Kondisi sosial nelayan perikanan lemuru di Selat Bali

Kelembagaan yang ada di Kabupaten Jembrana di luar instansi pemerintah adalah lembaga HNSI yang mewadahi aspirasi nelayan. TPI, sebagai organisasi pelaksana pelelangan ikan di Kabupaten Banyuwangi saat ini tidak berfungsi, karena kegiatan pelelangan ikan tidak ada dan ikan yang mendarat di dermaga Muncar langsung dijual kepada perusahaan atau bakul yang langsung datang ke agenpengelola kapal. Unit Pengelola Pelabuhan Perikanan Pantai UPPPP Muncar merupakan Unit Pelaksana Teknis UPT Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur, UPT ini secara teknis dan administrasi bertanggungjawab kepada Dinas kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur. Selanjutnya, Pelelangan ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pengambengan-Jembrana, dikelola langsung oleh Tempat Pelelangan Ikan TPI yang bertanggungjawab kepada Dinas Pertanian Kehutanan dan Kelautan Kabupaten Jembrana. Institusi kelembagaan yang diharapkan dapat berjalan selaras untuk mewujudkan keberlanjutan pengelolaan perikanan lemuru adalah Dinas Lingkungan hidup di Kabupaten Jembrana dan Kantor Lingkungan Hidup di Kabupaten Banyuwangi. Institusi ini bertanggungjawab atas pengendalian bahan pencemar yang terjadi diwilayah kerjanya yaitu berkaitan dengan kegiatan industri, baik industri perikanan maupun industri lainnya yang berpotensi dan membuang limbah ke sungai dan pada akhirnya menuju perairan laut. Pengujian yang dilakukan masih sebatas pada outlet dan inlet di pabrik pengolahan ikan, namun belum semua pabrik pengolahan melakukan pengujian limbah yang dihasilkan, hal ini berkaitan dengan sikap pemilik perusahaan yang tidak kooperatif terhadap petugas yang datang. Untuk pengujian kualitas perairan laut dilakukan dengan jarak dari pantai 25-300 meter. Pengujian yang dilakukan berorientasi untuk memenuhi keperluan pariwasata. Lembaga yang berkompeten dan berkaitan langsung dengan pengelolaan sumberdaya perikanan dan pemeliharaan lingkungan perairan laut Selat Bali di Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Jembrana seperti tertera pada Lampiran 12. Kelembagaan tersebut Lampiran 12, sangat dibutuhkan dukungannya sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing dalam pelaksanaan tugas sehari-hari. Dinas Kelautan dan Perikanan masing-masing provinsi sangat berperan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan lemuru di Selat Bali. Masing- masing provinsi, di bawah koordinasi Badan Perencana Pembangunan Daerah BAPPEDA melakukan penyusunan perencanaan terhadap pembangunan dan pengelolaan sumberdaya perikanan.

7.5 Pembahasan

Pembahasan dalam bab ini berkaitan dengan kemampuan nelayan secara ekonomi dalam meningkatkan kesejahteraan mereka. Secara sosial membahas tentang gambaran kehidupan sehari-hari nelayan di pesisir Selat Bali, dan konflik yang pernah terjadi serta penyebab terjadi sebuah konflik. Selanjutnya adalah pembahasan tentang peran serta kelembagaan yang ada di Kabupaten Banyuwangi dan kabupaten Jembrana dalam mendukung pengelolaan sumberdaya perikanan lemuru di Selat Bali. Secara ekonomi, alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Selat Bali untuk pemanfaatan sumberdaya lemuru adalah menguntungkan. Namun demikian hal yang perlu diperhatikan adalah efisiensi alat yang digunakan terhadap hasil yang didapatkan setiap hari. Jika kegiatan usaha yang dilakukan menguntungkan, akan berimbas pada kondisi kehidupan sosial nelayan itu sendiri. Meningkatnya penangkapan lemuru yang dilakukan oleh nelayan, tidak terlepas dari tingginya permintaan pasar yang merupakan prime mover bagi perkembangan perikanan lemuru itu sendiri Nurhakim Merta 2004. Hal ini dapat dilihat semakin berkembangnya pabrik pengalengan ikan, juga secara tradisional semakin bertambahnya usaha penggaplekan penepungan. Bertambahnya jumlah industri pengalengan dan penepungan, sudah barang tentu memerlukan bahan baku yang cukup, sehingga memacu usaha penangkapan ikan lemuru. Dengan semakin berkembangnya purse seine yang beroperasi, maka akan semakin banyak jumlah ikan lemuru yang tertangkap sebelum mencapai ukuran dewasa, sehingga berpengaruh terhadap harga. Tingkat kesejahteraan sosial dapat dikatakan baik, jika antara pemasukan dan pengeluaran berjalan seimbang. Disamping itu, jika sebagian penghasilan yang diterima dapat disisihkan sebagai tabungan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Abidin yaitu pengurus tempat pelelangan ikan TPI Muncar, saat ini nelayan terutama ABK sudah mulai dapat menyisihkan sebagian dari penghasilan mereka untuk disimpan dan ditabung sebagai cadangan pengeluaran untuk masa paceklik. Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi diketahui bahwa kehidupan sosial yang berlangsung selama ini berjalan sangat baik, dan tidak pernah terjadi perselisihan antar nelayan. Namun demikian, hal ini belum bisa dikategorikan bahwa nelayan berada dalam keadaan yang sejahtera. Pendapatan dan pola hubungan kerja mempunyai peran dan dianggap penting. Berdasarkan penjelasan dan pemaparan di atas, bahwa jumlah pendapatan juga mempengaruhi tingkat status atau kedudukan seseorang di dalam masyarakat sehingga berpengaruh terhadap hubungan sosial yang terjadi pada nelayan di Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Jembrana. Semakin kecil pendapatan yang mereka terima maka semakin rendah pula kedudukan atau strata mereka dalam masyarakat, seperti buruh nelayan pandiga mereka tidak mempunyai kekuasaan dalam menentukan pendapatan termasuk ketika mereka menerima bayaran yang lebih kecil. Hal ini disebabkan karena mereka hanya menguasai keterampilan dan bermodal tenaga. Perbedaan jumlah pendapatan yang diterima, menyebabkan terjadinya perbedaan hubungan kerja dan hubungan sosial. Penggolongan sosial dalam masyarakat nelayan menurut Kusnadi 2002, pada dasarnya dapat ditinjau dari tiga sudut pandang. Pertama, dari segi penguasaan alat produksi atau peralatan tangkap perahu, jaring dan perlengkapan lain yang dimiliki, struktur masyarakat nelayan terbagi dalam kategori nelayan pemilik alat-alat produksi dan nelayan buruh. Nelayan buruh tidak memiliki alat-alat produksi dan dalam kegiatan sebuah unit perahu, nelayan buruh hanya menyumbangkan jasa tenaganya dengan memperoleh hak- hak yang sangat terbatas. Kedua, ditinjau dari tingkat skala investasi modal usahanya, struktur masyarakat nelayan terbagi ke dalam kategori nelayan besar dan nelayan kecil. Nelayan, disebut sebagai nelayan besar karena jumlah modal yang diinvestasikan dalam usaha perikanan relative tinggi, dan sebaliknya terjadi pada nelayan kecil. Ketiga, dipandang dari tingkat teknologi perlengkapan dan alat tangkap yang digunakan, masyarakat nelayan terbagi ke dalam kategori nelayan moderen dan nelayan tradisional. Nelayan moderen sudah menggunakan teknologi penangkapan yang lebih baik dibandingkan dengan nelayan tradisional. Susunan masyarakat nelayan menurut Masyhuri 1996, baik secara horizontal maupun vertikal sangat dipengaruhi oleh organisasi penangkapan ikan dan tingkat pendapatan yang dicapai. Semakin strategis posisi dalam organisasi, dan semakin besar pendapatan, maka semakin besar pula kemungkinan menempati posisi yang tinggi dalam stratifikasi sosial. Apabila pendapatan semakin kecil, maka semakin tidak strategis peranannya dalam organisasi penangkapan ikan, dengan demikian semakin rendah posisinya dalam masyarakat. Wahyuningsih et al. 1997, menyatakan bahwa masyarakat nelayan jika dilihat dari sudut kepemilikan modal dapat dibagi tiga: 1 Nelayan juragan, nelayan ini merupakan nelayan pemilik perahu dan alat penangkap ikan yang mampu mengubah para nelayan pekerja sabagai pembantu dalam usahanya menangkap ikan di laut. Nelayan ini mempunyai mata pencaharian lain pada saat musim paceklik. Nelayan juragan ada tiga macam yaitu nelayan juragan laut, nelayan juragan darat yang mengendalikan usahanya dari daratan, dan orang yang memiliki perahu, alat penangkap ikan dan uang tetapi bukan nelayan asli, yang disebut tauke toke atau cukong. 2. Nelayan pekerja, yaitu nelayan yang tidak memiliki alat produksi dan modal, tetapi memiliki tenaga yang dijual kepada nelayan juragan untuk membantu menjalankan usaha penangkapan ikan di laut. Nelayan ini disebut juga nelayan penggarap. Hubungan kerja antara nelayan ini berlaku perjanjian tidak tertulis yang sudah dilakukan sejak lama dan turun temurun. Juragan dalam hal ini berkewajiban menyediakan bahan makanan dan bahan bakar untuk keperluan operasi penangkapan ikan, dan bahan makanan untuk dapur keluarga yang ditinggalkan selama berlayar. Hasil tangkapan di laut dibagi menurut peraturan tertentu yang berbeda-beda antara juragan yang satu dengan juragan lainnya, setelah dikurangi semua biaya operasi. 3. Nelayan perorangan, merupakan nelayan yang kurang mampu. Nelayan ini hanya mempunyai perahu kecil untuk keperluan dirinya sendiri dan alat penangkap ikan sederhana. Nelayan perorangan tidak memiliki tanah untuk digarap pada waktu musim paceklik angin barat, karena sebagian besar dari mereka tidak mempunyai modal kerja sendiri, akan tetapi meminjam dari pelepas uang