Berkebalikan dengan sekolah heterogen, sekolah homogen merupakan jenis sekolah dimana siswa yang bersekolah
memiliki jenis kelamin yang sama. Jika sekolah homogen tersebut adalah sekolah homogen putri maka hanya ada siswi
perempuan yang bersekolah di dalamnya. Begitu pula jika sekolah tersebut adalah sekolah homogen putra, maka hanya ada
siswa laki-laki yang bersekolah di dalam sekolah tersebut. Dari pengertian sekolah diatas dapat disimpulkan bahwa sekolah
dalam hal ini dibedakan menurut jenisnya. Jenis sekolah tersebut dibagi menjadi 2 yaitu sekolah heterogen dan juga sekolah homogen
dilihat dari gender atau jenis kelamin murid yang bersekolah didalamnya.
Sekolah heterogen merupakan sekolah dimana murid-murid yang bersekolah di dalamnya memiliki jenis kelamin yang beragam
yaitu laki-laki dan perempuan. Mereka bersama-sama belajar di sekolah dengan waktu dan tempat yang sama.
D. Perbedaan Perilaku Seksual Remaja di Sekolah Homogen dan
Heterogen
Remaja yang mengalami pubertas memiliki keinginan untuk membentuk hubungan baru dengan lawan jenis dan lebih matang dengan
lawan jenis. Hasrat seksual merupakan hal yang wajar dimiliki para
remaja dan hasrat seksual tersebut wajar pula jika ingin disalurkan pada perilaku seksual.
Di sekolah heterogen, remaja di sana memiliki kesempatan yang lebih besar untuk memiliki relasi heteroseksual dibandingkan dengan di
sekolah homogen karena mereka memiliki waktu yang lebih banyak untuk berelasi dengan lawan jenis. Dari situ dilihat dari tugas
perkembangan yang dimiliki remaja yaitu membentuk hubungan baru yang lebih intim, mereka dapat lebih mudah untuk melaksanakan tugas
perkembangan tersebut. Perilaku heteroseksual biasa dikaitkan dengan berpacaran atau berkencan. Hal tersebut mampu memunculkan hasrat
seksual dalam diri remaja dan keinginan untuk menyalurkannya melalui perilaku seksual lebih mudah untuk terjadi di sekolah heterogen.
Berkebalikan dengan remaja di sekolah heteogen, di sekolah homogen kesempatan untuk berkenalan dengan lawan jenis dan memiliki
hubungan yang lebih intim dengan lawan jenis lebih kecil. Kesempatan untuk berkencan atau berpacaran bukan menjadi prioritas di sekolah
homogen. Hasrat seksual yang dapat muncul ketika terjadi relasi heteroseksual dengan lawan jenispun frekuensinya menjadi lebih kecil
dibandingkan dengan remaja di sekolah heterogen. Kecilnya muncul hasrat seksual dalam diri remaja di sekolah
homogen membuat keinginan untuk menyalurkannya pada perilaku seksual menjadi kecil. Hal ini membuat remaja di sekolah homogen
memiliki perilaku seksual yang lebih rendah dibandingkan dengan remaja di sekolah heterogen.
E. Hipotesis
Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut : “Ada perbedaan perilaku seksual antara remaja yang bersekolah
di sekolah homogen dengan remaja yang bersekolah di sekolah heterogen, dimana perilaku seksual remaja di sekolah heterogen lebih tinggi
dibandingkan dengan remaja di sekolah homogen”.