makanan pada wilayah tersebut Himelda et al., 2012. Setelah dilakukan uji secara statistik, maka dapat diketahui bahwa faktor osenografi dan klimatologi
yang berpengaruh secara langsung terhadap hasil tangkapan lemuru adalah sebesar 43,5 R square. Sedangkan sebesar 56,5 berpengaruh secara tidak
langsung, dan diduga berpengaruh terhadap ketersediaan sumberdaya lemuru di Selat Bali, yang mana sumberdaya lemuru tersebut tidak berhasil ditangkap oleh
nelayan. Untuk membuktikannya, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Hasil analisis ini merupakan salah satu parameter model dinamik keberlanjutan
pengelolaan perikanan lemuru Sardinella lemuru Bleeker 1853 yang akan dibahas pada bab 9.
5.6 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Faktor oseanografi dan klimatologi di wilayah perairan Selat Bali selama periode 2005-2010, yang mempunyai pengaruh terhadap hasil tangkapan
lemuru adalah klorofil-a 17.338,792, dan angin –11.521,697 dengan
analisis regresi linier biasa pada taraf uji 5, dengan R square 43,5. 2. Berdasarkan hasil analisis terhadap kualitas perairan Selat Bali yang
dilakukan periode Mei –Oktober 2011, menunjukan indikasi adanya
penurunan kesuburan perairan di lokasi fishing ground.
6 ANALISIS SUMBERDAYA PERIKANAN LEMURU Sardinella
lemuru Bleeker 1853 DI SELAT BALI 6.1
Pendahuluan
Secara umum, sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih atau terbarukan, namun pemulihan tersebut memiliki keterbatasan dalam siklus
pemulihannya Tietenberg, 2000 vide Prihatini, 2003. Selanjutnya dikatakan bahwa laju pemulihan sumberdaya sangat lambat, sehingga membutuhkan waktu
dan tidak dapat memulihkan stok atau sediaannya dalam waktu yang singkat secara ekonomis Conrad, 1999 dan Tietenberg, 2000 vide Prihatini, 2003.
Selat Bali, merupakan selat yang memisahkan Pulau Jawa dan Bali dengan bentuk seperti corong. Pada bagian selatan melebar sebesar 35 km dan bagian
utara menyempit dengan lebar 2,5 km. Secara geografis, Selat Bali terletak antara 114
°
20 – 115
°
10 BT dan 8
°
10 – 8
°
50 LS dengan luas sekitar 2500 km
2
. Kegiatan penangkapan ikan di Selat Bali umumnya menggunakan alat tangkap
purse seine untuk melakukan penangkapan ikan lemuru, namun masih ada alat tangkap lain yang dapat digunakan, seperti payang, jaring insang, pukat pantai,
bagan, dan lain-lain. Beberapa tahun terakhir ini, produksi lemuru di Selat Bali cenderung
menurun. Berdasarkan data statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur dan Bali, serta statistik perikanan tangkap Indonesia tahun 2010 dijelaskan
bahwa hasil tangkapan lemuru di Selat Bali menurun sebesar 27,09, dimana hasil tangkapan tahun 2010 65.720,90 ton menurun sebesar 24.428,5 ton, bila
dibandingkan dengan tahun 2009 90.149,40 ton. Menurut beberapa ahli, keadaan ini dipicu oleh intensifnya pemanfaatan sumberdaya lemuru yang
dilakukan oleh nelayan setempat. Namun para ahli dan peneliti yang lain mengatakan bahwa ini merupakan efek dari global warming atau global changes
yang berkepanjangan. Efek ini ditimbulkan oleh pergerakan arus panas dari Samudera Pasifik yang berpengaruh terhadap suhu perairan di Indonesia termasuk
perairan Selat Bali. Sebagai sumberdaya yang sangat dominan dan memiliki nilai ekonomis
tinggi, ikan lemuru yang ada di Selat Bali banyak dieksploitasi dan dimanfaatkan
oleh nelayan Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Jembrana. Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan untuk memanfaatkan sumberdaya ini adalah purse
seine, atau dengan nama daerah lebih dikenal dengan sleret. Namun tidak tertutup kemungkinan alat tangkap selain purse seine juga dapat menangkap ikan lemuru
antara lain payang, gillnet, bagan dan pukat pantai. Perikanan lemuru berperan sangat penting bagi masyarakat sekitar pesisir
Selat Bali. Jika pengelolaannya tidak dibenahi dari sekarang, maka tidak tertutup kemungkinan ketersediaan sumberdaya tersebut akan terus menurun. Penurunan
hasil tangkapan sangat berpengaruh kepada kegiatan perekonomian masyarakat pengguna. Mengingat intensifnya pemanfaatan sumberdaya lemuru di Selat Bali,
perlu dilakukan pengelolaan secara menyeluruh sehingga antara pemanfaatan dan kelestarian sumberdaya dapat dipertahankan.
Pengelolaan sumberdaya lemuru di Selat Bali, sudah waktunya untuk dilakukan dan sangat mendesak. Merta 1992 melakukan pengkajian untuk
mengetahui keadaan stok sumberdaya lemuru yang ada di Selat Bali. Hasil penelitian tersebut menunjukkan sumberdaya lemuru sudah berada pada keadaan
lebih tangkap. Untuk mengetahui tingkat pemanfaatan sumberdaya lemuru di Selat Bali, perlu dilakukan analisis terhadap sumberdaya itu sendiri. Analisis ini
menyangkut seberapa tinggi tekanan terhadap pemanfaatan sumberdaya yang dilakukan oleh pelaku usaha penangkapan.
King 1995 diacu dalam Nurhakim 2004 mengatakan bahwa tujuan utama dari pengelolaan adalah melakukan konservasi terhadap stok yang ada
disuatu perairan. Namun demikian, dalam pembangunan perikanan akhir-akhir ini, hal yang perlu dipertimbangkan adalah tujuan ekonomi yaitu berkaitan dengan
kondisi ekonomi, tujuan sosial berkaitan dengan kesejahteraan nelayan itu sendiri dan tujuan pemeliharaan lingkungan yaitu berkaitan dengan tingkat pemanfaatan
sumberdaya yang diikuti dengan pemeliharaan lingkungan perairan sebagai habitat ikan target penangkapan.
Wiyono 2001 menyatakan bahwa sampai saat ini kajian tentang pengelolaan sumberdaya ikan yang mengaitkan faktor biologi, ekologi dan sosial-
ekonomi dalam satu kesatuan kajian masih jarang dilakukan. Selanjutnya
dikatakan bahwa faktor-faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap armada penangkapan baik langsung maupun tidak langsung, dan pada akhirnya akan
berpengaruh terhadap ketersediaan sumberdaya yang merupakan target utama penangkapan.
6.2 Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menghitung: 1 catch per unit effort CPUE, melakukan standarisasi terhadap alat tangkap yang digunakan
oleh nelayan di Selat Bali yaitu nelayan Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Jembrana. 2 Menghitung kembali pendugaan terhadap potensi lestari lemuru
dan yang lebih penting lagi adalah berapa sebenarnya jumlah effort standar sehingga pemanfaatan sumberdaya lemuru dapat dilakukan secara berkelanjutan
dan lestari. 3 Analisis kebiasaan makan ikan lemuru, sehingga dapat diketahui perubahan yang terjadi saat ini. 4 Mengukur panjang, berat dan lebar ikan yang
tertangkap dengan menggunakan kapal purse seine.
6.3 Kebutuhan dan Metode Analisis Data
6.3.1 Kebutuhan data
Data yang dibutuhkan adalah data produksi ikan lemuru. Data produksi lemuru diambil dari Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa Timur dan Kebupaten
Jembrana Provinsi bali. Data dikumpulkan secara time series dari tahun 2005 –
2010. Parameter yang diukur adalah jumlah penangkapan catch dan jumlah unit alat tangkap effort, untuk melihat keragaan dan pemanfaatan ikan lemuru saat ini
serta untuk keperluan menghitung CPUE dan melakukan standarisasi terhadap alat tangkap yang ada.
Pengukuran panjang, lebar dan berat ikan lemuru dilakukan untuk melihat dan mengetahui kecenderungan ukuran ikan lemuru yang tertangkap oleh nelayan.
Pengukuran ini dilakukan secara langsung pada saat ikan lemuru didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pengambengan dan Unit Pengelola Pelabuhan
Perikanan Pantai UPPPP Muncar. Jumlah sampel disesuaikan dengan hasil tangkapan yang diperoleh pada saat itu.
Analisis isi lambung dilakukan untuk mengetahui kecendrungan pola makan feeding habits ikan lemuru, apakah kebiasaan makan ikan lemuru pada
saat berukuran sempenit, protolan, lemuru dan lemuru kucing berbeda satu sama lain. Pengujian dilakukan di Laboratorium Zoologi, program studi biologi
Fakultas FMIPA pada Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya. Pengujian isi lambung ikan lemuru dilakukan berdasarkan ukuran ikan yang tertangkap
selama periode Mei –Oktober 2011.
Keperluan data tentang sebaran daerah penangkapan ikan lemuru berpedoman kepada hasil-hasil penelitian terdahulu, disamping itu juga dilakukan
survey lapangan yaitu mengikuti secara langsung dengan kapal nelayan pada titik- titik dimana mereka melakukan penangkapan ikan. Pengumpulan data untuk
mengetahui sebaran daerah penangkapan ikan, dilakukan selama 6 enam bulan dari bulan Mei
–Oktober 2011, dengan mengikuti kebiasaan nelayan setempat.
6.3.2 Metode analisis data
Metode yang
digunakan untuk
analisis data
dilakukan sesuai
peruntukkannya sebagai berikut:
1 Keragaan dan tingkat pemanfaatan sumberdaya lemuru
Keragaan dan tingkat pemanfaatan sumberdaya lemuru perlu diketahui untuk melihat perkembangan hasil tangkapan ikan lemuru di Selat Bali dan
mengetahui perkembangan jumlah alat tangkap yang biasa digunakan oleh nelayan setempat untuk memanfaatkan sumberdaya lemuru periode 2005
–2010. Keragaan dan tingkat pemanfaatan sumberdaya lemuru dilakukan secara
deskriptif kuantitatif dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik. Dari gambaran keragaan tersebut dapat diketahui alat tangkap mana yang
menghasilkan lemuru paling tinggi.
2 Analisis produktivitas alat tangkap
Perhitungan nilai Catch per unit effort CPUE, dilakukan untuk mengetahui laju upaya penangkapan, dengan melakukan pembagian total hasil
tangkapan catch terhadap upaya penangkapan effort. Formula yang digunakan untuk menghitung nilai CPUE Gulland 1983 adalah: