Analisa Keputusan Landasan Teori

23

E. Analisa Keputusan

Keputusan adalah suatu kesimpulan dari suatu proses untuk memilih tindakan yang terbaik dari sejumlah alternatif yang ada. Pengambilan keputusan adalah proses yang mencakup semua pemikiran dan kegiatan yang diperlukan guna membuktikan dan memperlihatkan pilihan terbaik tersebut Siagian, 1987. Analisa keputusan pada dasarnya adalah suatu prosedur logis dan kuantitatif yang tidak hanya menerangkan mengenai proses pengambilan keputusan, tetapi juga merupakan suatu cara untuk membuat keputusan Admosudirjo, 1987. Analisa keputusan adalah untuk memilih alternatif terbaik yang dilakukan antara aspek kualitas, aspek kuantitas dan aspek finansialdari produk yang dihasilkan dengan kombinasi setiap perlakuan Susanto dan Saneto, 1994.

F. Analisa Finansial

Analisis kelayakan adalah analisa yang ditujukan untuk meneliti suatu proyek layak atau tidak layak untuk proses tersebut harus dikaji, diteliti dari beberapa aspek tertentu sehingga memenuhi syarat untuk dapat berkembang atau tidak Samsudin, 1987. Menurut Susanto dan Saneto 1994, beberapa parameter yang sering digunakan dalam analisa finansial antara lain : analisa nilai uang dengan metode Net Present Value NPV, Rate of Return dengan metode Internal Rate of Return IRR, Break Event Point BEP dan Payback Periode. 24

1. Break Even Point Titik Impas Susanto dan Saneto, 1994

Break Event Point adalah suatu keadan tingkat produksi tertentu yang menyebabkan besarnya biaya produksi keseluruhan sama dengan besarnya nilai atau hasil penjualan. Jadi pada keadaan tersebut perusahaan tidak mendapat keuntungan juga tidak mengalami kerugian. Perhitungan BEP dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut: BEP = FC P - VC Keterangan : Po : Produk pulang pokok FC : Biaya tetap VC : Biaya tidak tetap persatuan produk Rp BEP : Titik Impas Rumus – rumus untuk mencari titik impas adalah sebagai berikut : a. Biaya Titik Impas Biaya Tetap BEP Rp = 1 – Biaya Tidak TetapPendapatan b. Presentase Titik Impas BEP = BEP Rp x 100 Pendapatan c. Kapasitas Titik Impas Kapasitas titik impas adalah jumlah produksi yang harus dilakukan untuk mencari titik impas. Rumus kapasitas titik impas sebagai berikut : Kapasitas titik impas = Prosentase titik impas x pendapatan 25

2. Net Present Value NPV Susanto dan Saneto, 1994

Net Present Value merupakan selisih antara nilai investasi saat sekarang dengan nilai penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Suatu proyek dapat dipilih bila NPV 0. NPV dapat ditujukan dengan persamaan sebagai berikut : Rumus perhitungan NPV adalah sebagai berikut : n Bt - Ct NPV = Σ t = 1 1 + I¹ Keterangan : Bt = Penerimaan pada tahun ke t Ct = Pengeluaran pada tahun ke t t = 1, 2,3,….,n n = Umur ekonomis dari proyek i = Tingkat bunga

3. Payback Periode Periode Pengembalian Modal Susanto dan Saneto, 1994.

Payback periode perhitungan jangka waktu yang dibutuhkan untuk pengembalian modal yang ditanam pada proyek payback periode tersebut harus lebih kecil dari nilai ekonomis proyek. Kriteria ini memberikan bahwa proyek akan dipilih jika mempunyai waktu payback periode yang paling cepat. Nilai harapan ditujukan pada persamaan sebagai berikut : I PP = Ab 26 Keterangan : I = Jumlah modal Ab = Penerimaan bersih per tahun

4. Internal Rate of Return IRR Susanto dan Saneto, 1994

Internal Rate of Return IRR merupakan nilai discount rate I dengan NPV di proyek sama dengan nol. IRR dapat juga dianggap sebagai tingkat keuntungan atas investasi dalam suatu proyek, asal setiap benefit bersih yang diwujudkan secara otomatis ditanam kembali dalam tahun berikutnya. Rumus perhitungan IRR Khane, 1978 Keterangan : NPV´ = NPV tahun yang akan datang NPV´´ = NPV sekarang I´ = Tingkat suku bunga sekarang I´´ = Tingkat suku bunga tahun yang akan datang

5. Gross Benefit Cost Ratio

Gross benefit cost ratio adalah merupakan perbandingan antara penerimaan kotor dengan biaya kotor yang telah di present value dirupiahkan sekarang. ∑Bt 1 + it Gross BC = ∑ Ct 1 + it NPV’ IRR = I’ + I” + I’ NPV’’ + NPV ’ 27

G. Landasan Teori

Kimpul merupakan sumber karbohidrat yang baik. Menurut Bradburry and Holoway 1988, sebagian besar karbohidrat berupa pati sebesar 17 – 34,5 . Pati diperoleh dari umbi-umbian dengan cara ekstraksi Krochta, 1997. Pati merupakan komponen utama dalam pembuatan edible film selain protein, lemak, polisakarida lainnya dan komposit. Edible film didefinisikan sebagai lapisan yang melapisi makanan dan dapat dimakan, digunakan pada makanan dengan cara pembungkusan. Edible film digunakan untuk memperbaiki kualitas makanan dan memperpanjang masa simpan Robertson, 1992 Sifat dari pati yang berkaitan dengan pembentukan edible film adalah gelatinisasi. Gelatinisasi merupakan peristiwa pembentukan gel. Gelatinisasi biasanya dimulai dengan hidrasi pati, yaitu penyerapan molekul-molekul air oleh molekul pati Haryadi, 1999. Selama proses gelatinisasi terjadi kerusakan ikatan hydrogen intramolekuler. Ikatan hydrogen berfungsi dalam mempertahankan struktur integritas granula pati. Terdapatnya gugus hidroksil yang bebas akan menyerap air sehingga terjadi pembengkakan granula pati Muchtadi dkk., 1987. Mekanisme pembentukan gel pada edible film adalah pemanasan akan melemahkan ikatan hydrogen dari amilosa sehingga terjadi pembengkakan molekul amilosa oleh adanya air. Pembengkakan berlanjut dengan membentuk jaringan tiga dimensi oleh amilosa. Amilosa akan menyerap air dan membentuk daerah amorf akibat adanya pemanasan dan pengadukan selama pembuatan larutan. Pada saat pengeringan daerah amorf akan mongering dan membentuk lapisan tipis film Carriedo, 1994. 28 Edible film yang berasal dari pati memiliki kelemahan yaitu mudah mengalami hidrasi, mudah mengembang dan sobek, oleh karena itu perlu dilakukan penambahan Na-CMC yang berfungsi mengurangi resiko pecah, sobek dan hancurnya edible film yang terbentuk dan plasticizer gliserol yang berfungsi meningkatkan keplastisan. Gugus –gugus hidroksil dari Na-CMC dan gliserol berikatan dengan rantai polimer pati, berinteraksi mengurangi ikatan hydrogen internal pada ikatan intermolekuler pati sehingga dapat memperbaiki sifat rapuh yang disebabkan oleh kekuatan intermolekular ektensif, melemahkan kekakuan elastis dari film, dan membuat pori-pori dari film semakin rapat sehingga memberikan tahanan yang selektif terhadap transmisi uap air Krochta, 1997. Menurut Nugroho 2009, Fungsi Na-CMC adalah mengikat air atau memberi kekentalan pada fase cair sehingga menstabilkan komponen lain. Menurut Chandra 1997, Natrium Carboxymethyl cellulose Na-CMC memiliki kemampuan larut dalam air, membentuk film dengan kekuatan tinggi, film yang jernih, tidak berminyak dan memiliki laju transmisi uap air yang rendah, selain itu penambahan Na-CMC dalam pembuatan edible film dapat mengasilkan film yang tahan lipid dan mempunyai kelarutan yang baik, sifat ini sangat menguntungkan terutama untuk pengemasan produk. Menurut Mc Hugh and Krochta 1994, Na- CMC dapat memantapkan sistem dispersi yang homogen pada pati, dapat meningkatkan kelenturan dan kemampuan memanjang dengan demikian keretakan edible film dapat dihindari. 29 Plasticizer merupakan komponen yang cukup besar peranannya dalam edible film untuk mengatasi sifat rapuh film yang disebabkan oleh kekuatan intermolekuler ekstensif. Plasticizer didefinisikan sebagai substansi non-volatil, karena mempunyai titik didih yang tinggi dan jika ditambahkan kedalam materi lain dapat mengubah sifat fisik atau sifat mekanik materi tersebut Banker, 1996, Penambahan Plasticizer seperti gliserol pada kondisi tertentu dapat mengubah sifat fisik dan mekanis dari edible film, dapat menghindari sobek dan menghasilkan edible film yang kuat dan lentur. Hal ini disebabkan karena adanya pengurangan ikatan antarmolekul rantai polimer pati, sehingga dihasilkan suatu jaringan yang lebih kompak serta meningkatkan elastisitas Guilbert and Biquet, 1990. Gliserol berfungsi sebagai pengikat air dan akan meningkatkan kekompakan jaringan matriks edible film sehingga edible film yang dihasilkan memiliki daya tembus uap air yang rendah Arvanitoyannis, 1997.

H. Hipotesis