Jenis Pertunjukan Gordang Sambilan

keseluruhan pemain dari ensambel Gordang Sambilan adalah 11 sebelas orang pemusik, meliputi : satu orang pemain Sarune, lima orang untuk memainkan Gordang Sambilan, dengan pembagian satu orang memainkan dua buah Jangat atau Panjangati, satu orang memainkan dua buah Hudong-Kudong, satu orang memainkan dua buah Padua, satu orang memainkan dua buah Patolu, dan seorang memainkan sebuah Enek-enek, satu orang memainkan Ogung Dada Boru dan Ogung Jantan, satu orang memainkan Mongmongan atau gong Panolongi dan Panduai dan satu orang memainkan Pamulosi, satu orang memainkan gong Doal, dan satu orang memainkan Tali Sasayak. Formasi dengan jumlah pemain sebanyak 11 sebelas orang pemusik merupakan formasi yang umum digunakan pada setiap pertunjukan ensambel Gordang Sambilan, dalam konteks kota Medan, pertunjukan Gordang Sambilan juga turut menggunakan formasi 11 sebelas orang pemain. Dalam hal formasi pemain, sesunggunya pada penggunaan secara tradisional gordang sambilan dibutuhkan 9 sembilan orang pemain gordang dengan masing-masing pemain memainkan satu buah gordang namun pada perkembangannya dengan jumlah pemain yang terlalu besar jumlahnya dengan catatan pada formasi ini keseluruhan jumlah pemain gordang sambilan adalah 14 orang menyebabkan penggunaan dana yang besar dalam penyelenggaraan upacara dan dapat menyebabkan kurangnya kekompakan diantara pemain gordang sambilan. Sebagai suatu bentuk kesenian masyarakat Mandailing, Gordang Sambilan dipergunakan dalam berbagai jenis acara atau pertunjukan, baik secara ritual maupun dalam bentuk acara hiburan. Adapun bentuk-bentuk acara tersebut adalah dalam upacara adat perkawinan, penggunaan Gordang Sambilan pada bentuk tradisional hanya terbatas pada acara perkawinan raja saja namun pada perkembangannya seluruh upacara adat menggunakan Gordang Sambilan. Pada bentuk lainnya Gordang Sambilan dipergunakan dalam acara yang mencakup nilai-nilai hiburan seperti pada hari raya Idul Fitri, penyambutan tamu, dan lain lain.

3.2.1. Jenis Pertunjukan Gordang Sambilan

Pertunjukan Gordang Sambilan bagi masyarakat Mandailing memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari pertunjukan musik tradisional Mandailing lainnya, hal ini dibuktikan oleh kenyataan bahwa untuk meletakkan perangkat alat musik Gordang Sambilan di tempat berlangsungnya acara, harus dilakukan dengan upacara tersendiri yang dilakukan dengan penyembelihan seekor kambing. Kemudian baru dilanjutkan dengan pemukulan Jangat sebagai pertanda meminta izin kepada arwah leluhur. Memukul jangat ini dinamakan Maningung Gordang. Setelah acara ini selesai barulah Gordang dapat dimainkan. Selain pada saat mengiringi tarian adat tor-tor, Gordang Sambilan ini boleh saja dimainkan setiap ada kesempatan selama upacara atau acara tersebut berlangsung. Karena hal ini akan membuat suasana menjadi lebih meriah dan gembira. Bahkan juga diberikan kesempatan kepada siapa saja untuk memainkan Gordang Sambilan ini. Bentuk pertunjukan Gordang Sambilan umumnya terbagi atas dua bagian besar, yaitu pertunjukan Gordang Sambilan secara ritual atau yang berhubungan dengan aturan- aturan adat maupun bentuk pertunjukan hiburan. Sedangkan sifat penggunaan Gordang Sambilan terbagi atas upacara adat siriaon suka cita dan upacara adat siluluton duka cita. Penggunaan Gordang Sambilan pada bentuk upacara ritual adat 3 , terbagi atas beberapa bagian, yaitu : upacara kelahiran, upacara perkawinan, upacara kematian, upacara memasuki rumah baru. Secara adat dapat diketahui bahwa selama proses perjalanan hidup seseorang harus dilakukan acara adat, dimulai sejak masih dalam kandungan ibu, lahir, menginjak dewasa, remaja, perkawinan, melahirkan anak hingga sampai pada tahap kematian, semua itu merupakan proses perputaran hidup yang harus selalu diwarnai dengan adat. Pada dahulunya penggunaan Gordang Sambilan hanya dapat dipergunakan oleh raja untuk kepentingan raja dan masyarakat tersebut, namun penggunaan Gordang Sambilan pada masyarakat Mandailing yang berdomisili di kota Medan merupakan suatu bentuk penggunaan dengan menghadirkan perwakilan dari sosok raja tersebut yang 3 Menurut informan yaitu Bapak Ridwan Nasution mengatakan bahwa penggunaan Gordang Sambilan tersebut sejalan dengan proses kehidupan seseorang selama ia memegang adat sebagai tuntunan hidup, sehingga setiap kegiatan akan diisi dengan penggunaan Gordang Sambilan namun pada saat sekarang ini tidak semua adat bisa dilakukan, dalam artian setelah masuknya agama Islam pada masyarakat Mandailing menyebabkan adat tidak dapat sepenuhnya dilakukan karena dalam beberapa hal bertentangan dengan agama Islam. Sebahagian besar masyarakat Mandailing pada saat sekarang ini lebih memilih mengikuti tuntutan agama daripada mengikuti tuntutan adat karena mereka tidak ingin dikatakan sebagai orang musyrik. Sebagai tambahan juga dijelaskan oleh informan bahwa ada suatu penyebutan “adat-ibadat” yang berarti bahwa adat harus sejalan dengan nilai-nilai agama sehingga kedua aspek tersebut berjalan bersama dalam kehidupan masyarakat Mandailing. dimanifestasikan pada diri pengetua adat atau yang dianggap sebagai tokoh adat pada masyarakat Mandailing kota Medan. Penggunaan Gordang Sambilan pada acara perkawinan berfungsi sebagai bentuk pengumuman kepada masyarakat mengenai proses perkawinan yang dilaksanakan selain itu juga berfungsi sebagai media pertemuan antar pemuka atau tokoh adat Mandailing dan kehadiran tokoh adat juga sebagai suatu bentuk restu kepada perkawinan tersebut , ajang ini sebagai sarana silaturahim diantara mereka selain itu bagi anggota masyarakat yang ingin mempergunakan Gordang Sambilan pada acara perkawinannya terlebih dahulu harus mengetahui makna sebenarnya dari penggunaan Gordang Sambilan tersebut dan juga harus dapat memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah diminta dan ditetapkan oleh pemusik Gordang Sambilan beserta tokoh-tokoh adat. Pada penggunaan Gordang Sambilan dalam acara adat memasuki rumah baru, yang termasuk kedalam sifat upacara adat siriaon suka cita, Gordang Sambilan dimainkan sebagai bentuk wujud syukur pemilik rumah karena telah menempati rumah baru, selain itu penggunaan Gordang Sambilan tersebut berfungsi sebagai pengumuman kepada sanak saudara bahwasanya telah dilakukan proses perpindahan ke rumah baru oleh saudara mereka. Pada upacara-upacara adat, ensambel Gordang Sambilan dimainkan dengan penggunaan dan fungsi yang berbeda-beda namun pada aspek musik yang dimainkan dan berkaitan dengan judul komposisi permainan Gordang Sambilan, hal ini menjadi persoalan penting karena setiap judul komposisi permainan Gordang Sambilan dapat dimainkan dalam tempo yang berbeda-beda oleh setiap kelompok pemain Gordang Sambilan, sehingga satu judul komposisi permainan Gordang Sambilan dapat dimainkan berbeda oleh kelompok pemain Gordang Sambilan lainnya. Sebagai bentuk hiburan, Gordang Sambilan pada penggunaan di kota Medan dapat dimainkan dimana dan kapan saja tergantung dari orang yang ingin mempergunakan ensambel Gordang Sambilan tersebut. Judul komposisi permainan Gordang Sambilan pada acara hiburan pada umumnya mempergunakan judul komposisi permainan Gordang Sambilan secara tradisional. Informan penelitian mengungkapkan bahwa dalam setiap pertunjukan Gordang Sambilan secara hiburan mereka berusaha memainkan berbagai judul komposisi permainan Gordang Sambilan dalam tempo yang sedang maupun cepat, hal ini bertujuan agar para hadirin maupun penonton dapat menikmati pertunjukan sesungguhnya dari Gordang Sambilan, ditambahkan lagi oleh informan Bapak Samsul Bahri, 64 thn, bahwa dengan memainkan berbagai judul komposisi permainan Gordang Sambilan dengan tempo lambat dapat menyebabkan hadirin maupun penonton bosan sehingga kedepannya berakibat berkurangnya jumlah penggunaan Gordang Sambilan pada acara-acara hiburan. Adapun contoh judul komposisi yang dimainkan Gordang Sambilan di kota Medan adalah : 1. Gondang Sarama Datu. Dalam hal ini sarama berarti sebagai tarian sedangkan datu berarti dukun, atau gondang ini merujuk kepada tarian yang dibawakan oleh datu tersebut. 2. Gondang Paturun Sibaso. Gondang ini merupakan suatu ajakan atau mengundang sibaso roh leluhur, judul komposisi ini dipergunakan dalam upacara yang dipimpin datu, dalam pelaksanaannya dipergunakan seseorang sebagai medium sibaso. 3. Gondang Pamulihon. Sebagaimana gondang paturun sibaso, gondang ini merupakan tindakan pemulihan dari gondang paturun sibaso. Gondang Sarama Datu merupakan judul komposisi yang pada umumnya dimainkan pada awal upacara adat maupun hiburan yang menggunakan gordang sambilan, judul komposisi ini tidak memiliki hubungan dengan jenis upacara, akan tetapi pada penggunaannya tidak ada aturan yang pasti bahwa judul komposisi ini dimainkan pada pembukaan atau penutupan upacara. Bagi masyarakat Mandailing di kota Medan judul komposisi tersebut masih tetap dipergunakan dalam mengiringi suatu upacara, contohnya seperti komposisi Gondang Sarama Datu, masih dimainkan dalam konteks upacara namun tidak lagi seketat dahulu, komposisi lainnya bagi sebagian masyarakat Mandailing kota Medan seperti Gondang Paturun Sibaso dan Gondang Pamulihon masih dimainkan dalam konteks-konteks tertentu walaupun nilai-nilai mistik dari penggunaannya tidak seperti bentuk dahulu, kedua judul komposisi Gordang Sambilan tersebut dimainkan dalam bentuk sekarang dalam artian komposisi tersebut dimainkan tetapi yang berhubungan dengan hal-hal mistik tidak lagi dipergunakan, informan dilapangan Bapak Syamsul Bahri Lubis, 64 tahun mengatakan bahwa : “Kalau irama Gordang Sibaso sudah sangat lama tidak dimainkan lagi, terakhir saya memainkannya 4 empat tahun yang lalu dengan memakai segala persyaratan adatnya . . . tapi Gordang Sibaso itu sangat berbahaya karena merugikan diri pemainnya penari mau dia itu nanti lompat-lompat, menggigiti semuanya, tapi belakangan ini masih ada juga orang yang minta memainkan irama Gordang Sibaso tapi saya sudah tidak menggunakan persyaratan adat lagi dalam memainkannya karena bertentangan dengan agama Islam.” Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa ada beberapa judul komposisi permainan Gordang Sambilan yang tidak dimainkan lagi dalam konteks asli karena bertentangan dengan nilai-nilai agama yang mereka anut. Pada satu sisi tindakan mereka pemain Gordang Sambilan tidak memainkan jenis komposisi permainan ini untuk menuruti ajaran agama yang mereka anut namun pada sisi lain hal ini menjadi kekurangan karena generasi selanjutnya tidak dapat lagi melihat dan mendengarkan jenis komposisi seperti Gordang Sibaso yang menjadi bagian dari kesenian tradisional Mandailing. Selain judul komposisi yang telah disebutkan sebelumnya, ada beberapa judul komposisi Gordang Sambilan lainnya, judul komposisi berikut ini berhubungan dengan lingkungan alam, yaitu : 1. Gondang Sampuara Batu Magulang, yang berarti bebatuan yang jatuh seperti air terjun. 2. Gondang Dabu-Dabu Ambasang bergugurannya buah mangga. 3. Gondang Padang Na Mosok, yang berarti hutan yang terbakar. 4. Gondang Tua, yang berarti sebagai sesuatu yang dihormati. 5. Gondang Naipasnai, berarti yang tercepat. 6. Gondang Udan Potir, yang berarti hujan petir. Judul-judul komposisi ini merupakan judul komposisi Gordang Sambilan yang dimainkan pada berbagai upacara maupun acara hiburan di kota Medan, adapun judul komposisi lainnya mereka tidak mengetahuinya lagi karena beberapa sebab yaitu karena sudah lama tidak memainkannya, tempo yang terlalu lambat, berhubungan dengan nilai- nilai gaib yang tidak sesuai dengan agama Islam, hal ini diungkapkan oleh Bapak Ridwan Nasution yang merupakan pimpinan kelompok Gordang Sambilan Gunung Kulabu. Sepuluh judul komposisi permainan Gordang Sambilan yang telah dideskripsikan sebelumnya dimainkan pada berbagai acara, baik pada acara perkawinan, memasuki rumah baru maupun hiburan, tidak waktu khusus dalam memainkan judul komposisi tersebut, pemain gordang sambilan dapat memainkan judul komposisi tersebut kapan ia menginginkannya maupun ada seseorang yang meminta untuk memainkannya selain itu ada komposisi permainan Gordang Sambilan yang dimainkan sesuai dengan keinginan pemain gordang sambilan, yang dapat membedakan antara satu komposisi dan komposisi lainnya adalah cepat-lambat tempo permainan gordang sambilan. Penggunaan Gordang Sambilan pada upacara adat yang bersifat siluluton duka cita hanya mempergunakan dua Gordang Jangat dari Gordang Sambilan, komposisi permainan upacara siluluton duka cita berjudul Gordang Bombat, permainan Gordang Bombat ini dimainkan dalam tempo yang lambat atau menyesuaikan dengan keadaan kesedihan, penggunaan repertoir Gordang Bombat sudah sangat jarang dilakukan di kota Medan maupun didaerah Mandailing hal ini didasarkan kepada kondisi dan situasi lingkungan masyarakat Mandailing yang telah memeluk agama Islam, hal ini menyebabkan segala peraturan adat Mandailing harus didasarkan pada ketentuan yang berlaku didalam ajaran agama Islam. Pada penggunaan Gordang Sambilan di kota Medan, keseluruhan judul komposisi permainan Gordang Sambilan yang berhubungan dengan jenis upacara maupun sifat acara, saat ini penggunaan Gordang Sambilan di kota Medan pada upacara adat sebatas pada upacara perkawinan, memasuki rumah baru maupun pengangkatan ketua adat, namun keseluruhan acara tersebut tidak lagi mempergunakan Gordang Sambilan dalam konteks adat sepenuhnya melainkan sudah mengalami pencampuran antara upacara adat dan hiburan dengan pembagian pada bagian hiburan yang mendominasi. Penggunaan Gordang Sambilan di kota Medan tidak lagi sebatas pada kalangan raja melainkan masyarakat lainnya dapat mempergunakan Gordang Sambilan dengan persyaratan yang ditetapkan oleh kelompok pemain Gordang Sambilan. Sebagai contoh penggunaan Gordang Sambilan sebagai suatu bentuk acara hiburan terdapat dalam suatu acara peresmian kantor cabang suatu bank swasta di kota Medan pada hari kamis tanggal 06 september 2007, pada prosesi peresmian kantor cabang bank swasta tersebut, Gordang Sambilan dipergunakan sebagai sarana hiburan dengan tujuan untuk memperkenalkan bank tersebut dan sebagai suatu sarana mendekatkan diri kepada pelanggan mereka di kota Medan dengan menggunakan media Gordang Sambilan yang mereka anggap sebagai salah satu ikon kebudayaan kota Medan, hal ini diungkapkan oleh Rakesh Bhatia yang merupakan Chief Executive Officer HSBC Indonesia. Selain itu, pertunjukan Gordang Sambilan dalam bentuk acara hiburan telah banyak dilakukan tanpa bebetapa aturan-aturan adat yang harus dijalani dalam penggunaan Gordang Sambilan pada bentuk acara hiburan, seperti contoh berikutnya juga merupakan penggunaan Gordang Sambilan pada acara hiburan di kota Medan : Foto 4 Penggunaan Gordang Sambilan pada acara hiburan di kota Medan Sumber foto : Ibnu Avena Foto ini diambil ketika Gordang Sambilan dipergunakan dalam suatu acara peluncuran produk musik di Pendopo Universitas Sumatera Utara, pemain Gordang Sambilan pada acara tersebut tidak menggunakan beberapa aturan adat dalam penggunaan Gordang Sambilan, seperti dari segi tata urutan pertunjukan hingga pada segi judul repertoir Gordang Sambilan. Pada pertunjukan Gordang Sambilan dalam acara hiburan di kota Medan, pemain Gordang Sambilan bukan berasal dari kalangan peruning-uningan ahli gordang akan tetapi berasal dari orang-orang yang tertarik dan mau memainkan Gordang Sambilan. Dalam bentuk permainan Gordang Sambilan di kota Medan dalam konteks hiburan, susunan acara secara adat tidak lagi dilakukan karena beberapa hal, misalnya terlalu panjang waktu dipergunakan untuk upacara Gordang Sambilan itu sendiri, dapat dimainkan oleh siapa saja karena sedikit sekali orang memiliki ketertarikan untuk memainkan Gordang Sambilan. Perbedaan penggunaan Gordang Sambilan antara bentuk upacara adat dan hiburan secara kasat mata terlihat bahwa dalam penggunaan Gordang Sambilan dalam bentuk upacara adat disertai dengan perlengkapan adat dan tata urutan acara yang sesuai dengan ketentuan adat Mandailing namun pada bentuk penggunaan Gordang Sambilan secara hiburan tidak memerlukan adanya perlengkapan adat dan tata urutan penyelenggaraan sesuai dengan ketentuan adat. Penggunaan secara hiburan dapat dianggap sebagai salah satu upaya untuk melestarikan kesenian tradisional masyarakat Mandailing, yaitu kesenian Gordang Sambilan. Secara fungsi, Gordang Sambilan tidak mengalami perubahan fungsi karena fungsi Gordang Sambilan di kota Medan tetaplah sebagai alat musik kesenian tradisional Mandailing, perubahan yang tampak adalah pada aspek penggunaan, pada awalnya penggunaan Gordang Sambilan adalah sebagai bagian dalam rangkaian upacara atau acara adat namun pada saat sekarang di kota Medan penggunaan Gordang Sambilan berubah menjadi penggunaan pada bentuk hiburan sepenuhnya.

3.2.2. Tahapan Pertunjukan Gordang Sambilan