21 Di Indonesia, penggunaan BTP telah diatur sejak tahun 1988 dalam
Permenkes No.722MenKesPer.IX1988 yang dikuatkan dengan Permenkes No. 1168MenKes PerVI1999 menyebutkan bahwa yang termasuk BTP adalah
pewarna, pemanis buatan, pengawet, antioksidan, antikempal, penyedap dan penguat rasa, pengatur keasaman, pemutih dan pematang tepung, pengemulsi,
pengental, pengeras, dan sekuestran untuk memantapkan warna dan tekstur makanan.
Bahan tambahan pangan BTP yang digunakan pada pembuatan mi kering di PT Kuala Pangan adalah garam alkali sodium karbonat atau natrium
karbonat Na
2
CO
3
dan potasium karbonat atau kalium karbonat K
2
CO
3
serta bahan pewarna tartrazin CI 19140. Ketiga bahan tambahan pangan tersebut
diperoleh dan dibeli dari Amerika Serikat USA dan Inggris melalui pemasok lokal PT Union Ajidharma, PT Halim Sakti dan PT Wasiat Chemical atau PT
United Chemical Inter Aneka di Jakarta.
a. Garam Alkali Natrium Karbonat dan Kalium Karbonat
Natrium karbonat dan kalium karbonat adalah bahan tambahan yang wajib ditambahkan sebagai bahan alkali pada proses pembuatan mi kering dan memiliki
peranan yang sangat penting dalam proses pembuatan mi. Mi tidak akan jadi jika tidak menggunakan garam alkali tersebut Puspasari, 2007. Kedua bahan tersebut
ditambahkan dengan perbandingan 9:1 dan dilarutkan dalam air serta berfungsi untuk mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas
mi, meningkatkan kehalusan tekstur, dan meningkatkan sifat kenyal. Bahaya pada kedua bahan tambahan pangan tersebut adalah dapat menyebabkan iritasi pada
kulit manusia Sax, 1975. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.722 MenKesPerIX88 tentang BTP dinyatakan bahwa batas maksimal penggunaan
natrium karbonat dan kalium karbonat ditetapkan sama penggunaannya dengan kalium klorida sebagai pengental, yaitu sebanyak 5 gram per kg.
b. Tartrazin C1 19140
Tartrazin merupakan zat warna yang digunakan untuk memberikan warna kuning khas mi dan untuk menambah daya tarik produk mi. Zat warna yang
digunakan adalah tartrazin CI 19140, yang merupakan zat warna sintetis berbentuk tepung berwarna kuning yang larut dalam air, dengan larutannya
22 berwarna kuning keamasan. Menurut Winarno 1989, tartrazin tahan terhadap
cahaya, asam asetat, asam klorida HCl, dan natrium hidroksida NaOH 10 persen. Pada NaOH 30 akan menjadikan warna berubah kemerah-merahan.
Mudah luntur oleh adanya oksidator, FeSO4 membuat larutan zat berwarna menjadi keruh, tetapi aluminium Al tidak berpengaruh.
Zat warna tartrazin C1 19140 yang digunakan oleh perusahaan PT Kuala Pangan berasal dari PT Wasiat Chemical, Jakarta dan PT United Chemical Inter
Aneka, Jakarta. Batas maksimal penggunaan tartrazin dalam produk pangan diatur dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722MenKesPer.IX88 tentang Bahan Tambahan Makanan tahun 1988 sedangkan oleh organisasi
internasional Codex masih dalam tahap pembahasan CAC, 2006. Namun dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Anisyah 2007 tentang ”Kajian Paparan
Tartrazin Dengan Metode Survei Frekuensi Konsumsi Pangan di Wilayah Jakarta Utara” menyimpulkan bahwa : a Hasil survei konsumsi pangan yang
mengandung tartrazin di wilayah Jakarta Utara menunjukkan nilai konsumsi rata- rata pada seluruh responden sebesar 306,38 goranghari, nilai konsumsi rata-rata
total tertinggi pada responden anak-anak karena frekuensi konsumsi dan ukuran porsinya relatif lebih besar; b Seluruh nilai paparan tartrazin pada hasil
penelitian belum melampaui nilai ADI Acceptable Daily Intake tartrazin. Tingkat paparan rata-rata total pada seluruh responden sebesar 231,24
μgkg BB 3,08 ADI, nilai paparan rata-rata total tertinggi pada responden anak-anak
karena tingkat konsumsinya relatif tinggi sedangkan berat badannya relatif rendah. Jenis pangan yang berpotensi memberi paparan tartrazin tertinggi pada
seluruh responden adalah mi instan, minuman nonkarbonasi, minuman serbuk, makanan ringan dan biskuit; dan c Mi instan merupakan produk pangan yang
memiliki tingkat konsumsi terbanyak dan berpotensi memberi paparan tartrazin terbesar pada seluruh responden dan tiap kelompok responden di wilayah Jakarta
Utara. Anak-anak merupakan responden yang memiliki tingkat konsumsi dan tingkat paparan tartrazin tertinggi di wilayah Jakarta Utara. Hasil penelitian kajian
paparan tartrazin dengan metode survei frekuensi konsumsi pangan di wilayah Jakarta Utara yang dilaporkan Anisyah 2007 dapat dilihat pada Tabel 6.
23
Tabel 6. Kadar tartrazin dalam produk pangan yang dikonsumsi oleh responden dibandingkan dengan kadar tartrazin yang ditetapkan dalam regulasi
Kadar tartrazin dalam produk pangan mgkg
Batas maksimum tartrazin dalam produk pangan menurut peraturan mgkg
No. Produk pangan
Rata-rata Min - Maks
Indonesia Codex
Eropa
1. Mi Instan atau Mi
kering - Sebelum diolah
- Setelah diolah 22,50
16,77 1 - 100
8,28 - 27,25 300
300 -
2. Kembang gula
90,53 5 - 300
300 300
300 3.
Minuman berkarbonasi
13 10 - 15
70 mgl produk siap konsumsi 300
100 4.
Minuman nonkarbonasi
22 10 - 40
70 mgl produk siap konsumsi 300
100 5.
Minuman serbuk 13,30
0,16 - 40 70 mgl produk siap konsumsi
300 100
6. Minuman
buah, squash
10 4 - 20
70 mgl produk siap konsumsi 300
100 7.
Sirup 18
4,2 - 33,33 70 mgl produk siap konsumsi
300 100
8. Kue lapis
200 200 - 200
300 300
200 9.
Biskuit 72,86
10 - 200 300
300 200
10. Roti
11 11 - 11
300 300
200 11.
Makanan ringan 88,57
10 - 200 300
300 200
12. Jelli
25,95 5,4 - 84,35
200 500
- 13.
Jem, selai 213
200 - 226 200
500 -
14. Es krim
76 10 - 200
100 -
- 15.
Susu fermentasi 50,50
1 - 100 18 berasal dari aroma yang
digunakan 300 -
Sumber : Anisyah 2007.
4. Bahan Kemasan