merupakan penyifatan atau pembagian dua jenis manusia yang ditentukan secara biologis. Sedangkan konsep gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksikan baik secara sosial maupun kultural, misalnya perempuan dikenal lembut dan cantik Bias Gender dalam Verba Bahasa Indonesia, 2004: 12. Ketika membahas permasalahan perempuan, satu konsep penting yang tidak dapat diabaikan ialah konsep gender. Hal ini menjadi masalah yang krusial kerana streotip yang dibentuk oleh gender dalam aplikasinya memiliki kecenderungan menguntungkan jenis kelamin tertentu yakni laki- laki. Keuntungan tersebut dilihat dari berbagai tatanan sosial dan budaya yang berlaku pada masyarakat yang menganut budaya patriarkhi. Perempuan sebagai lawan jenis laki-laki digambarkan dengan citra-citra tertentu yang mengesankan inferioritas perempuan baik dalam struktur sosial maupun budaya Sugihastuti dan Istna, 2007: 83. Interaksi yang terjalin antara perempuan dan laki-laki menuntut adanya satu jenis kelamin yang lebih unggul daripada jenis kelamin yang lain yaitu perempuan. Proses pengambilan keputusan dalam sebuah keluarga juga tidak terlepas dari kontrol kekuasaan laki-laki yang dianggap lebih berwenang Sugihastuti dan Istna, 2007: 82. Hal tersebut terjadi dan seolah dilegalkan oleh konstruksi kebudayaan setempat. Proses yang berulang-ulang akhirnya banyak membentuk pandangan negatif tentang kaum perempuan yang diantaranya meliputi fungsi, peran, dan kedudukan mereka dalam kehidupan masyarakat. Salah satu adalah stereotip bahwa perempuan merupakan kaum yang lemah, sedangkan laki-laki adalah kaum yang kuat. Berdasarkan hal ini perempuan memiliki kecenderungan yang kuat untuk tergantung kepada laki- laki. Sebaliknya laki-laki memiliki kekuasaan untuk mengontrol perempuan dalam berbagai hal seperti reproduksi, seksualitas, sistem pembagian kerja dan sebagainya Sugihastuti dan Istna, 2007: 83. Diskriminasi merupakan aksi negatif yang bersumber dari prasangka dan stereotip. Prasangka adalah sebuah sikap yang cenderung negatif terhadap anggota kelompok sosial tertentu hanya karena keanggotaan mereka dalam kelompok tertentu. Sedangkan stereotip adalah kerangka berpikir kognitif yang menyatakan bahwa semua orang adalah bagian dari sebuah kelompok sosial yang menunjukkan karakteristik yang serupa. Parasangka berkaitan erat dengan stereotip dan wujud reaksinya berupa tindakan diskriminasi, salah satunya adalah rasisme atau pembedaan bedasarkan ras Robert A. Baron dan Donn Byrne, 2002: 255-256. Fakih dalam Budiawati menyatakan bahwa stereotip adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu. Menurutnya, stereotip selalu merugikan dan menimbulkan ketidakadilan. Salah satu jenis stereotip tersebut bersumber dari pandangan gender. Terjadinya ketidakadilan terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya perempuan, bersumber dari stereotip yang dilekatkan padanya. Misalnya masyarakat beranggapan bahwa perempuan memiliki tugas sekunder, seperti sebagai ibu rumah tangga. Anggapan bahwa laki-laki lebih kuat lebih cerdas dan emosinya lebih stabil, sementara perempuan lemah, kurang cerdas dan emosinya labil, juga hanyalah persepsi stereotipe gender Bias Gender dalam Verba Bahasa Indonesia, 2004: 11-12.

E. BM dan Kondisi Sosial Budayanya