tindakan individu untuk minum alkohol, hingga mabuk-mabukan sebagai cara pelarian dari masalah.
8. Mental Disengagement Pelepasan Secara Mental
Merupakan usaha individu untuk mengalihkan perhatian dari permasalahan yang dialami dengan melakukan aktivitas lain seperti
berkhayal atau tidur. Coping stress memberikan dampak baik secara psikologis, sosial, dan
fisiologis. Hasil penggunaan coping secara psikologis meliputi reaksi emosional, seperti depresi dan kecemasan, kesejahteraan, dan perfomansi
kerja. Sedangkan secara sosial, proses coping berdampak pada perubahan hubungan interpersonal dan kemampuan untuk memenuhi peranan sosial.
Hasil secara fisiologis meliputi jangka pendek, yaitu seperti gangguan sistem saraf autonomic, hormonal dan reaksi fisiologis jangka panjang,
misalnya perkembangan penyakit jantung coronaer Cohen, 1987. Hasil akhir dari penggunaan proses coping dapat dilihat dari kemampuan
individu untuk melanjutkan kehidupan.
3. Proses Coping Stress
Lazarus dalam Santrock, 2003, menjelaskan bahwa proses coping stress diawali dengan adanya penilaian kognitif terhadap stressor, yang
dilanjutkan dengan perilaku individu dalam menghadapi sebuah permasalahan.
Skema 1. “Proses Coping Stress”
Respon Strategi Coping
untuk melakukan
problem solving dan pengaturan
emosi
Mis: mencari informasi,
berbagi rasa dg sesama,
melakukan tindakan
langsung Sumber
kemampuan yang dimiliki
Dukungan sosial
Stressor lain, mis: peristiwa yg
mempengaruhi kehidupan, masalah yg
muncul sehari-hari
Sumber stress, tahapnya, cara
mengantisipasi sumber masalah di
masa yg akan datang
Penilaian Makna Stressor
Penilaian Primer, mis:
menghilangkan sumber tekanan
Penilaian Sekunder, mis:
evaluasi pilihansumber
coping stress
Hasil Coping Stress
Mis, pulihnya fungsi psikologi
sehingga mampu melakukan aktivitas
sehari-hari
Tujuan Coping Stress
-mengurangi tekanan akibat
kondisi lingkungan
-proses penyesuaian
Cara coping stress yg
digunakan Faktor kepribadian,
mempengaruhi individu
memberikan respon dan memilih strategi
coping
Lazarus dalam Bart Smet, 1994, menjelaskan bahwa terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses coping stress. Sebelum
individu akhirnya menentukan cara merespon masalah dan strategi coping yang akan dipilih, beberapa hal yang dapat berpengaruh adalah sumber
potensi yang dimiliki individu. Sumber kemampuan yang dimiliki individu seperti uang dan waktu, dukungan sosial yang didapatkan, ada atau
tidaknya stressor lain dalam kehidupan, cara coping stress yang berbeda antara individu yang satu dengan individu yang lain, faktor kepribadian
yang dapat mempengaruhi individu dalam memberikan respon coping dan memilih strategi coping.
Selain beberapa hal yang telah dijabarkan diatas, kejadian yang menimbulkan stress serta tahapan-tahapannya dan cara individu
melakukan antisipasi juga akan turut berpengaruh pada proses coping stress selanjutnya, terutama dalam memberikan penilaian dan interpretasi
terhadap stressor yang dirasakan oleh individu. Setelah individu memberikan penilaian dan interpretasinya inilah baru kemudian individu
tersebut akan memberikan respon dan memilih strategi coping yang paling sesuai, misalnya dengan mencari informasi, melaukan aksi langsung, dan
mencari dukungan dari orang lain. Respon dan strategi coping yang dipilih individu, kemudian individu tersebut melakukan tugas-tugas coping stress
yang berguna untuk mengurangi kondisi lingkungan yang dirasakan mengancam dan agar individu dapat menyesuaikan diri dengan kenyataan
yang terjadi. Akhirnya dari tugas-tugas coping stress yang dilakukan individu, maka akan muncul sebuah hasil coping stress coping outcomes.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Coping Stress
Kemampuan individu untuk melakukan coping stress berbeda-beda dan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor dari stressornya yaitu,
kompleksitas, intensitas, dan lamanya peristiwa itu terjadi. Lazarus dan Folkman 1984, dalam Huffman, Vernoy dan Vernoy, 2000
mengemukakan adanya beberapa sumber daya coping yang dimiliki oleh individu berdasarkan pengaruh penggunaan coping stress, yaitu :
a Kesehatan
Semua jenis stres dapat menyebabkan perubahan fisiologis. Oleh karena itu, kesehatan seorang individu secara signifikan dapat
mempengaruhi kemampuannya untuk melakukan coping stress. Semakin kuat dan sehat seseorang tersebut, maka akan semakin baik
pula kemampuannya dalam melakukan coping stress. Seorang ahli, yaitu Hans Selye dalam Davidson dkk, 2006, mengulas bahwa
respon biologis untuk bertahan dan mengatasi stres fisik yang dikenal sebagai general adaptation syndrom GAS, digambarkan sebagai
berikut : a.
Fase pertama alarm reaction Fase dimana sistem saraf otonom diaktifkan oleh stres. Jika
stres terlalu kuat, terjadi luka pada saluran pencernaan, kelenjar
adrenalin membesar, dan thimus menjadi lemah. Perubahan- perubahan ini d
igambarkan sebagai “fight or flight” melawan atau melarikan diri.
b. Fase kedua resistance
Fase ini yaitu organisme beradaptasi dengan stres melalui berbagai mekanisme coping yang dimiliki. Tubuh akan berusaha
menolak atau mengatasi stresor yang tidak dapat dihindari. Respon fisiologis yang terjadi pada fase alarm terus berlangsung,
sehingga tubuh rentan terhadap stresor-stesor lain. c.
Fase ketiga exhaustion Fase ini terjadi ketika stresor menetap atau organisme tidak
mampu merespon secara efektif. Menurut Selye 1950, Tahap ini merupakan fase kelelahan yang amat sangat dan bisa jadi
organisme tersebut mati atau menderita kerusakan yang tidak dapat diperbaiki.
Dalam hal ini, Taruna Putri dihadapkan pada kegiatan yang padat dan rutin setiap harinya. Kesehatan dan cara bertahan mereka cukup
berpengaruh untuk melakukan coping stress selama menempuh pendidikan di Akademi Angkatan Udara Yogyakarta.
b Kepercayaan Positif
Citra diri positif dan sikap positif, merupakan sumber yang sangat signifikan dalam hal coping stress. Kemudian dalam sebuah penelitian
menunjukkan, bahwa peristiwa yang terjadi secara temporal,