Faktor-faktor Penyebab Remaja Melakukan Perilaku Seksual

Remaja laki-laki, menurut Situmorang 2003 memiliki kesempatan dan kebebasan untuk melakukan hubungan seksual dibandingkan dengan remaja perempuan. sedangkan anak perempuan memiliki kebebasan yang lebih sedikit dalam hal perilaku seksual. d. Faktor Perilaku Heteroseksual Pada penelitian yang dilakukan oleh Mutiara, Komariah dan Karwati 2010 diketahui bahwa relasi heteroseksual dapat memicu perilaku seksual. Menurut Hurlock 1976 relasi heteroseksual pada remaja dapat memicu perilaku seksual. Menurut Brannon 1996 perilaku heteroseksual merupakan perilaku yang wajar dimiliki oleh sebagian besar orang. Ketertarikan seksual dengan lawan jenis lebih mendominasi dibandingkan dengan sesama jenis. Santrock dalam Brannon 1993 mengatakan bahwa eksplorasi dalam seksualitas merupakan hal yang wajar dalam berkencan. Ketika remaja mulai melakukan aktifitas berkencan, kemungkinan untuk melakukan perilaku seksual menjadi tinggi. Menurut Hurlock 1980 ketika remaja telah matang secara seksual maka, baik laki-laki dan perempuan akan mengembangkan sikap baru pada lawan jenis pada kegiatan yang melibatkan leki- laki dan perempuan. Minat baru ini bersifat romantis dan disertai dengan keinginan yang kuat untuk memperoleh dukungan dari lawan jenis. Ada dua unsur yang berbeda dalam perilaku heteroseksual yaitu perkembangan pola perilaku yang melibatkan dua jenis kelamin yang berbeda dan perkembangan sikap yang berhubungan dengan relasi antara kedua kelompok seks. Pola perilaku seksual yang biasa dalam berkencan dan berpacaran adalah berciuman, bercumbu ringan, bercumbu berat kemudian bersenggama. Karena saat ini remaja mulai berkencan dan mempunyai pasangan tetap lebih awal maka mereka lebih mudah terlibat dalam perilaku seksual lebih awal pula dengan lawan jenis. Bersenggama merupakan hal yang wajar bagi remaja masa kini. Dari beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual adalah bentuk tindakan yang bertujuan menyalurkan hasrat seksual. Penelitian tentang perilaku seksual pada remaja perempuan masih sangat sedikit dibanding dengan perilaku seksual pada remaja laki-laki. Perilaku seksual dapat dibedakan menjadi beberapa tahapan yang dimulai dari tahap yang paling ringan atau touching yang berfungsi untuk memunculkan kenyamanan atau dapat dikatakan menjadi simbol afeksi yaitu berpegangan tangan dan berpelukan. Selanjutnya tahapan yang berfungsi untuk memunculkan hasrat seksual yaitu kissing, necking dan touching genital. Tahap yang terakhir ialah menyalurkan hasrat seksual untuk mencapai kepuasan seksual atau orgasme yang meliputi petting, oral sex dan sexual intercourse. Beberapa faktor penyebab yang ternyata memicu timbulnya perilaku seksual pada seseorang diantaranya ialah dari faktor keluarga, perbedaan gender dan perilaku heteroseksual.

C. Sekolah Homogen dan Heterogen

1. Sekolah

Arti sekolah sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran a. Fungsi sekolah Ketika seseorang dikatakan remaja maka saat itu ia sedang menempuh pendidikan salah satunya di sekolah menengah atas. Sekolah menengah atas dikatakan bertujuan untuk mengarahkan siswa menuju “gudang remaja” yang mengisolasi diri remaja dalam dunianya dan nilai-nilai diri remaja yang jauh dari kehidupan orang dewasa Brown,Coleman,Martin dalam Santrock 2003. Dikatakan pula menurut gerakan kembali ke asal atau back to basics movement bahwa sekolah merupakan pelatihan keterampilan intelektual yang ketat melalui sejumlah mata pelajaran seperti bahasa Inggris, matematika dan ilmu pengetahuan Santrock, 2003 b. Jenis Sekolah Sekolah sendiri dapat dibagi menjadi 2 jenis dilihat dari jenis murid yang bersekolah didalamnya yaitu 1 Sekolah heterogen Sekolah heterogen berarti sekolah dengan 2 jenis kelamin berbeda di dalamnya yaitu laki-laki dan perempuan. Menurut KBBI 19951996 heterogen berarti terdiri atas berbagai unsur yang berbeda sifat atau berlainan jenis. Jadi sekolah heterogen dapat diartikan sebagai lembaga atau bangunan yang siswanya terdiri dari jenis kelamin yang berlainan jenis atau laki-laki dan perempuan. Sekolah heterogen masuk dalam jenis sekolah dilihat dari jenis kelamin murid-murid yang belajar didalamnya. Di sekolah heterogen remaja belajar bersama-sama di dalam kelas, sehingga mereka mempunyai kesempatan untuk berinteraksi lebih dalam antara murid laki-laki dan perempuan. 2 Sekolah homogen Sekolah homogen adalah bangunan atau lembaga dimana siswa yang belajar didalamnya memiliki jenis kelamin yang sama. Sekolah homogen ialah sekolah dengan hanya 1 jenis kelamin murid di dalamnya yaitu hanya murid perempuan atau hanya murid laki-laki saja. Berkebalikan dengan sekolah heterogen, sekolah homogen merupakan jenis sekolah dimana siswa yang bersekolah memiliki jenis kelamin yang sama. Jika sekolah homogen tersebut adalah sekolah homogen putri maka hanya ada siswi perempuan yang bersekolah di dalamnya. Begitu pula jika sekolah tersebut adalah sekolah homogen putra, maka hanya ada siswa laki-laki yang bersekolah di dalam sekolah tersebut. Dari pengertian sekolah diatas dapat disimpulkan bahwa sekolah dalam hal ini dibedakan menurut jenisnya. Jenis sekolah tersebut dibagi menjadi 2 yaitu sekolah heterogen dan juga sekolah homogen dilihat dari gender atau jenis kelamin murid yang bersekolah didalamnya. Sekolah heterogen merupakan sekolah dimana murid-murid yang bersekolah di dalamnya memiliki jenis kelamin yang beragam yaitu laki-laki dan perempuan. Mereka bersama-sama belajar di sekolah dengan waktu dan tempat yang sama.

D. Perbedaan Perilaku Seksual Remaja di Sekolah Homogen dan

Heterogen Remaja yang mengalami pubertas memiliki keinginan untuk membentuk hubungan baru dengan lawan jenis dan lebih matang dengan lawan jenis. Hasrat seksual merupakan hal yang wajar dimiliki para