Analisis Data Penelitian HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Tabel 6 Uji Homogenitas di Sekolah Homogen dan Heterogen, Levene’s Test for Equality of Variances Remaja di Sekolah Homogen dan Heterogen Levene’s Test for Equality of Variances 0,000 Berdasarkan tabel 7 tersebut,varian pada data 2 kelompok tergolong tidak sama atau berbeda karena hasil uji homogenitas pada nilai p remaja di Sekolah Heterogen dan Homogen = 0,000 atau lebih kecil dari 0,05 2. Uji Hipotesis 1. Nonparametric test, Mann- Whitney’s U Analisis data untuk uji beda menggunakan Nonparametric test, Mann- Whitney’s Udari SPSS versi 16. Syarat untuk dilakukan uji Independent Sample T-Test adalah apabila populasi data sama dan sebaran data berdistribusi normal namun karena data tidak normal maka digunakanlah Nonparametric test, Mann- Whitney’s U. Dasar pengambilan keputusan Mann- Whitney’s U ialah jika p 0,05 maka tidak ada perbedaan pada kedua kelompok. Sebaliknya jika p 0,05 ada perbedaan pada kedua kelompok. Sebelumnya uji homogenitas juga telah dilakukan. Setelah melakukan uji homogenitas untuk melihat persamaan varian ternyata hasilnya tidak homogen karena p = 0,000. Kelompok banding tersebut kemudian dibandingkan menggunakan Equal Variance Not Assumed Santoso, 2010. Terlihat bahwa t hitung sebesar 4,179 dengan probabilitas 0,000. Untuk uji 2 sisi, probabilitas menjadi 0,0012 = 0,0000 0,025 maka H ditolak atau rata-rata perilaku seksual remaja di sekolah homogen benar-benar berbeda dengan rata-rata perilaku seksual remaja di sekolah heterogen. Dilihat dari mean masing-masing kelompok, remaja laki-laki di sekolah heterogen memiliki nilai mean yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa di sekolah homogen yaitu 13,03 : 5,74. Tabel 7 Mann- Whitney’s U Remaja di Sekolah Homogen dan Heterogen Remaja di Sekolah Homogen dan Heterogen Asymp. Sig. 0,000 Berdasarkan tabel 8 tersebut,terlihat bahwa p= 0,000 atau lebih kecil dari 0,05 maka ada perbedaan pada perilaku seksual remaja di sekolah homogen dan heterogen

E. Pembahasan.

Pada mean teoritis dan mean empiris dapat dilihat bahwa masing-masing kelompok memiliki mean empiris memiliki skor yang lebih rendah dibandingkan dengan mean teoritis yang berarti masing- masing kelompok memiliki perilaku seksual yang cenderung rendah. Mean total untuk semua subjek ialah sebesar 9,39 yang berarti dari keseluruhan subjek, mereka rata-rata pernah melakukan perilaku seksual sampai pada tahap Kissing dan Necking. Rendahnya perilaku seksual pada masing-masing kelompok dapat disebabkan karena kebanyakan remaja masih tinggal bersama dengan orang tua kandung yang pasti memberikan batasan-batasan tentang perilaku seksual anak mereka. Tinggal bersama orang tua dalam satu rumah terbukti dapat mencegah perilaku seksual remaja situmorang, 2003; Day dalam Banner, 1993. Kemungkinan yang lain ialah pemberian pendidikan seksualitas di sekolah dapat memperkecil kemungkinan remaja melakukan perilaku seksual yang dilakukan secara bebas Creagh, 2004. Setelah dilakukan pengujian menggunakan Mann- Whitney’s

U, pada remaja di sekolah homogen dengan remaja di sekolah heterogen.

Didapatkan signifikasi 0,000 0,05 dengan mean empiris sebesar 13,03 dan 5,74. Hal ini menandakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada perilaku seksual remaja di sekolah heterogen dengan remaja di sekolah homogen. Terlihat bahwa perilaku seksual remaja di sekolah heterogen lebih tinggi dibandingkan remaja di sekolah homogen. Masa remaja merupakan masa dimana seseorang mengalami pubertas dimana baik laki-laki dan perempuan mulai memiliki hasrat seksual dalam diri mereka. Hall dan Freud dalam Santrock, 2003; Jersild, 1963; Meddinus Johnson, 1969; dan Seidman, 1960. Saat mereka mulai mengenyam pendidikan di sekolah menengah atas, rata-rata usia mereka berkisar 14-17 tahun dan jika dilihat dari perkembangan relasi, para remaja sudah mulai memiliki ketertarikan dengan lawan jenis. Banyak pula dari mereka yang mulai menjalin relasi dengan lawan jenis. Relasi yang intim dengan lawan jenis dapat memunculkan hasrat seksual. Hasrat seksual tersebut kemudian ingin disalurkan pada perilaku seksual dengan pasangan mereka. Hal tersebut mampu membuat remaja di sekolah heterogen memiliki perilaku seksual yang lebih tinggi dikarenakan lebih banyak menghabiskan waktu bersama di sekolah dan hal tersebut mampu memunculkan hasrat seksual dalam diri mereka. Sedangkan untuk remaja di sekolah homogen, mereka memiliki kesempatan yang lebih kecil untuk mengenal lawan jenis. Hal tersebut menyebabkan kecil kemungkinan muncul hasrat seksual pada remaja di sekolah homogen. Mereka juga lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman-teman sesama jenis yang kecil kemungkinannya untuk memiliki keinginan melakukan perilaku seksual. Jika dilihat dari hipotesis awal yang dibuat peneliti dikatakan bahwa remaja di sekolah heterogen memiliki perilaku seksual yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja di sekolah homogen. Dari hasil penelitian terlihat bahwa perilaku seksual remaja di sekolah heterogen lebih tinggi dari remaja di sekolah homogen. Maka hipotesis awal peneliti terbukti.