Gambar 27 Nilai keseluruhan pembobotan struktur hierarki penentuan kebijakan pengembangan dari gabungan pendapat pemerintah.
103
Tingkat 4 Kegiatan
PEMANFATAN DAN
PENGELOLAAN TERUMBU
KARANG 0.066
UPAYA PENCEGAHAN
KERUSAKAN TERUMBU
KARANG 0.157
PENINGKATAN SDM
0.136 PENGELOLAAN
WISATA TERPADU
0.425 PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
0.054 PENGUATAN
PERATURAN DAN KELEMBAGAAN
0.163
Tingkat 1 Tujuan Utama
Penentuan Prioritas Kegiatan PENGEMBANGAN WISATA BAHARI PULAU SEBESI
Tingkat 2 Komponen
SWOT
KEKUATAN 0.432
KELEMAHAN 0.137
PELUANG 0.309
ANCAMAN 0.123
Tingkat 3 Kriteria
KUALIT AS
PERAIR AN
0.082 KEANE
KARAG AMAN
KARAN G DAN
IKAN 0.121
AKSESI BILITAS
0.307 PARTISI
PASI MASYA
RAKAT 0.490
KOORDI NASI
DAN IMPLEM
ENTASI 0.274
DUKUN GAN
PEMERI NTAH
0.121 PENEGA
KAN HUKUM
0.116 SUMBE
RDAYA MANUSI
A 0.488
TARGET PEMDA
0.429 DUKUN
GAN DARI
LSM 0.143
TRIGER PAD
LAMPU NG
SELATA N
0.429 DEGRA
DASI SDA
0.088 PENCE
MARAN
0.717 SPESIES
EKONO MI
TINGGI 0.195
110
Pada kriteria kelemahan, gabungan pendapat pemerintah beranggapan bahwa kriteria yang berpotensi menjadi kelemahan dalam pengembangan wisata
bahari yakni rendahnya sumberdaya manusia nilai bobot 0.488 daripada kurangnya koordinasi dan implementasi nilai bobot 0.274, dibanding dengan
kurang adanya dukungan pemerintah nilai bobot 0.121 dan lemahnya penegakan hukum nilai bobot 0.116
Pada kriteria peluang, pendapat gabungan pemerintah lebih memilih memprioritaskan dalam pengembangan wisata bahari yang lebih berpeluang
dalam target PEMDA Lampung Selatan nilai bobot 0.429 sama dengan peluang trigger PAD nilai bobot 0.429 dibanding dengan peluang dukungan dari LSM
dan donator nilai bobot 0.143. Sedangkan pada kriteria ancaman pengembangan wisata bahari di Pulau Sebesi, pendapat gabungan pemerintah lebih menitik
beratkan pada ancaman pencemaran nilai bobot 0.717 dibanding antara ancaman akan spesies yang dilindungi memiliki nilai ekonomi tinggi nilai bobot 0.195
dengan degradasi SDA nilai bobot 0.088. Model hierarki kebijakan pengembangan wisata bahari di Pulau Sebesi dapat dilihat pada Lampiran 11.
Hasil analisis A’WOT yang menggabungkan semua pembobotan dari pendapat
gabungan pemerintah
tersebut menghasilkan
pilihan bahwa
kecenderungan pengembangan wisata bahari berbasis ekologi di Pulau Sebesi pilihan diarahkan pada kegiatan pengelolaan wisata terpadu 42.5 dan
penguatan peraturan dan kelembagaan 16.3. Pengembangan wisata bahari untuk kegiatan pengelolaan wisata terpadu dan penguatan peraturan dan
kelembagaan memberikan dampak yang tinggi terhadap kriteria kekuatan 43.2 kemudian terhadap kriteria peluang 30.9, kriteria kelemahan 13.7 dan
kriteria ancaman 12.3.
Gambar 28 Hasil akhir prioritas pendapat gabungan pemerintah.
Enam alternatif kebijakan lihat Gambar 28 dalam pengembangan wisata bahari, antara lain: 1. Pengelolaan wisata terpadu, 2. Penguatan peraturan dan
kelembagaan, 3. Upaya pencegahan kerusakan terumbu karang, 4. Peningkatan SDM, 5. Pemanfaatan dan pengelolaan terumbu karang dan 6. Pemberdayaan
Masyarakat. Hasil analisis A’WOT memperoleh bobot prioritas dari enam alternatif tersebut seperti dijelaskan pada Tabel 22.
Tabel 22 Nilai bobot prioritas alternatif kebijakan pengembangan wisata bahari menurut pendapat gabungan pemerintah
No. Kriteria
Bobot Peringkat
1. Pengelolaan wisata terpadu
0.425 1
2. Penguatan peraturan dan kelembagaan
0.163 2
3. Upaya pencegahan kerusakan terumbu karang
0.157 3
4. Peningkatan SDM
0.136 4
5. Pemanfaatan dan pengelolaan terumbu karang
0.066 5
6. Pemberdayaan Masyarakat
0.054 6
Sumber: Hasil olahan data primer
5.5.3. Pendapat Gabungan Swasta
Hasil analisis gabungan pendapat dari swasta berdasarkan matrik hierarki kebijakan pengembangan wisata bahari lihat Gambar 29 diperoleh bahwa
kriteria kekuatan nilai bobot 0.661 merupakan kriteria yang paling penting dan sebaiknya menjadi perhatian dalam menentukan kebijakan pengembangan wisata
bahari berbasis ekologi di Pulau Sebesi Provinsi Lampung. Kriteria berikutnya yang perlu mendapat perhatian yaitu kriteria kelemahan nilai bobot 0.178.
Kriteria selanjutnya secara berurutan yang menjadi prioritas adalah kriteria peluang nilai bobot 0.109dan terakhir kriteria ancaman nilai bobot 0.052.
Nilai matrik prioritas empat kriteria komponen SWOT yang dijadikan sebagai pertimbangan dalam penentuan kebijakan pengembangan wisata bahari
berbasis ekologi di Pulau Sebesi pendapat gabungan dari swasta dapat dilihat pada Lampiran 12. Hasil analisis matrik hierarki kebijakan yang dapat dilihat pada
Gambar 29 menjelaskan perbandingan masing-masing keinginan keempat kriteria komponen SWOT dari gabungan pendapat swasta Pulau Sebesi.
Gambar 29 Nilai keseluruhan pembobotan struktur hierarki penentuan kebijakan pengembangan dari gabungan pendapat swasta. Tingkat 4
Kegiatan
PEMANFATAN DAN
PENGELOLAAN TERUMBU
KARANG 0.138
UPAYA PENCEGAHAN
KERUSAKAN TERUMBU
KARANG 0.069
PENINGKATAN SDM
0.173 PENGELOLAAN
WISATA TERPADU
0.267 PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
0.196 PENGUATAN
PERATURAN DAN KELEMBAGAAN
0.157
Tingkat 1 Tujuan Utama
Penentuan Prioritas Kegiatan PENGEMBANGAN WISATA BAHARI PULAU SEBESI
Tingkat 2 Komponen
SWOT
KEKUATAN 0.661
KELEMAHAN 0.178
PELUANG 0.109
ANCAMAN 0.052
Tingkat 3 Kriteria
KUALIT AS
PERAIR AN
0.075 KEANE
KARAG AMAN
KARAN G DAN
IKAN 0.072
AKSESI BILITAS
0.407 PARTISI
PASI MASYA
RAKAT 0.445
KOORDI NASI
DAN IMPLEM
ENTASI 0.062
DUKUN GAN
PEMERI NTAH
0.072 PENEGA
KAN HUKUM
0.210 SUMBE
RDAYA MANUSI
A 0.655
TARGET PEMDA
0.134 DUKUN
GAN DARI
LSM 0.119
TRIGER PAD
LAMPU NG
SELATA N
0.747 DEGRA
DASI SDA
0.051 PENCE
MARAN
0.582 SPESIES
EKONO MI
TINGGI 0.367
1 1
3
Kriteria tersebut terdiri dari kriteria kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Kecenderungan dari gabungan pendapat swasta adalah kriteria kekuatan
lebih dominan jika dibandingkan dengan kriteria-kriteria lainnya. Perbandingan kriteria kekuatan dengan kriteria lainya adalah sebagai berikut kriteria kekuatan
5 lebih bila dibandingkan dengan kriteria kelemahan, kriteria kekuatan 7 lebih tinggi bila dibandingkan dengan kriteria peluang serta kriteria kekuatan 8 lebih
tinggi bila dibandingkan dengan kriteria ancaman. Hasil dari pendekatan analisis A’WOT diperoleh berdasarkan diagram
hierarki dan nilai keseluruhan pembobotan struktur hierarki penentuan kebijakan pengembangan wisata bahari Pulau Sebesi lihat pada Gambar 32 bahwa kekuatan
nilai bobot 0.661 merupakan kriteria yang paling dikehendaki oleh swasta, selanjutnya adalah kriteria kelemahan nilai bobot 0.178, peluang nilai bobot
0.109 dan ancaman nilai bobot 0.052 dalam kebijakan pengembangan wisata bahari di Pulau Sebesi.
Pada kriteria kekuatan, swasta menghendaki memprioritaskan kebijakan pengembangan wisata bahari pada partisipasi masyarakat nilai bobot 0.445 dan
aksesibilitas yang mudah nilai bobot 0.407 lebih besar, dibanding sektor pengembangan wisata bahari pada kualitas perairan yang relatif baik nilai bobot
0.075 dan keanekaragaman karang dan ikan nilai bobot 0.072. Pada kriteria kelemahan, gabungan pendapat swasta beranggapan bahwa
kriteria yang berpotensi menjadi kelemahan dalam pengembangan wisata bahari yakni rendahnya sumberdaya manusia nilai bobot 0.655 daripada lemahnya
penegakan hukum nilai bobot 0.210 dibanding dengan kurang adanya dukungan pemerintah nilai bobot 0.072 dan kurangnya koordinasi dan implementasi nilai
bobot 0.062. Pada kriteria peluang, pendapat gabungan swasta lebih memilih
memprioritaskan dalam pengembangan wisata bahari yang lebih berpeluang dalam trigger PAD nilai bobot 0.747 dibanding antara target PEMDA Lampung
Selatan nilai bobot 0.134 dengan peluang dukungan dari LSM dan donator nilai bobot 0.119. Sedangkan pada kriteria ancaman pengembangan wisata bahari di
Pulau Sebesi, pendapat gabungan swasta lebih menitik beratkan pada ancaman pencemaran nilai bobot 0.582 dibanding antara ancaman akan spesies yang